Never Ending Story : Sabian Talk #2

398 43 13
                                    

Curhatan terakhir Sabian.

...

Tittle : Never Ending Story

(Spin Off BWL)

Prologue Release : Soon

Story Release : December, 2021


...

Darah yang menetes dari bawah epidermisku tidak terasa sama sekali, apakah ini yang disebut mati rasa? Atau aku mengidap penyakit yang membuatku hilang indera perasa? Sejak duniaku terasa kosong, sejak aku mendengar dengan telingaku sendiri bagaimana hakim mengetuk palu—meresmikan perceraian mama dan papa—aku mulai merasa seperti hidup di dunia yang hampa. Orang-orang bergerak, berbicara padaku, aku pun mendengarnya, tetapi rasanya aku tidak dapat mengimbangi apapun. Aku seperti melihat adegan time lapse dimana aku satu-satunya yang hanya berdiam ditempat. Merasa kosong dan tidak bisa mengimbangi laju dunia.

Mas Aldebaran sudah menikah dua bulan lalu, kami bertemu lagi--geng yang dulu disebut Mas Al sebagai Squad Ambyar. Tapi aku terlihat menyedihkan disana. Karena tidak bisa mengimbangi percakapan mereka seperti dulu, lidahku kelu, otakku tidak merespon tawa mereka, justru tawa itu terasa pahit dan menyayatku. Mereka bahagia, tetapi aku tidak. Aku disini dan terjebak sendirian, terjebak dalam raga terbengkalai, sedang jiwanya terbang bersama asa yang terpatahkan satu demi satu.

Aku menggerakkan sedikit lenganku, mengepalkan tangan, luka sayatan sepanjang tiga sentimeter disana masih mengucurkan cairan pekat berwarna merah yang terjun bebas menyentuh sisi closet, lalu mengalir ke bawah hingga air disana mulai tercemar dengan warna merah. Aku menekannya hingga sedikit rasa perih terasa, namun masih tidak mampu menebus remuk redam di dalam dada.

Sejam lalu papa pulang kerja, kemudian membanting guci mahal kesayangan mama, pecahannya menyebar di lantai ruang tengah. Saat aku mendekatinya, aroma alkohol menguar dari hembusan napasnya. Papa sering mabuk-mabukan sejak perceraiannya dengan mama diketuk palu oleh hakim. Tapi, yang membuatku remuk redam saat itu adalah kata-kata papa,"Mamamu nikah lagi! Hahaha mamamu nikah lagi Yan~ Yan. Mamamu~" Papa jatuh di kedua lututnya, tangannya menyangga di lantai. Papa menangis, terlihat amat sangat tersiksa. Airmatanya membasahi lantai marmer mahal yang dibelinya dengan hasil jerih payah. Papa kesakitan, terisak dan aku seperti tercekik melihatnya.

"Segitu nggak berperasaannya mamamu Yan. Bisa-bisanya menikah lagi, padahal cerai sama papa baru beberapa bulan." Papa menggeleng, wajahnya memerah, rautnya terlihat sangat kacau, antara sedih, kecewa dan marah. Papa meninggalkanku setelahnya, berjalan ke kamarnya sendiri dengan sempoyongan, kemudian membanting pintu.

Aku menatap lama pecahan guci di lantai, lalu mendengar suara Bu Darmi yang berkata hendak mengambil sapu untuk membereskan. Dan satu dari pecahan tajam guci itulah yang ku curi dari Bu Darmi lalu kugoreskan ke lenganku, tersenyum miris melihatnya, barang mahal kesayangan mama mewakili bagaimana mama melukaiku lagi dan lagi.

Kukira Gaza yang akan melihat luka ini pertama kali. Tapi, lenganku disingkap paksa oleh Bang Atan saat pukulan ringannya membuatku mengaduh. Dia sering pulang, mengajakku bertemu walau sering ku tolak. Aku tidak lagi merasa nyaman bertemu mereka, aku merasa seperti berada di circle yang berbeda. Tapi, cowok satu ini tidak menyerah padaku.

Tidak ada amarah yang disuarakannya, tidak ada pertanyaan yang dia lontarkan, mungkin karena tidak perlu bertanya lagi ketika bekas lukanya tak hanya satu atau dua, terlihat beberapa menghiasi lengan kiriku—ia seolah tahu apa yang sudah kulakukan hanya dengan melihatnya. Yang tidak aku sangka, ia justru menangis. Punggungnya naik turun bergetar, mukanya berpaling dariku—terlihat enggan memperlihatkan airmatanya yang mulai berserakan. Aku tak dapat melakukan apapun, aku hanya duduk membatu dan bisu.

{✔️Complete} Boy With LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang