Bab 35
.De'lu(k)a
.
Jam delapan malam. Deluna tengah mengetik di laptopnya, ditemani dengan lagu Takut milik Idgitaf yang memangkas hening. Hari ini, dua Minggu setelah keadaan Mentari dinyatakan mengalami kemajuan meski hanya gerakan tangan, tidak terkira betapa bahagianya Deluna, juga betapa besarnya harapan yang semakin tercipta.
... berharap pada angin untuk tidak menerbangkan ingin yang tercipta lewat angan. Kepadanya mungkin aku temukan makna bahagia, makna sempurna yang ternyata ada hanya jika kita bersyukur pada yang Maha Sempurna.
Sepenggal kalimat yang Deluna tulis belum benar-benar menemukan ujungnya ketika ponselnya berdering, membuat musik yang terputar seketika terhenti, digantikan nada dering.
"Hallo?"
"Halo, Lun, sini ke kafe Kencana sekarang, gue tunggu, ya."
Tanpa mendengar balasan dari Deluna, Angelia langsung mematikan panggilannya begitu saja. Deluna menyandarkan punggungnya pada kursi, mendengarkan musik yang kembali terputar sebelum kemudian bangkit seraya menyugar rambutnya.
Mungkin Angelia hendak merayakan kebebasan dirinya dari segala ujian yang menerornya.
Beberapa saat kemudian, Deluna mendapati Angelia dan Radit yang berdiri di depan kafe. Keadaan jalan tampak basah diguyur oleh gerimis yang mulai menderas. Deluna turun dari mobil, dirinya tidak membawa payung sehingga menutupi sebagian kepalanya dengan tangan, melindungi kepala dari tetesan hujan. Deluna tidak tau apa yang terjadi hingga ketika dirinya sampai di hadapan Angelia, Angelia harus memberi senyum yang didalamnya mengandung arti yang Deluna belum ketahui.
Angelia mengusap lengan Deluna, bibirnya masih tersenyum tetapi hatinya gundah gulana. "Yuk masuk."
Deluna hendak bertanya apa yang terjadi. Tetapi urung ketika matanya melirik sekitar, suasana kafe tidak terlalu ramai sebab cuaca yang tidak mendukung, juga bukan akhir pekan. Mereka melangkah menaiki tangga, menuju ke lantai paling atas yang Deluna tebak sebagai atap.
"Ini ngapain sih?"
Tidak mendapat jawab dari Angelia yang berjalan didepannya, Deluna menoleh ke belakang, menatap Radit yang berjalan di belakangnya. Tetapi dia sama diamnya, tidak menjawab seolah mereka benar-benar bersekongkol untuk membuat Deluna terjepit pada rasa penasaran.
Sesampainya di atap kafe yang pintunya terbuka lebar, menampakan lampu tumblr kuning yang terpasang di langit-langit dengan atap transparan juga lanskap jalanan yang dibumbui gerimis, Angelia menghentikan langkahnya, dia berdiri di depan pintu. Deluna berdiri di sampingnya, memperhatikan keadaan sekitar, kursi-kursi banyak yang kosong, hanya berisi dua orang perempuan dan dua pasangan yang sepertinya tengah double date. Juga satu pasangan dengan sang perempuan yang tengah memeluk laki-lakinya, berada tidak jauh dari mereka. Yang laki-laki berdiri membelakangi mereka sedangkan yang perempuan tenggelam dalam—
Tunggu.
Deluna menyatukan alisnya, matanya sedikit menyipit.
Punggung itu..
Dengan perasaan yang tidak menentu, Deluna melangkah maju, mendekati kedua orang itu yang mungkin masih tenggelam dalam suasana romansa yang syahdu. Sesampainya dia di belakang laki-laki, Deluna menggigit bibirnya, mencoba menepis apa saja yang terlintas dalam kepala.
Dia berbisik lirih. "Rega?"
Tetapi lirihannya justru seperti petir yang menyambar keras pada dua orang disana. Yang perempuan reflek melepaskan pelukan, yang laki-laki reflek berbalik, dan Deluna reflek terlangkah mundur.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kalopsia
Teen FictionDeluna tidak mengerti arti sempurna, tetapi dunia memaksanya untuk menjadi yang paling sempurna. Angelia juga tidak pernah mengerti makna keluarga. Bagaimana dia bisa mengerti jika frasa keluarga bahkan menyakitinya? Lalu ada Aldebaran Regatta, fras...