Bab 3
.
Ineffable
.
Hari ini hari selasa, dan pembelajaran pertama di kelas 11 IPA 1, kelas Deluna saat ini adalah olahraga, materi voli, sungguh Deluna sangat tidak menyukai voli, karena tangannya akan terasa panas ketika digunakan memukul bola tersebut, tetapi entah Deluna yang sebenarnya mumpuni dalam bidang voli atau dia hanya sekedar beruntung karena dia bisa melakukan itu sekalipun dia tidak suka.
"Baik anak-anak, hari ini kita praktek, karena minggu kemarin sudah materi, dimulai dari absen pertama, lalu absen terakhir, selang seling."
Dan dimulailah praktikum voli, yang lain yang belum kebagian penilaian duduk di tribun pinggir lapangan, seraya melihat kelas 12 IPA 1 juga 10 IPA 1 yang juga melakukan olahraga di gimnasium ini.
"Bayangin, kalo tiba-tiba bola basket yang lagi dimainin kakak itu," Natha menunjuk ke arah kakak kelas laki-laki yang saat ini tengah main basket bersebrangan dengan voli, "tiba-tiba meleset ke sini, terus kena gue terus gue pura-pura pingsan terus—"
"Halu."
Belum selesai Natha menuangkan pemikiran abstrak yang ada dipikirannya, Anin sudah memotong dengan ketus, sedangkan Deluna hanya terkekeh singkat.
Natha melotot, hendak menjawab sebelum suara Deluna terdengar, "gue yakin kalo lo ketimpuk bola pasti bakal..."
Buk.
"Anj."
"...marah-marah."
"Woi siapa yang lempar ni bola, maju sini," Natha berkacak pinggang, matanya melotot melihat teman-temannya yang hanya tertawa, tangannya mengusap bagian belakang kepalanya yang terkena bola voli.
"Kamu nggak papa Natha?" Guru olahraga bertanya cemas.
Natha bersungut, "pusing saya Pak, yang lempar di hukum dong."
"Pusing? Kamu duduk lagi aja kalo gitu."
"Ya saya mau nyari yang lempar Pak."
"Yang lempar Pak Hema woi, hahahahahah."
Teriakan dari teman sekelasnya yang entah siapa itu menuai tawa keseluruh teman-temannya, sedangkan Natha melotot terkejut, juga dengan Pak Hema yang tertawa kecil.
"Saya minta maaf Natha, tapi saya benar-benar tidak sengaja."
Natha meringis kecil dengan sedikit tidak rela, "yasudah Pak, lupakan."
"Baik, saya benar-benar minta maaf sama kamu," kemudian dia berbalik, "ayo anak-anak lanjutkan penilaian."
Beberapa saat kemudian, setelah baru separuh yang melakukan penilaian, ada seorang guru perempuan berkacamata dengan siswa asing di belakangnya, siswa itu mengenakan seragam tanpa atribut sama sekali, benar-benar polos layaknya hanya kemeja biasa, kedatangan orang asing yang masuk ke dalam gimnasium tentu saja menarik perhatian seluruh orang yang ada disana, kelas sepuluh yang saat ini sudah bersantai istirahat juga kelas dua belas yang sebagian bermain basket, mengikuti setiap langkah dari siswa itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kalopsia
Teen FictionDeluna tidak mengerti arti sempurna, tetapi dunia memaksanya untuk menjadi yang paling sempurna. Angelia juga tidak pernah mengerti makna keluarga. Bagaimana dia bisa mengerti jika frasa keluarga bahkan menyakitinya? Lalu ada Aldebaran Regatta, fras...