Bab 34
.A
.
Radit dan Angelia saat ini tengah berada di perpustakaan nasional, dua hari menuju Ujian Nasional yang tidak bisa Angelia abaikan selama berbulan-bulan yang lalu.
"Lo mau nyari buku apa?"
"Buku tryout."
"Gimana ujian praktik nya? Aman?"
Radit mengangguk, "aman si, tapi gue nggak yakin."
Angelia menghentikan gerakan tangannya sesaat, melirik kecil. "Kenapa?"
"Gue masih stress inget UTBK, kalo gue nggak keterima gimana?"
Yang perempuan menepuk bahu laki-laki. "Pasti keterima kok, lo jangan pesimis dong."
Radit menghela nafas, sebagai siswa kelas 12 seolah seluruh beban berat bertumpu dalam kepalanya, memaksa untuk melakukan segala ujian yang bertumpuk-tumpuk. "Semoga ya, biar kita bisa barengan." Muka Radit kembali memelas. "Tapi kalo nggak bareng gimanaaa?"
"Kan masih ada jalur mandiri, Sayang."
Mendadak tubuh Radit menegang, dia memalingkan wajah seraya mengulum senyum.
Angelia yang tidak mendengar suara lagi dari Raditya menoleh, mendapati Radit yang tengah mengulum senyum serta menghindari matanya. "Dih? Salting lo?"
Radit buru-buru menetralkan raut wajahnya, dia kembali memilah-milah buku di hadapan. "Dih apaansi."
"Dit, lo seriusan salting?"
"Ngell."
"Radit lo salting?"
Yang di beri pertanyaan mengusap wajah, telinganya sedikit memerah. "Ngell, udah ah."
"Yaampun Radit-nya Angelia lucu banget sih."
Radit memberanikan diri menatap Angelia tepat di mata, dia tersenyum jahil. "Jadi Radit-nya Angelia nih?"
Senyum di wajah Angelia menghilang, berganti dengan rona samar yang menghiasi, dia memalingkan wajahnya pada buku dihadapan, tidak menjawab lebih seraya berusaha menetralkan detak jantungnya.
Lengan Radit menyenggol lengan Angelia. "Mbak, Angelia-nya Radit bukan?"
Angelia menggigit bibir, berusaha menahan supaya senyumnya tidak melebar meski sulit, aliran darahnya sudah berdesir dengan jantung yang memompa cepat.
Radit tiba-tiba melangkah pergi dari samping Angelia, beralih ke rak lain. Angelia mengernyit, sedikit mengintip sembari berusaha meredam debaran dalam dada, jantungnya terlalu sering bekerja keras jika bersama Radit, dan Angelia takut jika nanti lama-lama akan lepas dari tempatnya.
Saat melihat Radit yang kembali melangkah ke arahnya, Angelia buru-buru menyibukkan diri dengan buku ujian di hadapan. Bahunya di tepuk oleh laki-laki yang datang bersamanya.
"Ngel."
"Hm?"
"Noleh sini."
"Apas—"
Angelia sontak mengalihkan pandang dengan bibir yang dikulum, mencoba mencegah senyum terbit meski sudah.
Coba tebak apa yang dilakukan Raditya Danuarta. Laki-laki yang tengah tersenyum lebar dengan buku yang dipegang depan dada, menunjukkan sampul buku warna putih gradasi coklat itu benar-benar membuat jantung Angelia melonjak.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kalopsia
Teen FictionDeluna tidak mengerti arti sempurna, tetapi dunia memaksanya untuk menjadi yang paling sempurna. Angelia juga tidak pernah mengerti makna keluarga. Bagaimana dia bisa mengerti jika frasa keluarga bahkan menyakitinya? Lalu ada Aldebaran Regatta, fras...