12

1.7K 68 2
                                    

"Kak, ayo mampir ke restaurant itu aku lapar." Zaco memandang kakaknya dengan wajah memelas.

"Baiklah."

Zaco tersenyum senang, lalu turun dari mobil bersama Zamora.

Zamora memasuki restaurant yang tampak sangat ramai, pandangannya terhenti saat melihat sepasang kekasih di meja dekat jendela.

"Kita duduk di sana." Gadis cantik itu menarik tangan Zaco agar mengikutinya.

"Steven," sapanya dengan pongah, ia melirik Kinta sebentar.

"Hai, kalian di sini juga."

"Iya, tapi sepertinya kita akan mencari restaurant lain saja. Semua meja sudah penuh. Padahal Zaco sangat lapar." Zamora mengelus kepala Zaco. Zaco mengerutkan dahinya tidak mengerti.

"Bergabunglah dengan kita," ucap Steven yang langsung mendapatkan tatapan tidak suka dari Kinta.

"Tida,-"

"Terima kasih." Zamora langsung menyela ucapan Zaco dan mendudukan dirinya.

"Kakak, apa-apan ini. Kau bisa menggangu kencan mereka," bisik Zaco pada Zamora.

"Diam dan duduklah," balas Zamora sambil tersenyum.

"Dasar tidak tahu malu!" Kinta melipat kedua tangannya sambil menatap Zamora sinis.

Steven menyentuh tangan Kinta agar wanita tersebut tidak berkata seperti itu, sedangkan Zamora yang sedang melihat menu makanan hanya berpura-pura tidak mendengar.

"Aku ke toilet sebentar." Steven berpamitan, lantas segera bangkit dari tempat duduknya. Kinta membalasnya dengan mengangguk.

Setelah selesai memesan makanan, Zamora menatap balik Kinta sambil tersenyum tipis.

"Bagaimana rasanya berpacaran dengan dua pria sekaligus?"

Jantung Kinta berdetak dengan kencang, ia bahkan memastikan bahwa Steven sudah berjalan menjauh ke arah toilet.

"Apa maksudmu?!"

Zamora membawa rambutnya ke belakang, lalu mendekatkan wajahnya pada Kinta. "Maksudku adalah kau berselingkuh dengan kakak Steven," ucapnya sedikit di pelankan.

Zaco seketika menatap kakaknya, kemudian beralih menatap Kinta. Kakaknya memang sesuatu, Pantas saja ia bersikap aneh. Pikir Zaco.

"Jangan bicara omong kosong, bitch!" Kinta terlihat gugup, namun mencoba menutupinya sebisa mungkin.

Pelayan datang membawa pesanan Zamora dan Zaco. "Selamat menikmati."

"Terima kasih," balas Zamora sambil tersenyum. Ia memotong Steak, lalu memasukkan steak tersebut ke dalam mulutnya tanpa peduli dengan Kinta yang menunggu balasan darinya.

"Apa kau ingin mencobanya? Ini sangat enak."

Kinta tidak menanggapi, ia benar-benar penasaran dengan Zamora yang bisa mengetahui tentang perselingkuhanya dengan Ellard.

"Kau pasti penasaran aku tahu darimana, aku bahkan punya bukti perselingkuhanmu. Kau ingin melihatnya?"

Zaco melirik kakaknya sebentar, lalu kembali memakan spaghetti-nya.

Kinta mengepalkan tangan, wajahnya benar-benar merah. Ia yakin jika Zamora memang mempunyai bukti. "Apa maumu?" ucapnya tegas.

Steven sudah berjalan mendekat ke arah meja mereka.

"Aku mau kau mengatakannya pada Steven."

Kinta memukul meja menarik perhatian beberapa pengunjung. "In your dream! Jika kau ingin memberitahunya dengan bukti yang kau punya silakan." Kinta bangkit lalu menarik tangan Steven meninggalkan restaurant tersebut.

Zamora menghela napas, ternyata tidak semudah itu membuat Kinta menuruti perkataanya.

"Kenapa tidak berikan buktinya saja pada kak Steven." celetuk Zaco.

"Kau pikir mudah, lanjutkan saja makan spaghetti-mu."

Zaco mengendikan bahunya, ia sebaiknya memang diam.

***

Kinta turun dari mobil Steven begitu saja tanpa mengatakan apapun, Steven menyusul kekasihnya lalu menahan lengan Kinta.

"Ada apa? Kau baik-baik saja?"

"Suasana hatiku sedang buruk jadi pergilah!" Kinta tidak sadar sudah meninggikan volume suaranya.

Steven melonggarkan pegangan tangannya pada lengan Kinta. "Bukankah kau terlalu egois? Aku hanya mengkhawatirkanmu dan kau menyuruh aku pergi. Baiklah aku pergi."

"Steven, aku tidak bermaksud seperti itu."

"Aku akan pergi!" ucap Steven lalu masuk ke dalam mobilnya dan berlalu dengan sangat cepat.

Kinta menjambak rambutnya frustasi. "Arghh ini semua gara-gara gadis sialan itu!"

***

Steven memasuki rumahnya dan tidak melihat siapapun, ia menghampiri Ika yang berada di dapur.

"Ika, kenapa sepi sekali. Kemana semua orang?"

Ika memainkan jari-jari tangannya tampak bingung harus menjawab apa.

"Ika," panggil Steven sambil menyentuh lengan wanita yang sudah bekerja selama bertahun-tahun di rumahnya.

"Tuan dan Nyonya pergi makan malam bersama untuk merayakan keberhasilan Tuan Albert dalam bisnisnya." Ika menjeda kalimatnya sebentar lalu menatap Steven yang menunggu kelanjutan kalimatnya. "Tuan Ellard juga ikut bersama mereka."

Steven menganggukan kepalanya lalu menuangkan air putih ke dalam gelas dan meneguknya cepat. Ini sudah biasa terjadi padanya, tapi entah kenapa ia masih merasa ini tidak adil untuknya. Pria itu merasa dikucilkan oleh keluarganya sendiri.

"Ika, katakan pada Mommy aku tidak akan pulang malam ini. Jangan khawatirkan aku, aku akan baik- baik saja. Katakan itu juga padanya." Steven menyugar rambutnya lalu melempar gelas yang di pegangnya dan membuat Ika terkejut.

"Maafkan aku," ucapnya pada Ika lalu memutar tubuhnya. Ika menatap iba kepergian tuannya, namun ia juga tidak bisa melakukan apapun.







STEMORATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang