24

1.6K 62 0
                                    

Ellard terlihat memainkan ponselnya, ia sungguh merasa bosan berada di rumah sakit. Luka di wajahnya cukup parah sehingga ia masih harus di rawat.

Terdengar suara pintu yang dibuka dan ia melihat Ibunya disana. "Bagaimana keadaan mu sekarang?"

"Aku sudah lebih baik, Mom."

Millen mendudukan dirinya di sisi ranjang. "Apa kau masih belum mau memberitahu Mommy. Sebenarnya apa yang terjadi? Kenapa Steven sampai memukuli mu seperti ini?"

Ellard meletakkan ponselnya. "Mom, kenapa kau terus menanyakan hal yang sama?"

"Karena aku sangat penasaran, Steven tidak mungkin memukuli mu tanpa alasan!"

Ellard menelan salivanya, Ibunya terlihat sangat frustasi sekarang dan ia tidak tahan melihat itu. "Aku berselingkuh dengan kekasih Steven," lirih Ellard.

PLAK

Tamparan yang diberikan Millen membuat kepala Ellard menoleh ke samping.

"Apa kata mu?! Berselingkuh? Apa kau tidak bisa mencari wanita lain sampai harus melakukan hal menjijikan itu!"

"Aku mencintainya, Mom."

"Tutup mulut mu itu! Cinta seperti apa yang kau bicarakan! Apa kau mengerti arti cinta?!" Millen menunjuk tepat pada wajah Ellard.

Ellard tidak menjawab, ia bahkan tidak berani menatap wajah Ibunya.

"Apa kau masih berhubungan dengan wanita itu?!" Millen berbicara sambil berusaha menahan emosinya. Ia masih mengontrol dirinya karena mereka berada di rumah sakit.

Ellard menganggukan kepalanya. Ia tidak berdaya.

"Akhiri hubungan kalian!" ucap Millen tegas dengan sorot mata tajam.

"Mom, please. Aku men,-"

"Mommy tidak mau mendengarkan apapun. AKHIRI HUBUNGAN KALIAN!"

"Mom." Ellard mencoba maraih tangan Millen. Namun Wanita paruh baya itu menjauhkan tangannya.

"Jangan menjadi pria bodoh! Wanita itu bukan wanita baik-baik. Dia murahan! Apa kau mengerti?!"

"Mom, aku mohon."

Millen menggelengkan kepalanya, matanya berkaca-kaca. " Gara-gara kebodohan mu, Steven diusir dari rumah!" geram Millen lalu meninggalkan ruangan tersebut.

***

Zamora menatap dirinya di cermin. Mengamati tubuhnya dari atas sampai bawah. "Apa aku tidak cantik? Kenapa dia harus menghubungi teman wanitanya. Padahal aku ada di depan matanya. Aiishh kenapa aku terus memikirkan itu." Gadis itu memukuli kepalanya sendiri.

"Zamora." panggil Ibunya.

"Iya, Ibu." Zamora menghampiri Ibunya, namun ia sedikit terkejut saat melihat Steven.

"Steven datang, temani dia, Nak." Elina tersenyum pada Steven lalu meninggalkan mereka berdua.

Mereka saling bertatapan, namun Zamora dengan cepat membuang mukanya. "Ada apa? Aku tidak bisa menemani mu lebih lama. Setelah ini aku harus mengantar pesanan bunga."

Steven mengerutkan alisnya lalu berpindah tempat duduk menjadi di sebelah gadis itu. Zamora menggeser tubuhnya agar tidak terlalu dekat dengan Steven.

"Apa kau kesal padaku?" Steven ikut menggeser tubuhnya hingga mereka menjadi sangat dekat.

"Jangan terlalu dekat, Ibu ku bisa salah paham jika melihatnya." ucap Zamora. Gadis itu bahkan tidak menatap Steven karena itu akan membuat hidung mereka bersentuhan.

"Tidak masalah."

Zamora bangkit dari duduknya. "Aku harus mengantar pesanan bunga." Zamora berjalan keluar dengan cepat lalu meletakkan bunga-bunga yang sudah terbungkus rapi di keranjang sepedanya.

Steven tanpa izin mengambil bunga-bunga itu lalu meletakkannya di dalam mobilnya.

"Apa yang kau lakukan?"

Steven tersenyum. "Kita akan mengantar pesanan bunga. Masuklah."

Zamora menatap Steven tajam, namun tetap masuk ke dalam mobil.

"Good girl."

***

"Aku bertanya pada diriku sendiri, tapi aku tidak mendapatkan jawabannya. Jadi beritahu aku, apa aku melakukan sesuatu yang tidak kau sukai?" tanya Steven sambil fokus menyetir.

"Itu hanya perasaan mu saja," balas Zamora ketus.

"Lihat! Kau bahkan berbicara dengan ketus padaku."

"Aku memang selalu berbicara seperti ini."

Steven melirik Zamora lalu menghela napasnya. Semua perempuan sangat sulit untuk ia pahami.

Beberapa menit kemudian, akhirnya mereka sampai. Zamora tersenyum kepada pelanggannya dan mereka sedikit berbincang. Steven hanya memperhatikan itu dari dalam mobil.

"Pria itu kekasih mu? Dia sangat tampan."

Zamora menanggapi ucapan itu dengan senyuman yang sangat ia paksakan, lalu masuk kembali ke dalam mobil.

"Apa yang kalian bicarakan?"

"Tidak ada," jawab Zamora datar.

Steven menatap ke arah Zamora. "Kita teman bukan? Kau tidak boleh bersikap seperti ini pada teman mu."

Zamora menatap balik Steven yang tersenyum padanya. Ia juga tidak mengerti, Kenapa ia merasa sekesal ini. Tidak! Ia tidak cemburu. Ia hanya merasa bahwa ia tidak dianggap oleh Steven. Pria itu ingin menghubungi teman wanitanya, lalu ia dianggap sebagai apa? Zamora bisa gila jika terus memikirkan itu.

"Zamora." Steven menyentuh tangan Zamora.

"Kenapa kau tiba-tiba membicarakan tentang pertemanan, kita masih harus mengantar satu pesanan lagi. Hidupkan mesin mobil mu!"

Steven menarik napasnya lalu menghembuskannya, Zamora benar-benar menguji kesabarannya.

STEMORATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang