11

1.8K 59 0
                                    

Tok tok tok

Zamora mengetuk pintu kamar Zaco yang belum juga terbangun dari tidurnya. Gadis itu masuk begitu saja karena pintu yang tidak dikunci.

"Co, bangunlah. Kau bisa telat ke kampus." Zamora menyibak selimut yang menutupi tubuh Zaco.

"Aisshh, aku masih mengantuk kak." Zaco melempar bantal guling ke arah kakaknya lalu menarik selimutnya kembali.

Zamora mendengus kesal, ia akan menggunakan cara yang menurutnya ampuh untuk membangunkan adiknya.

"Ibu." Teriak Zamora.

"Apakah ibu tahu bahwa Zaco sudah punya pa,-"

Zaco bangkit dari atas ranjang dan langsung masuk ke kamar mandi. Zamora terkekeh melihat adiknya itu.

"Kau benar-benar menyebalkan! Selalu mengancamku dengan itu. Pantas saja kau tidak punya pacar." Zaco berteriak dari kamar mandi.

"Terserah apa katamu," balas Zamora masa bodo.

"Kenapa lagi adikmu itu?" tanya Elina pada putrinya.

"Biasa, dia tidak mau bangun ibu."

"Ibu yang akan membuka toko, kau antar Zaco dulu ke kampus."

Elina mengecup puncak kepala Zamora lalu memutar tubuhnya. Wanita paruh baya itu menatap heran pemuda yang sedang berdiri di dekat sepeda Zamora.

"Nak."

Steven menoleh saat ada yang memanggilnya, pria itu memberikan senyum terbaiknya pada Elina.

"Perkenalkan nama saya Steven, bibi."

"Ada perlu apa, Nak?"

"Ibu, aku lupa memberikan kuncinya." Zamora mengerutkan dahinya saat melihat Steven bersama ibunya.

"Steven, kau sedang apa disini?"

"Ah, jadi kalian saling mengenal. Kalau begitu ibu pergi dulu." Elina mengambil kunci toko di tangan Zamora.

"Iya ibu, hati-hati. Aku akan segera menyusul."

Sebelum memasuki mobilnya Elina tersenyum pada Steven. Jarang sekali ada seorang pria datang ke rumah untuk bertemu Zamora.

"Aku datang untuk mengantar sepedamu."

"Kau tidak perlu mengantarnya kesini, tapi aku tetap berterima kasih. Aku harus membalasmu dengan apa?"

"Aku sangat haus, aku sudah menunggu disini sekitar 30 menit."

"Lalu kenapa kau tidak mengetuk pintu rumahku, dasar aneh. Masuklah aku akan buatkan minuman untukmu."

Zamora sibuk menyiapkan minuman untuk Steven, sedangkan Steven sudah duduk di sofa sambil membaca pesan dari Kinta.

Maaf, aku sangat sibuk kemarin.

Aku sangat khawatir denganmu, terima kasih sudah mengabari aku sekarang.

Love you.

Love you too.

Steven memasukkan ponselnya ke dalam saku dan terkejut saat Zamora menatapnya dengan melipat tangan di depan dada.

"Kau sibuk dengan ponselmu sampai tidak menyadari aku sudah berada disini."

"Kau mengangetkan aku." Steven langsung meminum jus jeruk yang Zamora buatkan untuknya.

"Sepertinya kau memang sangat haus," ucap Zamora melihat gelas yang tadinya penuh sekarang menjadi kosong.

"Kau pikir aku bercanda."

Zamora tidak menyahuti ucapan Steven, ia hanya terus menatap pria itu. Walaupun ia sangat ingin memberitahu Steven tentang hal yang ia ketahui soal hubungan Kinta dan kakaknya. Namun Zamora benar-benar tidak sanggup, mata itu. Mata yang begitu sangat menarik perhatiannya, gadis itu seperti bisa melihat sesuatu yang disembunyikan Steven dari matanya.

"Zamora," panggil Steven.

"Apa ada yang menyakitimu?" ucap Zamora lirih.

"Hah?! Apa maksudmu?"

Zamora memejamkan matanya, merutuki kebodohannya. Ia benar-benar tidak sadar saat mengatakannya, semua itu keluar dari mulutnya begitu saja.

"Kakak."

"Kau sudah siap? Ayo berangkat."

"Hai kak," sapa Zaco pada Steven.

"Hai, Kau akan ke kampus?" balas Steven sambil tersenyum.

"Iya kak."

"Aku harus mengantar Zaco ke kampus." Zamora merasa lega karena Zaco datang di saat yang tepat, ia jelas tidak akan bisa menjelaskan maksud ucapannya tadi pada Steven.

"Bukankah dia sudah bisa menyetir?"

"Tapi dia belum memiliki SIM."

Steven menganguk pelan. "Kalau begitu belajarlah dengan baik, aku akan pergi sekarang."

***

Nita memakirkan mobilnya di basement dan mengambil beberapa bir yang akan ia minum bersama Kinta. Wanita tersebut berjalan menuju apartemen sahabatnya dan mengetuk pintu.

"Kenapa lama sek,-" Nita membelakkan matanya melihat pria yang membukakan pintu untuknya. Ia akan senang jika itu Steven, tapi itu tidak penting sekarang. Yang menjadi pertanyaannya kenapa Ellard berada di apartemen Kinta?

"Masuklah, aku akan pergi," ucapnya sambil tersenyum.

Nita membalas senyuman itu lalu masuk ke dalam dengan cepat dan melihat Kinta yang sibuk memakai bajunya dengan cepat.

"Kau." Nita meletakkan birnya asal lalu duduk di sofa sambil menatap sahabatnya itu meminta penjelasan.

"Kenapa?" tanya Kinta santai.

"Are you crazy?"

Kinta bangkit dari sofa lalu mengambil bir yang dibawa Nita, tanpa menjawab pertanyaan sahabatnya itu.

"Apa kau sadar apa yang kau lakukan saat ini?"

"Iya aku sadar, berhenti bereaksi berlebihan."

Nita tertawa meremehkan. "Bereaksi berlebihan katamu? Yang kau lakukan ini benar-benar gila! Kenapa harus Ellard?" Nita meninggikan volume suaranya.

"Semua terjadi begitu saja." Kinta menuangkan bir ke dalam gelasnya lalu meneguk dengan cepat.

"Bagaimana dengan Steven, Kau tidak memikirkan perasaanya?"

"Entahlah, mereka kakak beradik tapi sangat berbeda. Apa yang tidak aku temukan pada Steven, aku temukan pada Ellard."

"Berhenti bicara omong kosong! Bukankah aku sudah pernah bilang jangan menyia-nyikan pria seperti Steven. Tapi kau malah berselingkuh dengan kakaknya di belakangnya!" Nita menatap Kesal ke arah Kinta lalu bersiap meninggalkan tempat itu.

"Apa kau itu sahabatku? Kenapa kau tidak pernah mendukungku?"

Nita menghentikan langkahnya lalu memutar tubuhnya. "Aku memang sahabatmu tapi aku tidak akan mendukung hal yang menurutku tidak benar. Kali ini aku benar-benar tidak mengerti dengan jalan pikiranmu itu. Berselingkuh? Kau pikir aku akan mendukung perselingkuhanmu dengan Ellard. Sebelum melakukan semua ini apa kau pernah berpikir apa yang akan terjadi kalau sampai mereka tahu kau sudah menipu mereka?"

"Jadi kau akan mengatakan pada Steven dan juga Ellard?"

"Aku tidak seburuk itu, ini urusanmu untuk apa aku ikut campur."

Kinta menatap kepergian Nita lalu kembali meneguk birnya.




STEMORATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang