07

1.9K 63 0
                                    

Steven melangkahkan kakinya dengan cepat menuju ruangan kerja Ayahnya.

"Steven, kau sudah pulang. Aku ingin,-" Ellard tidak melanjutkan kalimatnya saat Steven melewatinya begitu saja.

"Ada apa, kau terlihat sangat marah?" Ellard mengikuti langkah kaki adiknya itu.

Dengan sangat kuat Steven menendang pintu ruang kerja Ayahnya sehingga pintu itu langsung terbuka.

Ellard tentu saja terkejut melihat itu, ia menahan lengan Steven saat pria itu akan masuk ke dalam.

"Aku harus berbicara dengan Daddy!" ucapnya dengan sorot mata yang tajam.

"Tapi kenapa harus merusak pintu, sebenarnya apa yang terjadi?"

Steven mengabaikan kakaknya, ia segera memasuki ruangan itu.

Albert menyeringai melihat Steven berdiri di hadapanya dengan mengepalkan kedua tangannya. "Apa kau akan memukul ku?."

"Kenapa kau melakukan ini? KENAPA KAU MELUKAI ORANG YANG TIDAK BERSALAH?!!" Steven memukul meja kerja Ayahnya dengan sangat keras.

"Kau yang memasak ku melakukan semua ini! Apa sulitnya mengikuti kelas bisnis? Apa sulitnya berhenti bergaul dengan teman berandalmu itu?"

"Sudah berapa kali aku katakan bahwa aku tidak tertarik dengan bisnis. Apa kau ada masalah dengan pendengaranmu, Daddy?"

"Steven, jaga bicaramu. Kau berbicara dengan Daddy sekarang!" bentak Ellard.

Steven terkekeh sambil memegangi perutnya. "Apa benar dia Daddy ku? Apa dia tahu warna kesukaanku, apa dia tahu makanan favoritku?"

Steven merubah mimik wajahnya lalu menggelengkan kepalanya. "Dia tidak tahu semua itu kak. Dia bahkan tidak pernah memeluk aku sebagai putranya. Disini, hanya kau putranya bukan aku."

Ellard tidak mengeluarkan suara apapun, ia tidak tahu harus membalas seperti apa ucapan Steven.

"Dan untukmu Daddy, jangan pernah menyakiti ataupun melukai teman ku lagi! Atau aku benar-benar tidak akan pernah menganggap mu sebagai Ayahku lagi."

Steven mendorong tubuh Ellard yang berada di dekat pintu lalu meninggalkan ruangan itu.

***

"Kakak, aku sangat mengantuk." Zaco menyandarkan kepalanya di bahu Zamora lalu memejamkan matanya.

"Tidurlah."

Ponsel Zamora tiba-tiba berbunyi dan itu dari Minzi.

"Akhirnya kau menjawab panggilan dariku. Kau dimana, Zamora? Ibumu sangat khawatir."

"Aku sedang menemani temanku di rumah sakit."

"Teman yang mana?"

"Yang jelas kau tidak mengenalnya."

"Aku akan kesana sekarang."

"Untuk apa?"

Minzi mengakhiri panggilan lebih dulu membuat Zamora kembali memasukkan ponselnya ke dalam tas.

Steven memasuki ruangan tempat Ryan dirawat, ia tersenyum pada Zamora dan melihat Zaco yang tertidur di bahu kakaknya. Pria itu merasa sangat tidak enak.

"Dokter bilang lukanya cukup parah, ia juga mendapatkan sedikit jahitan dahinya," jelas Zamora pada Steven.

Steven mendekati Zamora lalu duduk di sebelahnya. "Terima kasih."

"Kau sudah mengatakannya tadi."

"Aku akan mengatakannya lagi, jika kau tidak ada. Aku tidak akan memaafkan diriku sendiri jika terjadi sesuatu yang lebih parah dari ini pada Ryan."

Zamora menatap Steven, jarak mereka yang begitu dekat membuat gadis itu bisa leluasa memandangi mata Steven. Entah kenapa saat menatap mata itu ia ingin sekali memeluk Steven.

"Kau baik-baik saja?"

"Tidak, tapi aku sedang mencoba untuk baik-baik saja."

Keduanya saling menatap satu sama lain untuk waktu yang lama dan semua itu berhenti saat Minzi mengetuk pintu.

Minzi mengerutkan dahinya ia jelas tidak salah ruangan, tapi kenapa pria tampan yang berada di ruangan ini.

"Minzi." Zamora muncul di belakang Steven.

"Hai."

"Kalian saling mengenal?" tanya Steven bingung.

"Iya, dia temanku namanya Minzi."

Steven menjulurkan tangannya. "Steven."

"Minzi, senang bertemu denganmu." balasnya sambil menjabat tangan Steven.

Saat Zamora akan masuk kembali, Minzi menarik tangannya. "Kau dimana mengenal pria tampan itu? Apa kalian memiliki hubungan? Aku harap iya." Minzi tersenyum senang.

"Dia sudah punya pacar, berhenti bicara omong kosong. Ayo masuk setelah itu kita pulang."

♡♡♡


STEMORATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang