03

2.5K 82 3
                                    

"Bisakah kita berhenti sebentar disini, dude."

Steven menatap Ryan dengan wajah bingung. "Bukankah kita akan ke rumah sakit untuk menjenguk Ibumu?"

"Iya, tapi aku akan membelikan bunga dulu untuknya."

Mobil Steven menepi di pinggir jalan, Ryan segera turun dari dalam mobil.

Ryan menatap lama bunga-bunga yang ada di hadapannya, ia tidak tahu harus memberikan bunga apa untuk Ibunya.

"Kakak, ada yang ingin membeli bunga." teriak Zaco dari dalam sambil memainkan games di ponselnya, namun matanya tiba-tiba melotot saat melihat mobil keren yang waktu itu ia lihat kini ada di depan toko bunga kakaknya.

" teriak Zaco dari dalam sambil memainkan games di ponselnya, namun matanya tiba-tiba melotot saat melihat mobil keren yang waktu itu ia lihat kini ada di depan toko bunga kakaknya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Kau sangat tidak sopan berteriak seperti itu saat ada pembeli." Zamora memukul lengan adiknya.

"Kakak lihat, mobil keren itu lagi."

Zamora sedikit terkejut saat melihat Steven sedang tersenyum ke arahnya lalu turun dari mobil.

"Bagaimana keadaanmu? Apa lukamu sudah sembuh?"

"Iya, aku sudah lebih baik. Apa kau akan membeli bunga?"

"Bukan aku, tapi teman ku. Tolong bantu dia memilihkan bunga untuk Ibunya."

Zamora beralih menatap Ryan, pria itu tersenyum canggung padanya.

"Bunga apa yang disukai Ibumu?" tanya Zamora tanpa menghilangkan senyuman di wajah cantiknya.

Ryan menggaruk tengkuknya bingung. "Sejujurnya aku tidak tahu bunga apa yang disukai ibuku, jadi bisakah kau membantuku memilihkan bunga untuknya. Hari ini ulang tahun ibuku."

"Ini bunga Gerbera, bunga ini melambangkan cinta yang murni. Berikan bunga ini pada ibumu ia pasti akan senang."

Ryan menerima bunga itu dengan senang, lalu memberikan beberapa lembar uang pada Zamora. "Terima kasih."

"Berikan juga bunga ini pada Ibumu."

Ryan terdiam tidak mengerti.

"Ambilah, ini bunga dariku untuk ibumu."

"Terima kasih banyak."

Steven yang menyaksikan itu secara tidak sadar tersenyum tipis, ia pasti akan sangat menyesal jika tidak menolong Zamora waktu itu.

"Tokomu bagus dan pelayanan mu lebih bagus lagi. Sekali lagi maafkan aku untuk kejadian waktu itu."

"Aku sudah memaafkanmu."

Steven melihat-lihat ke sekelilingnya, Zamora yang melihat itu menjadi bingung.

"Kau mencari apa?"

"Sepeda jelekmu, apa dia baik-baik saja?"

"Iya tentu, aku sudah memperbaikinya saat seseorang hampir membuatnya rusak."

"Sampaikan maafku juga padanya." Steven memutar tubuhnya dan melihat Zaco memandang mobil miliknya dengan sangat kagum.

"Mobilku keren,'kan?"

Zaco mengangguk dengan semangat. "Sangat keren."

Steven terkekeh sambil melihat ke arah Zamora yang terus memandang adiknya. "Kau ingin menjadi seorang pembalap?"

Sekali lagi Zaco mengangguk begitu semangat.

"Berapa umurmu?"

"19 tahun."

"Apa kau sudah bisa menyetir mobil?"

Zaco menggelengkan kepalanya dengan wajah sedih. "Aku selalu ingin belajar, tapi kakak ku sangat menyebalkan. Dia selalu melarang ku."

Steven meletakkan satu tangannya di pundak Zaco. "Aku bisa melihat itu dari cara kakak mu memandang ke arah kita sekarang, tapi kau tenang saja. Aku pastikan kau akan bisa belajar menyetir dan aku yang akan mengajarimu. Bagaimana?"

"Aku mau," jawab Zaco dengan senang.

"Aku pergi dulu, siapkan dirimu kawan."

"Apa yang kalian bicarakan tadi?" Zamora memicingkan matanya.

"Rahasia." Zaco menjulurkan lidahnya membuat Zamora sedikit kesal.

"Cepat beritahu kakak! Atau aku akan adukan pada ibu jika kau sudah punya pacar."

"Tadi kita hanya membicarakan mobil kerennya, itu saja."

"Benarkah? Awas jika berbohong. Aku akan adukan pada ibu."

***

Setelah menemui dokter, wajah Ryan terlihat muram. Dokter mengatakan ibunya harus di operasi. Sedangkan ia tidak memiliki uang sebanyak itu.

"Apa yang dokter katakan?"

"Dokter bilang ibuku harus di operasi minggu ini, tapi aku.." Ryan tidak melanjutkan kalimatnya.

Tanpa perlu bertanya lagi Steven tahu jika sahabatnya itu perlu uang. "Aku akan pergi sebentar, kau jagalah ibumu disini."

"Kau mau kemana?"

Steven tidak menjawab ia hanya menepuk punggung sahabatnya itu.

Steven keluar dari rumah sakit lalu merogoh saku celananya untuk mengambil ponsel. "Aku akan ikut balapan malam ini," ucapnya pada seseorang di seberang sana.

***

"Kau kembali lagi?"

"Tentu. Ada apa, kau takut kalah denganku?"

Rico tertawa mendengar ucapan Steven yang terdengar sangat percaya diri itu.

"Kenapa harus takut, bukankah kalah dan menang itu biasa."

"Iya, itu benar," balas Steven seadanya.

"Apa taruhan kita kali ini?"

"Jika aku menang darimu berikan aku uang sejumlah 5 miliar. Itu kecil kan untuk mu?"

"Okay, tapi untuk apa uang itu? Kau sudah kaya, bukan?"

"Itu urusanku."

"Bagaimana jika aku yang menang?"

"Aku akan memberikan mobilku padamu."

"Menarik sekali."

Baik Steven maupun Rico sudah siap di garis start. Rico sangat berharap kali ini bisa mengalahkan Steven, sedangkan Steven hanya berharap agar Bodyguard Ayahnya tidak mengacaukan apapun malam ini agar semua berjalan lancar.

Gadis cantik yang memakai pakaian super minim sudah bersiap di tengah untuk memulai balapan dan saat bendera sudah diangkat. Steven langsung menancapkan gasnya, semua penonton bersorak meneriaki  nama pria itu.

Steven tidak memberikan celah sedikit pun untuk Rico yang masih berada di posisi belakang. Membuat Rico memukul stir kemudinya kesal.

Saat sudah mencapai garis finish Steven menunjukkan smirknya pada Rico. Pria itu sudah tahu bahwa ia akan menang. Karena dalam balapan ia selalu menggunakan strategi bukan insting seperti Rico.

"Ambilah cek ini."

"Thanks brother." balas Steven lalu meninggalkan tempat itu menggunakan mobilnya.

♡♡♡♡♡

STEMORATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang