07

903 171 56
                                    

Bab 7

.

eccedentesiast

.

"DELUNA!"

Deluna tengah berjalan di koridor ketika mendengar teriakan Natha yang memanggilnya, dia berhenti berjalan, menunggu Natha yang tengah lari kecil untuk menyamai langkahnya.

"Yuk," setelah Natha sudah sampai di sebelahnya, dia menggandeng tangan Deluna, berjalan dengan riang sambil sesekali kakinya menendang-nendang ke depan.

"Eh hari Minggu kemaren lo lomba ballet kan?"

Deluna mengangguk membenarkan, memang atas dasar paksaan itu dia mengikuti lomba itu, mengikuti dengan semaksimal mungkin sampai dia mendapat juara satu.

"Ih kenapa nggak bilanggg, kan gue bisa nonton langsung," Natha mencebik sebal.

"Kan nonton langsung juga, dirumah," seperti biasa, perlombaan ballet nasional itu disiarkan secara langsung membuat Deluna lagi-lagi memperoleh applause dari seluruh Indonesia.

"Asikan nonton langsung tau," bibir Natha cemberut sesaat, kemudian tersenyum dengan lebar, "tapi congrats, lo keren bangettttt!" Natha menjerit kecil, terlalu antusias.

Deluna tertawa kecil, "Makasih."

Mereka mulai memasuki kelas, bel berbunyi masih kurang 10 menit lagi, sudah cukup ramai meskipun beberapa ada yang belum berangkat.

"Lunaaaa, congrats yaa buat ballet nya," Tere, teman sekelasnya berkata, disusul dengan ucapan-ucapan selamat lainnya dari teman kelasnya.

Deluna tersenyum kalem, "makasih ya semuanya."

Sebenarnya bukan hal yang asing ketika pagi-pagi Deluna berangkat sekolah, memasuki kelas, dia disambut dengan ucapan-ucapan selamat dari teman-temannya, melainkan setiap kali dia juara lomba maka sambutan itu akan dia dapatkan, Deluna merasa bahagia tentu saja, sisi lain dari kehidupannya yang sudah terlalu berantakan bisa dia tutupi dengan prestasi-prestasi, dia tidak perlu menunjukkan celah kelemahannya karena dia tidak ingin.

Dia tidak ingin semua tau bahwa kehidupan sempurna yang dia jalani ini hanya sebuah kamuflase belaka.

Beberapa saat kemudian, bel berbunyi, Anin masuk dengan terburu-buru.

"Huh huh huh caphek banget ghu huh e," dia mengelap keringat di pelipis nya, meraih botol minum kemudian menenggaknya.

"Lo kenapa lari-lari?" Natha bertanya penasaran, tubuhnya berbalik kearah Anin.

"Takut telat, ini kan pelajarannya Pak Ghana," kemudian dia menoleh ke arah Deluna, "mungkin lo bosen denger ini tapi, congrats Luna sayangg."

Deluna mengangguk, "makasih ya."

Tepat sebelum Pak Ghana memasuki ruang kelas, terlihat sosok Rega yang dengan terburu-buru mendahului Pak Ghana.

Pak Ghana melotot, yang tak dihiraukan oleh Rega sama sekali.

Sial, jika bukan karena Ayahnya, Rega mana mau berangkat sekolah sampai lari-lari seperti ini.

KalopsiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang