Part 15: Penerus Tahta

737 80 7
                                    


Di pagi hari, Sam dan Artit telah bersiap untuk kembali ke istana. Mereka turun dari penginapan ke kedai makan yang berada di lantai bawah. Kedai makan itu dipenuhi oleh orang-orang sekitar dan juga pengunjung penginapan yang sedang sarapan.

Harga penginapan sudah termasuk sarapan, tetapi begitu selesai sarapan, Sam menemui pemilik penginapan dan memberikan sekantung berisi koin emas kepada si pemilik penginapan.

"Untuk membayar ganti rugi yang kemarin. Belilah tempat tidur yang baru.", ucap Sam.

"Tidak apa-apa, Tuan. Memang tempat tidur itu sudah waktunya diganti.", ujar pemilik penginapan yang bersikukuh menolak pemberian Sam.

"HORMAT PADA PERMAISURI!", seru seorang kapten yang membawahi beberapa prajurit di kota pelabuhan yang mengenali Artit. Karena ia pernah ikut mengawal ketika Sam dan Artit sampai di pelabuhan Kerajaan Utara. Ia berteriak spontan memberi hormat pada Artit karena tidak menyangka seorang Permaisuri akan berada di kedai makan sederhana itu.

Sam menoleh kebelakang pada Artit yang masih duduk dan melihat sekumpulan prajurit di kota itu yang sedang membungkuk memberi hormat pada Artit. Sam langsung menghela napas kesal karena penyamarannya menjadi terbongkar di tengah para pengunjung kedai yang ramai.

Sang kapten menoleh dan bertatapan dengan Sam. Ia langsung menekuk lutut dari memberi hormat dari jarak jauh pada Sam.

Sam mengangguk, lalu ia kembali menoleh pada pemilik penginapan yang kini telah bersujud di kakinya.

"Ampuni saya, Adipati. Mohon maaf atas kelancangan saya.", pemilik penginapan itu benar-benar ketakutan karena ia tidak mengenali Adipati dan Permaisuri nya sendiri. "Seandainya saya tahu Yang Mulia yang datang..."

"Berdiri.", ucap Sam. Pemilik penginapan itu langsung menaati perintah Sam. Ia berdiri sambil masih membungkuk tak berani menatap langsung pada Sam karena ia hanya rakyat jelata.

Sam meraih tangan pria tua pemilik penginapan itu, lalu menyerahkan kantung berisi koin emas. "Ambil. Aku memaksa. Kau bisa gunakan untuk memperbaiki tempat ini."

"Terima kasih, Yang Mulia Adipati.", ucap pria tua itu sembari terus membungkuk-bungkuk. Sepanjang Sam berjalan kembali ke meja Artit, seluruh mata pengunjung kedai tertuju padanya dan mereka membungkuk tak berani menatap mata Sam, karena rakyat jelata menatap langsung pada sang Adipati akan dianggap tidak sopan. Ini lah mengapa Sam tidak suka jika penyamarannya terbongkar.

"Ayo kita pulang, istri", ucap Sam sembari menggandeng tangan Artit.

"Maafkan saya, Permaisuri.", ucap pemilik penginapan yang membungkuk di hadapan Artit.

"Maaf untuk apa? Terima kasih atas pelayananmu selama kami menginap disini. Kami akan kembali lagi.", ucap Artit sembari tersenyum.

Pemilik penginapan itu langsung bersujud di kaki Artit. "Permaisuri!!", sebenarnya ia meminta maaf karena pernah berpikir Artit adalah pekerja seperti itu. Karena biasanya pekerja-pekerja seperti itu memiliki wajah yang rupawan untuk menarik perhatian para orang kaya dan bangsawan.

"Adipati dan Permaisuri. Apakah kami perlu mengantar Yang Mulia kembali?", tanya sang kapten prajurit.

"Apa kau ingin mengganggu waktuku berdua dengan istriku?", jawab Sam.

Prajurit itu langsung menggeleng sembari membungkuk. "Saya tidak akan berani, Yang Mulia."

"Santai lah, nikmati sarapanmu. Kami bisa kembali sendiri.", kemudian Sam melambaikan tangan pada seluruh pengunjung kedai. "Selamat menikmati makanan kalian."

Seketika seluruh pengunjung kembali membungkuk pada Sam.

Sam memberikan lagi sekantung koin emas pada pemilik penginapan. "Aku yang bayar makanan mereka."

Lalu Sam menoleh pada kapten prajuritnya dan berbicara pelan. "Suruh mereka diam."

"Siap! Yang Mulia!"

Kemudian Sam dan Artit kembali ke istana dengan menunggang kuda. Masih dengan satu kuda, sehingga Sam memeluk Artit di sepanjang jalan kembali ke istana.

***

"Apa?! Adikku menjadi calon istri Putra Mahkota?", ucap Sam yang terkejut ketika mendengar kabar yang disampaikan perdana menterinya.

"Iya, Adipati. Baru saja seorang pembawa kabar dari Selatan datang untuk melaporkan. Kini Putri Suda tengah berada di istana Kerajaan Keenam untuk menjalani beberapa pelatihan sebelum menjadi Putri Mahkota. Kemungkinan Putri Suda akan menikah tahun depan, mengikuti tanggal baik."

Sam duduk bersandar di kursi singgasananya sambil menghela napas berat. Padahal ia berharap adiknya akan kembali ke Utara. Ia ingin mempertemukan adiknya dengan istrinya. Ditambah lagi, Sam juga sangat merindukan adiknya yang sudah 3 tahun tak ditemuinya.

"Adipati. Jika Putri Suda menjadi Putri Mahkota maka....", ucapan sang menteri tertahan.

"Maka apa?", Sam menatap tajam pada menterinya. Membuat sang perdana menteri langsung menciut.

"Maka... Putri Suda tidak dapat menjadi calon penerus tahta Kerajaan Utara."

"Kau lupa apa perintahku?", ucap Sam dengan nada mengerikan yang membuat sang menteri tidak berani bicara apa-apa lagi.

Tak lama seorang menteri menyela karena mendapat laporan dari pelayan pribadinya.

"Mohon maaf menyela, Adipati. Seorang kasim Permaisuri berada di depan meminta waktu bertemu."

Sam langsung keluar untuk menemui pelayan istrinya itu. Ia terlihat khawatir ketika berhadapan dengan Sam.

"Ada apa?", tanya Sam.

"Permaisuri jatuh pingsan, Adipati."

"Apa katamu??!", Sam langsung berjalan dengan cepat menuju kediaman Artit sembari diikuti oleh pelayannya dan juga pelayan Artit.

Sam bertanya lagi, "bagaimana bisa pingsan?"

"Tadi Permaisuri pergi memberi makan pada Thaya dan Chaya seperti biasanya, lalu tiba-tiba Permaisuri muntah-muntah dan jatuh pingsan. Kini tabib istana sedang memeriksa keadaan Permaisuri."

"Apa istriku keracunan makanan? Paman. Kau tahan semua orang yang berada di dapur istana dan selidiki mereka.", perintah Sam pada Panglima Asnee yang selalu mengikuti di sampingnya.

"Baik, Adipati."

Sam menemui Artit yang terbaring di atas tempat tidurnya, nampak pucat dan lemas. Lalu Sam langsung menggenggam tangan istrinya. Ia sangat khawatir jika sesuatu terjadi pada Artit.

"Apa yang terjadi padamu? Apa yang kamu makan, istri?"

Sam menoleh pada tabib istana yang masih bersujud di hadapannya.

"Katakan, istriku sakit apa?"

"Yang Mulia Adipati. Selamat Yang Mulia akan segera memiliki keturunan."

Sam menoleh pada Artit dan saling bertatapan. Keduanya sama-sama terkejut.

"Kau yakin?", tanya Sam pada tabib istana.

"Berdasarkan pengalaman saya, saya yakin Yang Mulia Permaisuri sedang mengandung. Karena tanda-tanda dan denyut nadinya berkata demikian."

Sam kembali menoleh pada Artit dan tersenyum. Ia mencium punggung tangan Artit yang digenggamnya.

"Sam...", Artit tersenyum sampai menitikkan air mata.

"Ya. Sayang."

The ThroneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang