04

1K 200 73
                                    

Bab 4

.

Sonder

.

Deluna tengah menutup pintu rumahnya tanpa berbalik badan sama sekali ketika matanya tidak sengaja menemukan keberadaan ayahnya di ruang tamu.

"Papa udah pulang?"

Braja menoleh, mendapati anaknya tengah berjalan menuju kearahnya dengan tas tergantung di pundak kiri.

"Kamu nolak buat ikut olimpiade yang diadakan Gunadarma?"

Tanpa menunggu Deluna untuk duduk, Braja sudah menodongnya dengan pertanyaan itu, matanya sedikit menajam, menatap lekat putrinya.

"Iya," sedangkan Deluna tetap menjawab dengan kalem.

"Kenapa?" kali ini bahkan nadanya terdengar dingin.

Deluna diam, tidak menjawab sama sekali.

Braja menghela nafas sebentar, "Baiklah, mungkin Gunadarma terlalu rendah untuk putri Papa yang baru menang dari olimpiade internasional."

Braja kali ini tersenyum tipis, tetapi sungguh, Deluna tidak ingin melihat senyum itu terpatri untuk saat ini.

"Untuk itu Papa udah daftarin kamu buat ikut lomba ballet nasional, kamu mau kan?" Braja memiringkan kepalanya, menatap dalam-dalam Deluna yang tengah tersenyum miris.

Deluna kemudian menggelengkan kepalanya, "enggak Pa, Deluna capek."

Brakk!

Tetapi Deluna tidak berhak untuk mengatakan tidak karena selanjutnya terdengar gebrakan keras dari Braja.

"Capek!?" nadanya terdengar menuntut, seolah itu kata tabu yang baru pertama kali Braja dengar.

Deluna ingin mengangguk seraya berkata lantang bahwa dia terlampau lelah lahir dan batinnya.

"Kamu baru sekali ikut olimpiade internasional aja udah capek?"

Deluna hanya diam, memupuk kembali kesabarannya agar tidak habis jika tidak ingin sesuatu yang fatal terjadi.

"Papa ngerawat kamu dari kecil, ngabisin uang puluhan juta buat les sana sini itu bukan buat denger kamu ngomong capek, Deluna." nada Braja meninggi juga disertai dengan tekanan.

Deluna menggeleng sedih, "Deluna nggak pernah minta Pa."

Braja lalu tersenyum sinis, "Lalu kamu mau jadi bodoh seperti kakak kamu itu? Yang bahkan ikut olimpiade antar sekolah aja dia kalah."

"Papa nggak usah bawa-bawa kakak." sahut Deluna cepat.

"Kenapa? Itu bikin kamu inget sama Mama kamu yang buat buka mata aja nggak mampu?"

Tubuh Deluna menegang sepersekian detik sebelum kemudian dia kembali menguasai dirinya, sialan, rasanya dia ingin sekali menonjok orang dihadapannya ini.

KalopsiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang