32

502 96 31
                                    

Bab 32
.

Jingga dan Senja

.

Pukul setengah lima sore, Angelia dan Radit tampak duduk di bangku putih dengan pantai sebagai panoramanya, keduanya memutuskan untuk menuju pantai setelah berpamitan dari rumah Deluna.

"Ngel."

"Hm."

"Lo.. udah siap lulus?"

Yang ditanya tertawa kecil. "Siap nggak siap, harus siap Dit."

"Gue takut tauu."

Mata Angelia yang tadinya menatap ombak, kini menoleh pada laki-laki disebelahnya, dia tampak mengernyit. "Takut kenapa?"

Radit juga ikut menoleh, menatap gadis dengan rambut melambai diterbangkan oleh angin. "Takut kalo nggak lolos UTBK, enggak bisa bareng elo."

"Lolos kok, tenaaang nanti gue bantuin."

"Bantu apa?"

"Bantu doa." Tawa kecil terdengar disana, sebelum kemudian gadis itu kembali berbicara. "Gue kan juga belum tau lolos apa enggak."

Radit memutar bola mata. "Dikatakan oleh orang yang dulunya sering wira-wiri ngikut olimpiade."

Angelia lagi-lagi tertawa, tangannya memukul bahu Radit. "Tapi serius tau, gue juga takut."

"Yang Angelia aja takut, gimana gue anjir."

"Lo pikir gue bukan manusia apa?"

"Bukan."

Angelia melotot, apa katanya?

"Lo kan Angel, artinya malaikat, malaikat buat gue."

Anjir.

Angelia reflek memalingkan wajah, menatap ombak yang kini sudah merefleksikan cahaya jingga di ujung sana.

"Cantik."

Dan jantung Angelia, untuk sepersekian detik terasa melonjak.

"Sunset nya cantik."

Anj.

Rona jingga yang sempat singgah di pipi Angelia rasa-rasanya terasa tidak berguna, bukan lagi detak suka yang kali ini singgah di dadanya tetapi—

"Tapi yang disamping gue lebih cantik."

Raditya Sialan Danuarta. Berapa kali lagi Angelia harus merasakan rollercoaster yang seolah membolak-balikkan hatinya sedemikian rupa. Jantungnya sudah siap melompat dari tempatnya meskipun sedari tadi matanya tidak saling bertautan.

"Ngel."

Yang dipanggil mencoba meredamkan debaran yang terasa lebih keras dari pada debur ombak disana. "Hm."

"Noleh coba."

Angelia melirik sedikit, kemudian menggeleng tanpa membuka suaranya, dirinya takut, takut ketika mulutnya terbuka dan suaranya terdengar maka akan bergetar saking gugupnya.

Radit sedikit menghela nafas, dia meraih kepala Angelia untuk menatapnya, sedikit mengusap pipi yang tertampar udara disana.

Sedangkan Angelia menggigit bibir, berusaha menjaganya supaya tidak bergetar atau tidak tersenyum lebar seperti apa yang dipaksakan hatinya.

Tangan Radit yang mengusap pipi Angelia beralih, menyelipkan sejumput rambut ke daun telinga Angelia tanpa melepaskan tatapan keduanya.

"Boleh nggak, kalo gue pengen punya hubungan lebih sama lo?"

KalopsiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang