46

1.2K 46 1
                                    

Setelah menempuh perjalanan yang cukup jauh, akhirnya Albert dan Steven sampai di rumah sakit. Mina berjalan mengikuti langkah kaki Steven yang cepat.

Millen yang sedang memakan buburnya terkejut melihat kemunculan Steven. Kedatangan Albert bersama pria itu membuatnya lebih terkejut.

"Mom." Steven mendekati Millen. Ellard yang juga berada di sana tersenyum kepada sang ayah. Ia merasa sangat senang mengetahui fakta bahwa Steven kembali bersama Albert.

"Steven, kemari, Nak." Millen merentangkan kedua tangan, meminta Steven memeluk dirinya.

Millen dan Steven saling berpelukan erat, melepas rindu masing-masing.

"Maaf, Mom."

"Jangan meminta maaf. Terima kasih sudah kembali. Tolong jangan pergi lagi."

"Aku tidak akan pergi lagi. Aku berjanji padamu, Mom."

Kali ini Millen tidak membalas ucapan Steven, ia menatap ke arah Mina yang berdiri tidak jauh dari mereka.

"Dia siapa, Steven?"

"Dia Mina, temanku, Mom." Steven meminta agar Mina mendekat untuk menyapa ibu dan kakaknya.

"Apa Zamora mengetahui tentang ini?"

"Tidak, aku belum bertemu dengannya."

"Temui dia sekarang, Nak," pinta Millen yang langsung disetujui Steven.

"Steven, apa aku boleh ikut?"

Pertanyaan Mina lagi-lagi membuat Steven terdiam. Ellard yang mengerti kekhawatiran Steven mendekati mereka.

"Tetaplah di sini bersamaku, Mina. Aku akan mengajakmu berkekeling selama di sini. Kau mau kan?" Ellard berucap lembut sembari menepuk bahu Steven.

Mina mengangguk pelan, meskipun ia merasa kecewa karena tidak bisa ikut bersama Steven.

"Terima kasih, Kak." Steven memeluk Ellard sebentar sebelum bergegas menemui Zamora.

****

Hujan turun dengan sangat deras, Zamora cukup menikmati suara hujan yang membuat suasana hatinya membaik.

"Kak, di luar dingin. Masuklah." Zaco menegur Zamora.

"Iya sebentar lagi aku masuk."

Ketika Zamora akan masuk ke dalam, ia mendengar suara mesin mobil yang berhenti tepat di depan pagar rumahnya.

Steven turun dari dalam mobil sambil memegang payung, pandangan keduanya bertemu. Pagar yang tidak ditutup membuat Steven langsung melangkah memasuki rumah Zamora.

Zamora tidak berhenti menatap Steven, ia ingin membuktikan bahwa saat ini ia tidak bermimpi. Sentuhan tangan Steven di pipinya terasa begitu dingin karena tangan pria itu yang basah.

"Zamora."

Steven membawa tubuh Zamora ke dalam rengkuhannya, mencium kepala Zamora berkali-kali. Namun tidak ada respon yang Zamora berikan, wanita itu bahkan tidak membalas pelukan Steven.

Merasa tidak mendapat balasan dari Zamora, Steven melepaskan pelukannya lantas menangkup kedua pipi kekasihnya itu. "Katakan sesuatu, Zamora. Jangan diam saja."

"Apa yang harus aku katakan?"

"Katakan apapun yang kau mau."

"Kenapa kau datang lagi? Aku pikir kau tidak akan pernah kembali."

"Kau tidak senang aku kembali?" Steven bertanya dengan hati-hati.

Zamora menjauhkan tangan Steven dari pipinya, kemudian duduk di kursi yang berada di sana.

"Aku tidak tahu, aku tidak merasakan apapun lagi sekarang."

"Apa maksudmu, Zamora?" Steven memegang kedua tangan Zamora.

"Kau bilang aku harus tetap bahagia meski tanpamu, 'kan. Itu yang aku lakukan dan sekarang aku terbiasa melakukan semua itu."

"Bohong," balas Steven cepat.

"Kau baik kepada semua orang, ayah dan ibumu. Kau bahkan baik kepada Ellard dan Kinta yang telah mengkhianatimu. Tapi, kenapa kau tidak baik padaku, Steven?"

"Zamora, jangan seperti ini, Honey."

"Aku ingin egois untuk kali ini. Kau meninggalkan aku begitu saja tanpa mengatakan apapun. Aku hampir gila saat mengetahui kepergianmu. Apa salahku? Kenapa kau baik kepada semua orang, tapi tidak kepadaku? Kenapa?!" Zamora berteriak sambil berusaha menahan air matanya.

Steven mencoba memeluk Zamora, namun Zamora menolak dan mendorong tubuh Steven dengan kuat. "Jangan peluk aku! Pergi dari sini!"

Steven akhirnya menyerah, ia tidak ingin membuat Zamora semakin marah. "Baiklah, aku pergi sekarang, tapi aku akan kembali lagi. Aku mencintaimu." Pria itu menarik tengkuk Zamora, lalu mengecup bibir Zamora dengan lembut.

Zamora menyentuh bibirnya, ia sangat merindukan kecupan itu. Tapi di sisi lain ia juga merasa kecewa.

****

"Bagaimana Zamora?"

Ellard mendudukan dirinya di dekat Steven yang tampak murung.

"Dia baik."

"Maksudku kalian bagaimana sekarang?"

Steven menatap Ellard sebentar. Ia ragu untuk bercerita. "Kita tidak baik."

"Apa yang dia katakan sampai membuatmu sedih?" Ellard terus memancing Steven untuk bercerita kepadanya. Pria itu ingin hubungannya dengan Steven kembali hangat seperti dulu.

"Dia marah dan menyuruhku pergi."

"Itu hal yang wajar, bukan? Kau hanya perlu membujuknya dan meminta maaf."

"Tidak semudah itu."

Ellard terkekeh. "Kita tidak akan pernah bisa memahami wanita."

"Mungkin, tapi kenapa kakak ada di sini? Kau tidak menemani Kinta?"

"Tidak, aku rasa dia butuh waktu sendiri." Ellard membenarkan posisi duduknya dan kembali mengingat pertengkarannya dengan Kinta waktu itu.

"Ada masalah apa?"

"Kau tahu Kinta, 'kan. Dia hanya mempedulikan dirinya sendiri dan aku sangat benci dengan hal itu. Jujur, bahkan sampai detik ini aku tidak pernah berhenti merasa bersalah atas apa yang aku lakukan padamu, aku merasa tidak tenang dan juga merasa paling berdosa karena telah mengkhianati adikku sendiri."

Steven menepuk lengan Ellard pelan. "Kak, nasi sudah menjadi bubur, tidak ada gunanya menyesali apa yang sudah terjadi. Akan lebih baik jika kau bertanggung jawab atas apa yang kau perbuat, aku sudah memaafkanmu, Kak. Mulai hari ini jangan membahas tentang pengkhianatan lagi, aku percaya bahwa apapun yang terjadi pasti ada alasannya dan aku menerima semua yang terjadi padaku."

"Sejak kapan kau menjadi lebih dewasa daripada aku?" tanya Ellard lantas memeluk Steven.

"Mungkin sejak hari ini." Steven tertawa, lalu membalas pelukan sang kakak.

****




STEMORATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang