23

590 116 34
                                    

Bab 23
.

Jawaban

.

"Kok cepet banget?"

"Aku juga masih pengen disini."

"Yaudah sih, susah banget tinggal netep disini."

"Terus kerjaannya gimana?"

"Tinggalin lah."

Yang satu tertawa kecil. "Nanti nggak punya duit."

"Miskin aja."

Tertawa semakin lebar. "Terus nanti kalo miskin nggak bisa makan."

"Papa kan belum bangkrut."

"Heh, kamu doain Papa bangkrut?"

Yang satu lagi meringis kecil. "Ya enggak gitu jugaaaa."

Ily tersenyum hangat, merangkul bahu Deluna. "Janji kali ini cepet pulang."

Deluna sedikit mendongak, "iyalah. Harus."

Saat ini keduanya tengah berdiri di belakang rumah, duduk berdua dibawah kanopi depan kolam renang.

Ily tiba-tiba memajukan bibirnya sedih, wajah sangarnya sangat tidak cocok untuk ekspresi seperti itu sebenarnya. "Yahh nanti nggak bisa telponan malem-malem lagi sama kamu."

Deluna mengernyit, "lohh kenapa?"

"Kan udah punya pacar."

Deluna melotot kecil mendengarnya, berbanding terbalik dengan Ily yang tertawa, senang menggoda adik kecilnya.

"Makanya cari pacar."

Tawa Ily berhenti, dia memandang adiknya dengan alis terangkat. "Heh, ngeledek?"

Ganti Deluna yang tertawa sekarang.

Braja dengan map biru ditangannya melihat itu lewat pintu kaca dapur yang menghubungkan belakang rumah, bibirnya tersenyum tipis, hatinya menghangat melihat kedua anaknya tertawa bahagia.

Sebelum kemudian suara ponselnya berbunyi, dia melirik sang penelepon, lalu bergegas mengangkatnya.

"Hallo, kenapa?"

"Hallo, Mas, kok lama?"

"Iya ini mau keluar."

"Oke, cepet ya."

Braja menghela nafas, langsung melangkah ke halaman rumah tempat mobilnya berada, tempat seorang wanita memakai dress merah menunggu disana.

"Maaf, lama."

Wanita itu tersenyum lembut, "nggak papa."

Setelahnya Braja menjalankan mobilnya, menembus udara jam setengah delapan malam, wanita disampingnya meraih sebelah tangannya, menggenggam.

KalopsiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang