13

1.6K 62 0
                                    

Ryan membukakan pintu rumahnya untuk Steven. Pria itu langsung masuk ke dalam dan berbaring di sofa sambil menutupi wajahnya dengan bantal sofa.

"Aku akan menginap disini."

"Kenapa tiba-tiba? Apa ada masalah?"

"Tidak, semua baik-baik saja. Aku hanya ingin menginap."

Ryan tahu sahabatnya itu berbohong, namun ia memilih untuk tidak bertanya lebih lanjut.

"Kau sudah makan malam? Ibuku sedang memasak makanan lezat."

"Aku tidak lapar."

"Tidurlah di dalam jika kau sudah mengantuk."

"Hm."

Ryan meninggalkan Steven sendirian, ia mendekati Ibunya yang sedang memasak.

"Apa yang bisa aku bantu, Bu?"

"Tidak ada, ini sudah hampir selesai. Siapa yang datang? Apa itu Steven?"

"Iya, dia akan menginap disini," balas Ryan sambil menyiapkan piring di atas meja makan.

"Kalau begitu ajak dia makan malam bersama kita," ucap Ibu Ryan semangat.

"Dia bilang tidak lapar."

"Kenapa begitu? Ibu akan menemuinya."

"Tidak usah Ibu, sepertinya dia sedang tidak ingin diganggu."

Wanita paruh baya itu melihat ke arah ruang tamu, dimana Steven berada. Dan yang dikatakan putranya memang benar, pria itu tidak terlihat seperti biasanya.

***

Millen menghubungi Steven saat Ika sudah menyampaikan semuanya tentang pesan Steven padanya.

"Iya, Mom."

Millen menghela napas lega setelah Steven menjawab panggilan. "Kau dimana, Nak?"

"Aku di rumah Ryan."

Millen menatap layar ponselnya saat mendengar suara Steven yang tidak seperti biasanya, suaranya terdengar tidak bersemangat.

"Apa kau akan menginap disana?"

"Hmm."

"Steven, jangan seperti ini, Nak. Mommy harus seperti apa?" Millen meneteskan air matanya, namun segera menghapusnya.

"Jangan menangis, Mom. Aku hanya ingin sendiri. Setelah itu aku akan baik-baik saja."

Steven mengakhiri panggilannya lalu melempar ponselnya di atas meja. Ia tidak ingin terlihat lemah, tapi kenapa saat ia ingin terlihat baik-baik saja ia semakin merasa sesak.

"Dude, makanlah dulu." Ryan muncul dari arah meja makan, ia masih berusaha membujuk Steven agar makan malam bersamanya dan melupakan masalahnya sejenak.

"Tidak, aku akan tidur sekarang." Steven berjalan memasuki kamar Ryan dan itu tidak luput dari perhatian Ryan. Steven tidak pernah seperti ini, mungkin kali ini pria itu benar-benar sudah tidak tahan dan membutuhkan waktu sendiri.

***

Zamora memandang ke luar jendela kamarnya, pintu kamarnya terbuka menampilkan Ibunya disana.

"Kau belum tidur?"

"Aku belum mengantuk. Ada apa, Bu?"

"Tapi ini sudah sangat malam, apa yang sedang kau pikirkan malam-malam begini?"

Zamora memeluk ibunya. "Aku juga tidak tahu, Bu. Aku memikirkan hal yang menurutku itu bukan hal yang harus aku pikirkan."

"Apa yang kau pikirkan? Ibu akan mendengarkannya." Elina mendudukan bokongnya di sisi ranjang Zamora dan diikuti oleh gadis itu.

"Aku mengetahui hal yang begitu menggangguku, Ibu. Aku sangat ingin memberitahunya, tapi aku merasa jika aku memberitahu hal itu dia akan sangat terluka. Aku seperti bisa melihat kesedihan di matanya, Ibu."

Elina mengelus punggung putrinya. "Apa kau berbicara tentang seorang pria?"

Zamora mengangguk pelan sambil menatap mata ibunya.

"Dengar, Nak. Walaupun menyakitkan, tapi jika memang pria itu harus mengetahui kebenarannya. Bukankah lebih baik memberitahunya. Ikuti kata hatimu, sekarang tidurlah."

"Good night," ucap Zamora lalu menarik selimutnya sampai dada.

"Good night, mimpi indah sayang." Elina mengelus kepala Zamora lalu keluar dari kamar itu.



STEMORATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang