31

524 97 27
                                    

Bab 31
.

querencia

.

"Astaga."

Seruan kaget milik Deluna terdengar ketika dia menuruni tangga untuk menuju dapur. Tidak ada yang berubah dari rumahnya selain ruang depan televisi yang mati, bantal sofa yang berantakan, beberapa bungkus makanan ringan, juga tiga laki-laki yang bergelimpangan di karpet, jangan lupakan kabel-kabel yang berserakan di dekat mereka.

Deluna berkacak pinggang, mulai memunguti bantal sofa, juga sampah-sampah. "Dasar cowok, mereka nggak risih apa tidur berantakan gini."

Angelia dengan rambut cepol asal terlihat menuruni tangga, dia menuju ke tempat Deluna berjongkok. "Mereka belum bangun?"

Deluna mengangkat bahu. "Liat noh, berantakan banget. Mungkin mereka main game sampe pagi."

"Bangunin aja sih."

"Coba aja lo bangunin mereka, kalo nggak kena tendang ya paling- GAA!"

"Paling di peluk."

Suara berat milik Rega membatalkan omelan yang sudah siap di ujung lidah, Deluna terbelit dengan lengan Rega yang menguncinya, plastik yang tadi di pungutnya sudah kembali berantakan.

Ily dan Radit sama sekali tidak terganggu, malah berbalik kemudian kembali mendengkur.

Angelia berkacak pinggang dengan muka garang. "Bagus ya kalian, bukannya bangun malah romantis-romantisan depan jomblo."

"Ngell, tolongin gueee."

Angelia mengangkat bahu. "Mending gue mandi dari pada ganggu pasutri."

Deluna melotot. "Hehh pasutri-pasutri, bantuin gue nggak lo!"

"Nggak."

Tubuh Deluna dalam bekapan Rega kembali menggeliat, mencoba melepaskan. Rega tampak anteng seolah dia tidak sedang menahan seseorang di dekapannya.

"Gaa, lepasin nggak."

Ck.

Bukannya mendapat jawaban malah dirinya yang tenggelam dalam bulu mata panjang yang tertutup, dengan alis tebal yang menukik, dan hidungnya yang bangir, juga bibir tipis yang terkatup.

Rega yang tengah tidur dengan rambut berantakan itu membuat Deluna lupa. Lupa pada apa saja yang hendak dirinya lakukan, dia terhipnotis oleh mata terpejam yang wajahnya hanya berjarak beberapa senti darinya.

Tiba-tiba mata Rega terbuka, yang langsung di suguhi oleh mata milik Deluna.

"Pagi."

Suara serak milik Rega entah sejak kapan berhasil memberi efek luar biasa pada detak jantung juga aliran darah yang seolah mengalir deras di setiap selnya. Ditambah dengan obsidian yang menatapnya lekat membuatnya seperti orang linglung yang seolah tidak hidup di dunia.

Alis Rega menukik, dia kembali bersuara. "Pagi?"

Seruan kedua sontak membuat Deluna kembali berpijak pada kesadaran sepenuhnya, dia memalingkan wajah, menatap apa saja yang penting bukan obsidian di depannya.

"Pagi." Gadis itu berkata pelan, nyaris berbisik dengan wajah yang terasa panas.

Rega tertawa kecil, yang demi apapun membuat Deluna merasa malu tetapi dia ingin terus mendengarnya, detak jantungnya sudah tidak usah ditanya bagaimana lagi keadaannya.

"Ga.. lepasin." Cicit Deluna, matanya masih berusaha menghindar dari mata Rega.

Rega mengerling jahil. "Enggak mau."

KalopsiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang