23

1.7K 65 2
                                    

Steven memandangi wajah Zamora lekat saat gadis itu sibuk mengobati luka yang ada di sudut bibirnya.

"Jangan memandangku seperti itu," ujar Zamora, lalu menutup mata Steven menggunakan satu tangan. Steven tidak menghindar, ia membiarkan tangan gadis itu menutup kedua matanya.

"Kau malu jika aku memandang wajahmu," kata Steven sambil tersenyum.

Zamora menarik tangannya, lantas menatap Steven. "Tentu saja tidak."

"Kenapa kau tadi menangis?" tanya Steven serius.

"Ah, itu. Itu karena kau tidak menemani aku saat di rumah sakit," bohong Zamora. Ia tidak mungkin mengatakan yang sebenarnya, bahwa ia menangis karena merasa sangat sedih atas apa yang terjadi pada pria tersebut.

"Really? Kau menangis karena itu?" Steven tampak sangat terkejut.

"Jika kau tidak percaya ya sudah," sahut Zamora.

"Ini sulit di percaya, kau menangis dan bahkan memeluk ku karena hal seperti itu."

"Siapa yang melakukan ini padamu?" Zamora bertanya sambil melihat luka yang ada di sudut bibir pria itu.

Steven menyentuh sudut bibirnya dan sedikit meringis. "Ayahku," jawabnya jujur. Pria itu tersenyum saat Zamora menatapnya.

"Jangan tersenyum! Jangan berusaha untuk terlihat baik-baik saja. Aku benci itu."

"Aku baik-baik saja," ucap Steven meyakinkan Zamora.

"Kau tidak baik-baik saja, aku tahu itu."

"Bagaimana kau bisa tahu?" tanya Steven.

"Dari mata mu, aku bisa tahu semua dari mata mu. Kau tidak harus terlihat baik-baik saja di depan ku, kau bisa ceritakan apapun padaku."

Steven mendekatkan wajahnya pada Zamora. "Apa lagi yang kau lihat dari mata ku?" tanyanya sambil menatap mata Zamora.

"Astaga aku mengantuk." Zamora berpura-pura menguap. Jantungnya berdebar saat Steven menatapnya sedekat itu.

Steven terkekeh pelan. "Kau mengantuk saat aku menatap mata mu?"

"Aku akan tidur di bawah, kau tidurlah di sofa," ucapnya mengalihkan pembicaraan.

"Kau ingin membuat aku menjadi pria yang buruk. Tidurlah di sofa, aku yang akan tidur di bawah," ujar Steven. Pria itu mengambil bantal lalu meletakkannya di sofa.

"Bahkan disini ada bantal, sebenarnya ini ruangan apa?"

"Ruangan ini tempat dimana aku berkumpul bersama teman-teman ku," jelas Steven.

Zamora menganguk mengerti lalu mengambil bantal itu dan meletakkannya di bawah. "Sofa itu sempit, aku tidur di bawah saja."

Steven mengehela napas. Zamora gadis yang keras kepala. Pria itu ikut berbaring di samping Zamora.

"Kau tidurlah di sofa."

"Sofanya sempit," balas Steven menuruti perkataan Zamora.

"Baiklah kalau begitu," sahut Zamora. Gadis itu menatap langit-langit ruangan tersebut, merasa bahwa ruangan itu begitu luas bahkan lebih luas dari kamarnya.

"Aku tidak tahu kenapa kau ingin menemani aku disini, tapi aku ingin mengucapkan terima kasih. Bagaimana bisa kau mengubah suasana hati ku begitu cepat," ucap Steven. Saat ia menoleh ke arah Zamora, pria itu terkekeh. Zamora ternyata sudah tertidur. "Kenapa kau tidur cepat sekali." Setelah mengatakan itu Steven juga ikut terlelap.

***

Keesokan harinya

Zamora mengucek kedua matanya, ia baru saja terbangun dan tidak melihat Steven. "Kenapa aku bisa tidur di sofa? Dimana pria itu?" ucap Zamora.

STEMORATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang