42

535 85 32
                                    

Bab 42
.

sudah

.

Mungkin hanya seorang pecundang yang lari dari masalah, dan sekarang Angelia sedang menjadi pecundangnya. Dua jam setelah semua terkuak, dan setelah menghilangnya semua yang Angelia punya, dirinya memutuskan untuk lari, lari dari apa saja yang dapat membuat nya kembali terluka.

Disinilah dia berada, bersama Deluna di sebelahnya. Ramai. Tetapi Angelia bahkan tidak merasakan apa-apa. Kecuali mungkin tepukan pelan dari tangan yang sekarang tersampir di pundaknya. Dia menoleh, menatap pelaku yang tengah tersenyum tipis.

"Beneran nggak jadi ambil PTN di sini?"

Angelia menggeleng. Jelas saja. Kuliah di kota ini sama dengan tinggal dalam kubangan luka, dan Angelia mungkin tidak akan bisa siap untuk itu.

Deluna hanya tersenyum tipis menanggapi kemudian.  Di sana terdapat beberapa orang, diantaranya ada Braja, Ily, Xera, Bara, hingga Regatta dan Raditya.

Setelah beberapa saat menunggu, akhirnya suara pemanggilan penumpang dengan tujuan yang sama seperti yang dituju Deluna akhirnya terdengar, dia berdiri dari duduknya, disusul oleh Angelia yang sekali lagi memantapkan diri.

"Deluna pamit, Pa. Maaf karena belum mampu buat kuat."

Tangan laki-laki paruh baya itu terangkat, meletakkannya pada kedua sisi kepala Deluna dengan pandangan mata yang sedikit berkaca-kaca. Rasa-rasanya baru kemarin Braja menyaksikan istrinya berjuang melahirkan, rasa-rasanya baru kemarin Braja mendengar tangis anak perempuannya untuk yang pertama kali, dan sekarang, yang berdiri di depannya adalah Deluna remaja, yang sudah mampu memutuskan semuanya sendiri, yang sudah tau mana baik dan mana yang benar dan sepertinya Braja merasa tertinggal terlalu jauh dalam memperhatikan pertumbuhan anak perempuannya ini.

Sesaat bibir Braja terbuka, tetapi kembali terkatup, berganti dengan dekapan erat yang kini Braja berikan. "Hati-hati. Sehat selalu." Bisik Braja pelan.

Setelahnya Deluna beralih ke pemuda di samping Braja. Belum sempat dirinya membuka mulut, tangannya sudah ditarik untuk kembali di dekap. Hangat. Rasanya selalu sama. Selalu memberikan rasa perlindungan seorang Kakak kepada adiknya, pelukan yang Deluna rindukan selama dirinya kesepian juga mungkin waktu yang akan datang.

Keduanya melepas pelukan, setelahnya Ily menarik kepala Deluna pelan, mengecup keningnya singkat seraya berbisik. "Hati-hati."

Beralih ke sebelah Ily ada Xera dan Bara, dia memberi pelukan singkat. Lalu berdiri terpaku pada sosok laki-laki yang mungkin sampai saat ini masih tetap berdiam diri di sudut hatinya. Deluna memutuskan untuk menarik sudut bibirnya, membentuk kurva yang rasanya malah membuat Regatta merasa tidak berdaya. Tidak berdaya hingga akhirnya uluran tangannya menarik bahu Deluna untuk sampai kedekapannya.

"Lo nggak bisa tinggal di sini aja?"

Pelan...

"Nggak bisa."

... Seolah memang benar-benar berniat untuk melambatkan waktu saat itu juga.

"Maaf karena gue ngebuat lo jadi memutuskan buat pergi."

Kalimat itu membuat Deluna melepaskan pelukannya. Dia menepuk bahu Rega sekilas.

"Bukan cuman elo yang nyakitin gue sampe ngebuat gue memutuskan buat pergi."

Disisi lain, pada Angelia yang sedang mencoba membangun pondasi dari kepingan bahagia yang mungkin saja sudah tidak tersisa, dia mendekap Ibunya.

"Kamu hati-hati, ya, di sana."

KalopsiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang