14

1.6K 73 0
                                    

"Terima kasih, saya harap anda datang kembali," ucap Zamora pada seorang wanita yang membeli begitu banyak bunga dari tokonya.

"Itu pasti," balas wanita tersebut.

Ketika sudah tidak ada pembeli, Zamora kembali melanjutkan merangkai bunga. Namun pergerakannya terhenti saat melihat seorang wanita paruh baya tersenyum ke arahnya.

"Bunga Daisy seperti biasanya?" tanya Zamora sambil membalas senyuman Millen. Menjadi pelanggan tetap membuat Millen sering bertemu dengan Zamora dan keduanya tampak lebih dekat.

"Iya, tapi aku ingin kau mengantarkannya pada seseorang."

"Iya tentu, kemana aku harus mengantarnya?"

"Steven."

"Steven?" ulang Zamora, pasalnya itu terdengar aneh.

"Iya, Nak."

"Jadi maksudnya, aku akan mengantarnya ke rumah Bibi?"

"Tapi Steven tidak di rumah, Nak."

Zamora langsung mengerti saat melihat perubahan wajah Millen yang tampak muram.

"Baiklah, aku akan memberikan bunga ini untukknya. Dia sangat beruntung bisa mendapatkan bunga secantik ini dari ibunya."

Millen terkekeh pelan. "Terima kasih, sayang."

"Sama-sama, Bibi."

***

Zamora menunggu Steven yang masih latihan di rungan khusus, ia mengetahui keberadaan pria itu dari Ryan. Gadis itu melihat ke sekelilingnya dan menemukan sebuah bingkai foto dimana Steven ada di dalam foto tersebut. Ia ingin menyentuhnya, namun saat mendengar suara langkah kaki mendekat ia mengurungkan niatnya.

"Zamora?" Steven sedikit terkejut, ia tidak mengetahui bahwa seseorang yang menunggunya adalah Zamora.

"Apa latihannya sudah selesai?"

Steven mengambil botol air mineral yang berada di atas meja lalu meneguknya. "Iya, ada apa?"

Zamora memberikan bunga Daisy yang dibawanya untuk Steven. Pria itu menerima dengan mengerutkan alisnya.

"Itu dari Ibumu, sepertinya dia sangat merindukanmu."

Steven terdiam lama memandangi bunga itu lalu menaikkan pandangannya pada Zamora.

"Apa dia baik-baik saja?"

"Sudah berapa hari kau tidak pulang ke rumah?"

Steven mendekatkan dirinya pada Zamora lalu menatap wajah gadis itu lekat, membuat Zamora tidak berkutik sedikit pun.

"Bagaimana kau bisa tahu?"

Zamora mendorong pelan tubuh Steven agar menjauh darinya, pria itu membuatnya sedikit tidak nyaman. "Ibumu bilang kau tidak di rumah, jadi aku hanya menebaknya. Apa itu benar?"

Steven mengangguk pelan. "Iya, aku sudah tiga hari tidak pulang ke rumah."

"Kenapa?"

Steven tersenyum lalu mencolek hidung Zamora. "Kau terlihat sangat penasaran."

"Tidak juga."

"Kau punya kegiatan setelah ini?"

Zamora tampak mengingat-ingat dan ia tidak punya kegiatan apapun setelah ini, tapi kenapa Steven menanyakan itu?

"Mau menemani aku pergi ke suatu tempat?" tanya Steven lagi.

"Kemana?"

"Kau tertarik?"

"Kau terlalu berbasa-basi," kesal Zamora.

"Jadi kau mau menemani aku atau tidak?"

"Iya, aku akan menemanimu," jawab Zamora tegas. Lalu keluar dari ruangan itu. Ia menepuk dahinya karena melupakan tasnya di dalam. Saat ia masuk kembali, gadis itu menabrak tubuh Steven dan secara tidak sadar meletakkan kedua tangannya di dada bidang pria itu. Pandangan mereka bertemu.

"Ta- tas ku ketinggalan," ucap Zamora dengan gugup.

"Ambilah, aku akan menunggumu di mobil." Steven berjalan ke arah mobilnya lalu tiba-tiba menoleh ke belakang. "Kenapa dia gugup? Lucu sekali," ucapnya sambil tersenyum.

***

"Kenapa kau banyak sekali membeli makanan dan minuman?" Zamora yang sejak tadi hanya diam mulai berbicara. Ia masih mengingat kejadian yang membuatnya gugup hingga tidak berani mengeluarkan suara. Dada bidang milik Steven sangat tidak baik untuk kesehatan jantungnya. Ia berdebar.

"Ini untukmu, makanlah." Steven memberikan sandwich pada Zamora lalu menggigit sandwich miliknya.

Zamora menerimanya dengan senang hati, perutnya lapar. "Sekarang kita akan kemana?"

"Kita hanya perlu berjalan beberapa menit dan sampai."

"Ini tempat apa? Terlihat tidak menarik sekali." Zamora melewati jalanan rusak dan tempat yang kumuh. Entah kenapa Steven memintanya untuk menemani pria itu kesini.

"Memangnya kau pikir aku akan mengajakmu kemana?"

"Kemana saja, tapi ini di luar ekspetasiku." Zamora berbicara dengan mulut yang penuh dan rambut panjangnya yang bertebangan karena angin sedikit menggangunya.

Steven memberikan minuman untuk Zamora lalu membawa beberapa helai rambut gadis itu ke belakang telinganya. Zamora merasakan pipinya memanas, ia belum pernah mendapatkan perlakuan semanis itu dari seorang pria.

Ia berjalan dengan cepat mendahului Steven. jangan sampai pria itu melihat pipinya yang bersemu merah, itu akan sangat memalukan.

"Zamora, tunggu." Steven menyusul gadis itu dengan berlari kecil.

"Kau melewati tempatnya."

Zamora ingin memukul kepalanya dengan keras, Steven terkekeh lalu menggengam tangannya untuk mengikuti pria itu. Zamora melihat seorang tunawisma, jadi inilah alasan kenapa pria itu membeli begitu banyak makanan dan minuman. Pemandangan itu membuat Zamora merasa sangat bangga dengan Steven. Pria tersebut terlihat begitu peduli dengan tunawisma itu.

"Bagikan juga pada yang lainnya."

"Terima kasih Nak," balas tunawisma itu.

"Ayo kita pergi." Steven kembali menarik tangan Zamora.

"Kau datang kesini setiap hari?" tanya Zamora sambil melihat tangannya yang di pegang oleh Steven. Steven mengikuti pandangan Zamora lalu melepaskan tanganya. "Maaf."

"Kenapa di lepas? Kau takut pacarmu cemburu?"

Steven menghentikkan langkahnya saat mendengar itu. "Tidak, kau mungkin tidak akan nyaman jika aku memegang tanganmu seperti itu jadi aku melepaskannya."

"Bagaimana jika aku menyukainya?"

Steven menaikkan sebelah alisnya, Zamora langsung memukul lengan pria itu. "Aku hanya bercanda," ucapnya lalu tertawa.





STEMORATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang