41

1.5K 52 3
                                    

Albert membaca satu-persatu artikel yang keluar ketika pernikahan Ellard dan Kinta dibatalkan. Ia ingin marah, namun ia merasa itu tidak akan menyelesaikan masalah.

Suara pintu yang dibuka membuat Albert menatap ke arah pintu. Millen masuk dengan membawa sebuah map.

"Ini surat perpisahan kita, aku belum menandatanganinya. Semua keputusan ada padamu, Albert. Pikirkan ini baik-baik untuk keutuhan rumah tangga kita, aku hanya memberi waktu satu bulan. Aku ingin kau menerima semua kenyataan itu, aku sangat menyanyangi anakku dan aku akan bersamanya mulai hari ini meskipun aku tahu dia masih kecewa padaku."

"Kau akan meninggalkanku?"

"Iya," jawab Millen dengan berat hati.

"Baiklah, lakukan apapun yang kau mau." Kali ini rasanya sangat sulit untuk Albert menghentikan keputusan Millen.

Tanpa perlu banyak berpikir Millen keluar dari ruangan tersebut dan tidak lama setelah itu, Ellard masuk dengan membawa koper.

"Dad, untuk sementara waktu aku akan tinggal di apartement Kinta. Dia membutuhkanku, perutnya sudah semakin membesar dan untuk menghindari para wartawan aku juga tidak akan pergi ke kantor. Aku harap Daddy bisa mengerti," jelas Ellard panjang lebar.

"Jadi kalian semua akan meninggalkan aku sendiri?"

"Bukan kita yang meninggalkanmu, tapi Daddy yang membuat kita seperti ini. Steven adalah adikku, Dad. Aku melakukan kesalahan besar dengan mencintai kekasihnya, bahkan dengan kesalahan seperti itu dia masih menganggap aku sebagai kakak. Steven juga yang meminta pada Mommy untuk mengizinkan aku menikah dengan Kinta, hanya orang berhati malaikat yang bisa melakukan itu. Apa putra seperti itu yang Daddy benci? Dia tidak pantas menerima semua ini."

"Pergilah!" sahut Albert dingin.

"Maafkan aku, Dad." Ellard menyeret kopernya dan segera meninggalkan rumah itu.

Albert mengambil vas bunga berukuran kecil, lalu melemparnya hingga pecahan vas bunga tersebut berserakan di lantai. Pria paruh baya itu tidak tahu kenapa ia merasa begitu frustasi.

****

"Kau tidak mengantar pesanan bunga?"

Ketika bangun dari tidurnya, Steven melihat Zamora berada di aprtemennya dan menyiapkan sarapan pagi untuk Steven.

"Tidak, hari ini aku ingin menghabiskan waktu bersamamu," jawab Zamora sembari tersenyum.

Steven hanya mengangguk, ia memakan roti berisi selai stoberry kesukannya.

"Apa lukamu sudah membaik?"

"Iya," balas Steven singkat.

"Kau tidak kelihatan senang?"

Steven menghentikan kunyahanya, lantas menatap wajah Zamora yang sedikit ditekuk.

"Aku senang." Steven tersenyum tipis

"Kau tidak bisa berbohong padaku. Ada apa, Steven?"

Helaan napas yang cukup panjang keluar dari mulut Steven. Ia memang tidak bisa membohongi Zamora. "Aku hanya banyak pikiran, itu saja."

"Apa kau menyalahkan dirimu atas kejadian itu? Tidak ada yang bersalah, itu adalah kecelakaan."

"Aku tahu. Sebaiknya kita tidak usah membicarakan ini lagi."

Tepat saat Steven menyelesaikan ucapannya, bel apartemen pria itu berbunyi. Zamora dan Steven saling menatap.

"Biar aku yang buka," ujar Zamora.

"Tidak, Honey. Kita berdua saja."

Steven merangkul pundak Zamora ketika mereka berjalan ke arah pintu dan saat pintu dibuka Millen tersenyum ke arah mereka.

"Aku dan Zamora sedang tidak ingin diganggu saat ini, Mommy bisa datang lain kali." Steven hampir menutup pintu, namun Zamora segera menghentikan sang kekasih.

"Steven, sejak kapan kau tega mengusir ibumu?"

Steven tidak menyahut, ia pergi begitu saja dan duduk di sofa sembari memainkan ponselnya.

"Masuklah, Bi."

"Terima kasih, Nak. Boleh aku bicara dengan Steven?"

"Kenapa harus meminta izin untuk bicara pada putramu, Bi. Aku akan menyiapkan minum, bicaralah padanya."

Mendengar ucapan Zamora membuat Millen merasa lega. Ia mendekati Steven yang terlihat sangat acuh dan tidak ingin diganggu.

"Nak, Mommy tahu kau kecewa. Tapi, bersikap acuh seperti ini bukanlah karaktermu."

Steven menoleh ke arah ibunya. "Apa yang Mommy inginkan?"

"Mommy dan Daddy akan bercerai jika dalam satu bulan dia belum bisa menerimamu."

"Kalian akan bercerai gara-gara aku?" tanya Steven datar.

"Bukan seperti itu, Steven. Mommy hanya ingin ayahmu bisa mengerti bahwa dia sangat penting dalam hidup Mommy, tapi kau juga sama pentingnya," jelas Millen.

"Daddy seperti itu karena dia membenci aku. Aku sudah sangat terluka dengan semua ini, tolong jangan membuat aku lebih terluka dengan perceraian kalian."

"Steven, cobalah untuk mengerti, Nak. Mommy sangat menyanyangimu, aku tidak bisa melihat putraku yang tidak bersalah dibenci seperti ini."

"Aku mengerti, tapi cobalah untuk mengerti aku juga, Mom! Jika dengan membenciku Daddy merasa senang maka biarkanlah. Jangan biarkan hubungan kalian hancur, aku mohon padamu." Steven berlutut memohon kepada ibunya.

Millen tidak tahan melihat Steven seperti itu, tapi keputusannya sudah bulat. Ia tidak ingin Albert membenci Steven selamanya.

"Maaf, Nak. Tapi itu sudah menjadi keputusan terakhir Mommy. Mulai sekarang, aku juga akan tinggal di sini bersamamu."

Steven akhirnya menyerah. Ia berdiri dan langsung menghampiri Zamora.

"Aku akan pergi menemui Ryan, temanilah ibuku di sini."

Zamora yang tadi sempat mendengar  pembicaran Steven dan Millen pun hanya menganguk mengiyakan ucapan kekasihnya.

Steven mengelus pipi Zamora, lalu mengecup kening wanita itu. "Terima kasih."

****

Ryan menatap iba pada Steven yang tampak sangat tidak baik-baik saja. Ia sudah mengetahui semuanya dari Minzi. Jika bisa, Ryan ingin sekali Steven membagi luka pria itu padanya.

"Aku sudah memikirkan ini, Dude," ujar Steven  tiba-tiba.

"Memikirkan apa?"

"Aku akan pergi jauh dari keluargaku."

"Jangan gila! Pergi ke mana? Apa kau akan menghindari masalahmu bukannya menghadapinya?"

"Aku adalah sumber masalah dalam keluargaku, jika aku pergi maka semuanya akan baik-baik saja."

Ryan berdiri di hadapan Steven dan menatap sahabatnya itu. "Sumber masalahnya adalah ayahmu, kenapa kau tidak menunggu dulu selama satu bulan?"

Steven menyeringai. "Sejak kecil dia sudah membenci aku hingga sekarang. Apa menurutmu hanya dalam satu bulan dia bisa menyanyangi aku, itu mustahil."

"Apa hanya ini cara yang kau pikirkan? Aku tidak setuju. Bagaimana dengan Ibumu dan Zamora?"

Steven meneguk winenya, kepalanya mendadak pusing. "Aku tidak akan memberitahu mereka. Ibuku akan mengerti nantinya dan Zamora_" Steven menjeda, ia merasa nyeri di ulu hatinya. "Jika dia tahu, dia pasti akan ikut bersamaku. Aku tidak ingin itu terjadi, dia tidak boleh meninggalkan keluarganya hanya karena aku."

"Dude, come on. Pasti ada cara lain, jangan memilih cara ini. Ini akan menyakiti banyak orang."

"Ini akan menyakitkan, tapi ini lebih baik untuk semuanya."

****



STEMORATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang