26

1.6K 68 0
                                    

Zamora menyentuh bibirnya sambil tersenyum, ia masih tidak percaya bahwa Steven menciumnya. Gadis itu ingin cepat sampai di rumah dan menceritakannya pada Minzi.

"Nona, kita sudah sampai."

Zamora memberikan uang pada supir taksi tersebut lalu turun dari mobil.

"Nona, kembaliannya."

"Ambil saja," ucapnya lalu bergegas memasuki rumah.

Zaco yang sudah menunggu kepulangan kakaknya sejak tadi segera menyambut Zamora. "Kakak, boleh aku meminjam mobil mu?"

Zamora memberikan kunci mobilnya. "Hati-hati adikku sayang."

"Sepertinya kakak bahagia sekali."

"Apa aku terlihat seperti itu?"

Zaco mengangguk pelan. "Aku pergi dulu."

"Iya pergilah," balas Zamora. Ia memasuki kamarnya dan melihat Minzi disana.

"Apa yang ingin kau ceritakan padaku sampai memintaku datang kemari?" tanya Minzi.

Zamora merebahkan tubuhnya di ranjang lalu memeluk boneka unicornnya "Steven menciumku. Aku sepertinya sudah gila karena tidak bisa melupakan ciumannya."

"Benarkah? Jadi kalian sudah berpacaran? Woah! Kalian memang sangat serasi" Minzi terlihat sangat senang. Namun melihat reaksi Zamora yang terdiam membuatnya bingung. "Kenapa kau diam saja, jangan bilang kalau kalian tidak berpacaran dan kau membiarkan dia mencium mu."

Zamora mengangukan kepalanya. Apa yang dikatakan Minzi membuatnya sadar bahwa ia dan Steven hanya berteman. Ia tidak seharusnya membiarkan Steven menciumnya. "Apa yang harus aku lakukan sekarang?"

Minzi membelai rambut Zamora. Ia tahu bahwa sahabatnya itu tertarik pada Steven. Tapi ia tidak tahu bagaimana perasaan Steven pada Zamora. Ia tidak ingin Zamora merasa kecewa nantinya. "Apa yang dia katakan setelah kalian selesai berciuman?"

"Saat itu Ryan datang, jadi dia tidak mengatakan apapun dan aku langsung pulang."

"Kalau begitu bersikaplah seperti biasa jika kalian bertemu dan jangan pernah membiarkan dia mencium mu lagi sebelum kalian berpacaran."

"Iya, aku mengerti," balas Zamora.

***

"Tidak bertemu beberapa hari kenapa kau semakin tampan." Millen memandangi Steven yang tengah memakan dessert puddingnya. Saat ini mereka sedang berada di salah satu restaurant favorit mereka.

"Come on, Mom. Berhenti memujiku." ucap Steven yang membuat Millen terkekeh.

"Apa semua kebutuhanmu di apartemen sudah lengkap?"

"Iya, Ryan sangat membantuku. Dia yang menyiapkan semuanya."

"Mommy senang mendengarnya, Ryan pria yang sangat baik."

Steven membalas ucapan Millen dengan senyuman. Millen senang melihat itu, putranya sudah sangat baik-baik saja.

"Bagaimana kabar Daddy dan kakak?" tanya Steven. Walaupun ia masih merasa kecewa atas perlakuan Ayahnya dan juga pengkhianatan kakaknya, namun itu tidak akan mengubah hubungan diantara mereka.

"Bagaimana bisa kau menanyakan kabar kakakmu setelah apa yang dia lakukan. Mommy bahkan belum bisa memaafkannya." geram Millen.

Steven menggenggam tangan Millen. "Mom, He's my brother. No one can change that."

Millen menghela napasnya. "Jika dia memang saudaramu, seharusnya dia tidak melakukan itu. Mommy bahkan tidak tahu harus bersikap seperti apa padanya."

"Aku sudah mengikhlaskan semuanya, Mom.

Millen tersenyum bangga. "Putraku sudah semakin dewasa."

"Aku hanya mendengarkan apa yang dikatakan Zamora. Kau tahu, Mom? Dia sangat pintar memberi nasehat."

"Benarkah?"

Steven menganguk semangat. "Dia terkadang seperti orang tua saat memberiku nasehat. Dia juga sangat keras kepala dan tidak bisa ditebak."

"Apa kau sadar, Nak. Saat ini kau seperti sedang menceritakan tentang kekasihmu padaku. Sepertinya Mommy tidak akan mengkhawatirmu lagi jika Zamora berada disisimu."

Steven tidak menjawab, ia tiba-tiba memikirkan ucapan Ibunya.











STEMORATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang