MN|| 43. Balikan?

29 2 0
                                    

Hari sudah semakin gelap tapi dua insan itu masih engan untuk beranjak dari sana. Queen sudah tidak menangis tapi tangannya masih memeluk erat pinggang Moka seolah takut kehilangan Moka untuk kedua kali.

Begitu juga dengan Moka, tangan cowok itu masih setia memeluk Queen yang dalam mode sedih. Dengan sayang tangannya mengelus-elus puncak kepala Queen.

Cup

Moka mencium pucak kepala Queen dengan lembut. Queen dibuat menenggang di tempat karena perlakuan Moka yang sangat diluar nalar. Tak terasa air mata yang sudah berhenti mengalir tadi mengalir lagi.

"Hiks, kenapa l—lo bikin hati gue tambah hancur?"tanya Queen lirih.

Moka yang mengetahui Queen menangis lagi pun dibuat panik lagi. Padahal dirinya hanya mengecup puncak kepala gadis itu, tapi kenapa dia bisa nangis?

"Za? Stt ... udah jangan nangis lagi,"ucap Moka, mendekap Queen lebih erat dari sebelumnya.

"Hiks, lo—lo jahat, hiks!"ucap Queen.

"Iya, gue tahu gue jahat tapi lo jangan gini, Za. Hati gue sakit lihat kondisi lo kayak gini, Zaza yang Moka kenal gak pernah nangis kayak gini. Udah ya?"bujuk Moka.

Bukannya berhenti Queen malah tambah mengeraskan tangisanya. Banyak pasang mata yang menatap mereka aneh.

"Za, udah dong. Lo gak malu dilihatin orang kayak gitu?"tanya Moka karena risih menjadi bahan tontonan oleh pengunjung taman.

"GAK!"pekik Queen.

Moka mendesah kasar,"udah dulu,Za. Kita makan dulu ya? Lo dari pagi tadi belum makan,"bujuk Moka lagi.

Queen memegangi perutnya yang terasa perih karena tidak terisi dari pagi ia terlalu berlarut-larut dalam kesedihannya. Queen melepaskan tangannya pada pinggang Moka lalu menatap cowok itu dengan sorot sedih.

Moka yang melihat itu hanya bisa menghela napas panjang. Ia sangat tidak suka melihat wajah Queen yang sekarang. Wajah yang tersirat akan kesedihan dan keputusasaan yang sangat ketara sekali dari tatapannya.

Tangan Moka bergerak menghapus air mata yang masih ada di pipi Queen dengan lembut. Setelah itu ia tersenyum lembut menatap Queen.

"Udah dulu ya nangisnya? Lo harus makan,"ucap Moka.

Queen masih diam membuat Moka lagi-lagi menghela napas kasar. Moka memegang kedua bahu Queen lalu menatap gadis itu lembut.

"Zaza dengerin Moka ya? Zaza boleh sedih, Zaza boleh marah, Zaza boleh nangis, tapi, Zaza juga harus makan. Ingat, Za. Mau sesedih apa pun kita tapi kita gak boleh nyiksa diri kayak gini, emang Zaza tega biarin cacing di sini kelaparan?"tanya Moka sambil menepuk perut rada Queen. Moka harus seperti ini supaya gadis itu mau mengikuti apa katanya.

Dengan polos Queen menggeleng,"enggak, nanti kasihan cacingnya mati,"lirih Queen.

Moka tersenyum senang saat mendapatkan respon dari Queen ya walau pun tidak masuk akal tapi dia suka.

"Nah, berarti hal yang harus, Zaza, lakuin setelah ini apa?"tanya Moka.

"Makan,"

"Yuk? Zaza mau makan dimana? Di rumah Moka apa di pinggir jalan?"

Bukannya tidak mau modal mengajak Queen untuk makan di kafe atau restauran. Moka tahu jika gadis itu tidak terlalu suka makan di kafe atau restoran gadis itu lebih suka makanan di pinggir jalan karena porsinya yang lebih banyak dari murah.

"Zaza kangen masakan mamah Sely,"lirih Queen.

"Tapi nanti mamah Sely sedih lihat kondisi, Zaza kayak gini. Zaza, gak mau mamah Sely sedih,"lanjut Queen.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 07 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

About QueenzaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang