45

689 89 35
                                    

Bab 45
.

súton

.

Deluna tau betul bahwa kalimat jika orang datang dan pergi itu benar adanya, dia sudah membuktikan dengan adanya Mentari di hidupnya yang lalu tiba-tiba pergi begitu saja, maka dari itu ketika dia mempunyai seseorang yang masih hadir di hidupnya, akan Deluna hargai waktu bersama semampu yang ia bisa.

Sekarang contohnya, dengan diiringi alunan lagu Diri dari Tulus, suasana kafe tampak lumayan ramai di hari Minggu sore, secangkir kopi hangat masih tampak mengepul di depannya.

"Deluna!"

Suara lantang yang menyapa itu tidak hanya mengalihkan perhatian Deluna, melainkan juga beberapa orang lain yang juga menoleh pada sumber suara.

Si pelaku tidak peduli, lebih memilih melangkahkan kakinya untuk menghampiri Deluna, yang langsung di hadiahi dengan pelukan erat.

"Gue kangen elo tau."

Deluna membalas pelukannya, tersenyum. "Sama."

"Kita mesti quality time pokoknya, nggak mau tau." Dengan wajah cemberut memaksa gadis itu akhirnya duduk di depan Deluna.

Deluna juga duduk, tertawa kecil, gadis itu tidak berubah ternyata, masih sama cerewetnya. "Haha, iya-iya. Seharian ini waktu gue punya lo."

Natha memandang Deluna, jika menurut penglihatannya, gadis itu sudah berubah, bertambah dewasa dari yang terakhir dirinya lihat. "Apa kabar?"

"Udah jauh lebih oke. Lo sendiri baik?"

Lucu rasanya saling bertanya kabar ketika mereka dapat melihat sendiri bahwa masing-masing orang dihadapannya baik-baik saja. Tetapi memangnya... kepala manusia siapa yang dapat mengira?

Kepala Natha menunduk sesaat, tersenyum tipis. "Baik sih, tapi enggak sebaik-baik aja kaya pas kita bertiga masih baik-baik aja."

Rupanya percakapan sudah mulai masuk ke poin sensitifnya.

Deluna diam sejenak, menimang-nimang dalam pikiran. "Dia.. baik?" Tanyanya pelan. Karena jujur saja, Deluna belum bisa baik-baik saja untuk satu perkara ini.

"Baik. Akhirnya dia jadi nomor 1 setelah lo pergi."

Kepala Deluna mengangguk-angguk. "Bagus, seenggaknya perginya gue enggak ada yang sia-sia."

"Dia nggak ada temen." Kata Natha pelan, sedikit merasa kasihan pada sumber topik yang dibicarakan.

Alis Deluna mengernyit. "Kok bisa?"

"Iya," kepala Natha mengangguk sesaat. "Setelah lo pergi ternyata enggak ngebuat dia berenti buat enggak ngejar Rega lagi, malahan tambah-tambah, anak kelas jadinya menyimpulkan kalo lo pindah gara-gara itu selain masalah nyokap lo, kelakuannya jadi gosip."

Deluna menggeleng. "Kasian bangett, kok nggak lo temenin."

Yang didepannya mendengus. "Ya lo gila aja, nanti gue punya pacar di rebut lagi sama dia."

Mata Deluna melotot, menepuk pelan tangan Natha yang ada di atas meja. "Nggak boleh gitu tau."

Natha nyengir kecil. "Antisipasi, Lun."

"Tapi dia jadinya kalo makan di kantin sama siapa?" Deluna masih penasaran rupanya.

Natha mencebik sesaat, "kok lo nanyainnya dia mulu sih, tanya kek 'terus lo temenan sama siapa?'" sebalnya.

Deluna tertawa kecil, menepuk pelan punggung tangan Natha di atas meja. "Lo mah nggak usah di tanya pasti udah banyak temennya."

"Ya iya juga sih, tapi basa-basi kek sama gue."

Natha diam sesaat, mengetuk meja dengan jarinya.

"Tapi dia kalo makan sendiri, bawa bekel kadang." Lanjutnya.

Deluna mengangguk-angguk, mulai kehilangan selera membahas perempuan yang sedang dibahasnya. "Irit, deh."

Natha mengangguk, "lo sama Kak Angel nggak berantem atau saingan kan disana?" Tanyanya, membuka kembali obrolan baru yang terasa lebih seru.

Deluna tertawa kecil. "Enggaklah, yakali serumah saingan, nanti saingannya bukan mode belajar tapi mode bersih-bersih rumah lagi, haha." Katanya di akhiri tawa.

Obrolan mereka mulai membahas masa-masa menyenangkan yang masih melekat dalam ingatan, tidak banyak, tapi tidak bisa disebut juga sedikit karena masa mereka banyak dihabiskan bertiga.

Mungkin Natha bersyukur karena masih bisa menemani Deluna dalam masa rapuh-rapuhnya, dia merasa bangga, sebab tidak ada yang lebih baik dibanding menemani sahabat meniti kembali tempat yang tepat.

Juga Deluna yang merasa lengkap, sekarang apa lagi yang dibutuhkan Deluna untuk merasa sempurna? Karena ternyata sempurna itu mindset, pola pikir. Kamu tidak akan menjadi sempurna jika kamu tidak memiliki pemikiran jika kamu sempurna, tidak apa-apa jika hari ini masih terdapat setitik hal yang menimbulkan luka, atau duka, mungkin di masa yang akan datang akan menjadi suka yang berharga, dan itu sudah cukup untuk disebut sebagai timbal balik yang sempurna.

Tidak ada yang salah untuk merasa kurang, tetapi tidak dengan berlebihan hingga menimbulkan hal yang tidak diinginkan, perasaan kita kadang sudah sempurna memandang diri sendiri sebagai orang terbaik karena itu sebuah seni untuk mencintai diri, tetapi memang dasarnya manusia tidak tinggal di alam semesta ini sendirian, masih banyak mulut-mulut diluaran sana atau bahkan dalam keluarga yang memiliki perkataan yang tajam menusuk, yang tidak bisa diterima hati bahkan logika tetapi kita hanya bisa diam, mengadu pada semesta.

"Gue pulang dulu ya, sampai jumpa."

Tangan Deluna melambai, membalas lambaian Natha yang sudah tidak tampak bayangannya. Dia tersenyum tipis, setelah semua yang terjadi, ternyata seperti ini rasanya berdamai dengan diri sendiri. Memaafkan segala hal, termasuk memaafkan diri yang mungkin masih mencari-cari banyak hal tentang dunia yang belum sampai ke ujung kepala nya.

Deluna mengusap meja sesaat, mengambil ponselnya yang menunjukkan pesan Rega jika dia sudah menjemputnya.

Salah satu keputusan Deluna yang paling sulit mungkin kembali berdamai dan bertingkah seperti biasa terhadap Rega, banyak pertimbangan yang sudah coba dia lakukan hingga akhirnya hubungan mereka sampai pada tahap ini, memulai semua nya kembali dari 0, kembali mengenalkan perasaan berbunga-bunga yang masih Deluna ingat rasanya.

Lega ya, jika kita bisa melangkah seringan kapas dengan angin melambai menyapa senyum kita.

Semuanya sudah kembali baik-baik saja memang, tetapi tidak tau kedepannya akan seperti apa, semoga semesta berbaik hati untuk tidak mengajaknya bercanda.

.

End

.

r/n

HUAAHHH THANK YOUUU MY READERS, HUHUU NANGISSS KARENA UDAH SAMPAII ENDDD (T.T)

maaf yaa kalo end nya nggak sesuai sama ekspektasi kaliannn, takutt sebenernya, apalagi ya, aku ngetik ini tuh karena aku ngalihin pikiran karena /bisik-bisik/ aku nggak sengaja kepencet telpon ke nomor crush (AKSHANHSJAJ) MALUU BANGETTTTT, nomornya langsung aku hapus, mau blok takut dia nya nanti ngechat wkwk /ngarep dulu gais, tapi semoga iya, aamiinin nggak kaliaann, wkwk

Ini intinya makasih sihhh, abaiin aja yang curcol di atass wkwk, lopyuuuu, nanti kalo ada cerita baru jangan lupa mampirrr, hahaha

SEE UUUUU <3

_____

súton (n.)
the end of something

KalopsiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang