Epilog
.
Usai
.
"Lun."
Suara berat dari seorang laki-laki yang datang dari arah belakang Deluna membuat Deluna menoleh. Gadis itu menaikan alisnya, bertanya, sesaat setelah Regatta duduk di samping Deluna.
Hening di antara mereka berdua, dalam balutan suara orang-orang yang berbincang juga anak-anak kecil yang bermain di sekitaran.
"Kenapa?" Deluna memutuskan bertanya, menoleh sejenak pada tangan laki-laki disampingnya yang sedikit mencengkram pegangan kursi putih yang saat ini tengah mereka duduki.
Rega mengusapkan tangannya pada kursi, gugup. Lantas memberanikan diri menatap satu-satunya gadis yang sampai saat ini masih bertahta dalam hati.
"Kita udah sejauh ini..."
Dan seakan Deluna mulai paham.
"... Nggak mau balikan?"
Netra keduanya saling beradu, berusaha berlomba saling menyelami paling dalam, mencoba menemukan apa yang hati mereka paksakan.
Rega sudah berharap ketika Deluna tampak mengedip lantas mengalihkan tatapan pada anak-anak kecil yang tengah berlarian dengan balon di tangan.
Deluna butuh jeda untuk menjawab, dan seakan semesta mendukung jawaban yang harus dia lontarkan, tiba-tiba balon salah satu anak yang tengah menjadi pusat perhatiannya pecah, menyebabkan anak itu menangis.
"Lo liat itu, Ga." Dagu Deluna mengedik, mengarahkan pada anak itu yang saat ini masih di tenangkan oleh ibunya.
Dia menatap Rega yang sudah memperhatikan anak kecil itu, lantas menghela nafas.
"Perasaan anak itu pasti sedih. Dia baru aja seneng dapet balon, terus tiba-tiba pecah gitu aja. Enggak adil. Balon yang lain baik-baik aja, kenapa mesti punya dia doang yang pecah?"
Rega menatap intens Deluna, jantungnya berdetak lebih keras, dia seperti bisa menerka jawaban akhirnya.
"Dan anak itu nggak bisa ngapa-ngapain selain liat sisa-sisa pecahan balon yang udah sobek sambil nangis, mungkin masih bisa dia tiup kalo sobekan yang pecah enggak banyak, tapi gimana kalo sobeknya di sana sini? Balon itu enggak bakal sama lagi."
Deluna menatap anak kecil itu yang sudah kembali tersenyum dengan balon baru di tangannya, tangan yang satunya mengusap ingus juga sisa air mata di pipi.
"Dan obat biar anak itu enggak nangis lagi adalah di kasih balon baru?"
Deluna mengangguk. "Yeah."
Rega tertegun sesaat.
"Apa.."
Jeda.
"... lo diibaratkan anak kecil itu dan balon adalah perasaan lo? Dan cara nyembuhinnya hanya dengan balon baru, dan artinya perasaan baru, orang baru?"
Deluna mengedik.
"Artinya.. kita udah nggak bisa?" Tanya Rega lesu.
Deluna reflek tersenyum kecil. "Ga," panggilnya, dan Rega tetap menunduk, menyembunyikan semburat kecewa yang tampak di matanya.
"Rega."
Kali ini yang dipanggil menoleh, dengan wajah sayunya.
Deluna tersenyum tipis. "Sayangnya... gue bukan anak kecil itu dan perasaan gue bukan balon, Ga."
Titik-titik harapan kembali muncul ke permukaan sesaat setelah Rega mendengar kalimat itu, maksudnya...
"... jadi?" Kali ini Rega tidak menaruh harap terlalu erat, terlalu tinggi sebab dia tau rasanya jatuh oleh ekspektasi diri.
"Ya lo pikir gue selama ini mau temenan sama lo, mau jalan bareng sama lo, itu cuma gabut doang?" Deluna berkata sedikit ngegas, kenapa ekspresi Rega belum berubah?
Dan Rega terdiam, dia sudah paham, tetapi hati dan logikanya masih ingin penjelasan juga kepastian. "Jadi?"
"Yaudah."
"Apa?" Rega bertanya dengan polos, membuat Deluna mengetatkan rahang gemas juga mencakar udara.
"Ga!"
"Hah?"
Deluna tidak menjawab, melainkan memalingkan wajah dengan sebal. Yang dibalas tawa oleh Regatta, tangan laki-laki itu beralih ke sebelah kepala gadisnya, ah gadisnya, lalu menarik lembut hingga kini kepala itu sudah bersandar di dadanya, mendengar detak penuh irama yang terasa mengudara dalam telinga Deluna.
Deluna tersenyum tipis, tidak memungkiri bahwa dia menyukai irama berantakan yang berada tepat di telinganya, dia melingkarkan tangannya, memeluk Rega dengan erat.
Akhirnya, semuanya bisa usai dengan sesuai. Sesuai dengan hati yang menginginkan juga logika yang membantu mengaminkan.
.
Usai
.
r/n
beneran selese dong ⊙.☉
pas pertama nulis itu jujur aja aku g kepikiran kalo bakal ada sampe ending, makanya aku juga deg-degan parah aslinya wkwk, tapi beraniin diri aja akuu
aku nggak tau ya, akunya kepedean atau gimana, tapi ketika aku memutuskan buat ngepublish cerita, itu artinya cerita itu udah aku baca berulang kali, dan aku percaya ketika aku ngerasa nyaman baca cerita sendiri, itu berarti sama dengan pembaca aku yang bakal nyaman sama tulisanku, like an idiom: kalo kamu nggak nyaman/cinta/suka sama diri kamu sendiri, gimana orang lain bisa nyaman/cinta/suka sama diri kamu.
ohiya, coba dong spill part atau kalimat yang membekas di kalian, pengen tauu, kalo aku sih bagian author note nya yaa, wkwk bercanda
ini serius aku udahan lohh sama Deluna, Rega, Angelia dan semuanya, huhuu ternyata gini ya rasanya pisah sama cerita pertama (T.T)
tapi sebelum aku tutup, sabi kali ya di pencet follow dulu, wkwk
Babayy, see you in another story that I will writeee, baik-baik kalian sama anak-anak guee, hahaa
KAMU SEDANG MEMBACA
Kalopsia
Teen FictionDeluna tidak mengerti arti sempurna, tetapi dunia memaksanya untuk menjadi yang paling sempurna. Angelia juga tidak pernah mengerti makna keluarga. Bagaimana dia bisa mengerti jika frasa keluarga bahkan menyakitinya? Lalu ada Aldebaran Regatta, fras...