19

1.4K 58 2
                                    

Millen dan Ika membantu Steven menyiapkan bingkisan yang akan pria itu berikan pada anak-anak panti. Dimana bingkisan tersebut berisi perlengkapan sekolah, camilan dan juga mainan untuk anak-anak.

Millen memperhatikan Steven saat pria itu menghitung jumlah bingkisan dengan serius untuk memastikan bahwa semua anak panti mendapatkan bingkisan.

"Apa ada yang kurang, Nak?" tanya Millen.

"Tidak, Mom. Terima kasih sudah membantu ku," ucap Steven yang ditunjukan kepada Millen dan Ika.

"Kau akan pergi sendiri?"

"Aku akan pergi bersama Ryan, dia sangat menyukai anak-anak."

Millen membelai rambut putranya lalu berkata, "Kau juga menyukai anak-anak kan, kenapa tidak menikah saja?"

Steven menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, entah kenapa Ibunya berkata seperti itu. Menikah bukanlah hal yang mudah baginya.

"Aku memang menyukai anak-anak tapi aku belum siap untuk menikah, Mom. Biarkan kakak saja yang menikah lebih dulu."

Wanita paruh baya itu menghela napasnya. "Sepertinya aku akan memiliki cucu di saat wajah ku keriput dan rambut ku sudah memutih."

Steven memeluk Ibunya. "Itu tidak mungkin, Mommy terlalu cantik untuk terlihat tua."

"Siapa yang mengajarimu berkata manis seperti itu, anak nakal!"

"Aku bersungguh-sungguh," balas Steven sambil tersenyum.

"Pergilah, Ryan pasti sudah menunggumu."

"Baiklah."

***

Minzi menopang dagunya menggunakan kedua tangannya, kelopak bunga mawar berserakan di lantai dan semua itu adalah ulah Zamora. Gadis itu mencabut kelopak bunga mawar satu persatu sambil berkata 'Memberitahunya atau tidak memberitahu'.

"Tidak memberitahu," ucap Zamora tepat saat ia mencabut kelopak bunga mawar yang terakhir.

"Tidak, tidak. Kenapa dari tadi seperti itu, aku akan mencoba lagi." Zamora mengambil bunga mawar lagi dan melakukan hal yang sama.

"Zamora tolong be,-" ucapan Minzi terpotong karena Zamora langsung menyela ucapannya dengan cepat.

"Jangan ganggu aku!"

"Bagaimana jika hasilnya terus seperti itu, apa kau tidak akan memberitahu Steven?" geram Minzi. Namun Zamora tetap tidak memperdulikan ucapanya.

Zamora menatap lama satu kelopak bunga mawar yang tersisa. Ia menggigit bibir bawahnya lalu mencabut kelopak bunga itu secara lembut dari pangkalnya dan berkata dengan sangat lirih sehingga Minzi tidak bisa mendengar apa yang dikatakan oleh sahabatnya itu.

***

Anak- anak panti sudah berbaris rapi menunggu giliran mereka untuk mendapatkan bingkisan dari Steven dan Ryan.

"Terima kasih kakak," ucap gadis kecil yang berada di urutan terakhir.

"Sama-sama," balas Steven sambil mengelus rambut gadis itu.

"Siapa namamu, cantik?" tanya Ryan sambil tersenyum.

"Nama ku Beby, kakak," balasnya lalu tersenyum begitu menggemaskan hingga membuat Ryan mencubit pipinya.

Ponsel Steven berbunyi dan ia melihat nama Zamora tertera disana. Tidak biasanya gadis itu menghubunginya.

"Aku akan menjawab telpon dulu," pamitnya pada Ryan.

"Ada apa, Zamora?" ucap Steven saat sudah menjawab panggilan itu.

Steven melihat layar ponselnya dan panggilannya belum terputus. Tapi kenapa Zamora hanya diam saja.

"Zamora, kau baik-baik saja?" tanyanya merasa khawatir.

"Aku ingin bertemu denganmu, ada sesuatu yang harus aku beritahukan padamu."

"Memberitahukan tentang apa?"

"Kirimkan lokasimu sekarang, aku yang akan menemui mu," ucap Zamora langsung mengakhiri panggilannya.

"Aneh," kata Steven sambil mengirimkan lokasinya pada Zamora.

***

Steven melirik arloji yang melingkar di tangannya, ia sudah menunggu Zamora sekitar 30 menit dan gadis itu belum juga muncul. Pria itu mengambil ponselnya untuk menghubungi Zamora, namun saat ia mendengar suara mesin mobil ia kembali memasukkan ponselnya.

Zamora turun dari taksi, pandangan matanya langsung tertuju pada plang yang bertuliskan Panti Asuhan. Ia yakin jika Steven baru saja berdonasi di panti asuhan tersebut. Harus berapa banyak lagi pria itu membuatnya kagum.

"Maaf, membuatmu menunggu."

Steven meletakkan punggung tangannya di dahi Zamora lalu menangkup pipi gadis itu yang memerah. "Zamora, kau demam."

"Aku baik-baik saja, ada yang harus aku beritahukan padamu," ucap Zamora dengan lemah, kepalanya mendadak pusing.

"Baik-baik saja dari mana, wajahmu pucat. Kau demam," ujar Steven khawatir.

Zamora menggeleng, meyakinkan Steven bahwa ia baik- baik saja. "Steven."

"Kau bisa beritahukan padaku nanti, sekarang kau harus diperiksa." Steven menarik tangan Zamora menuju mobilnya, namun Zamora memukul punggung pria itu pelan hingga Steven menoleh ke arahnya.

Saat Zamora akan mulai berbicara pengelihatannya menjadi gelap dan ia tidak sadarkan diri. Dengan cepat Steven menangkap tubuh gadis itu lalu menggendongnya. Ia memasukan tubuh Zamora ke dalam mobil dengan hati-hati.

"Gadis keras kepala," ucapnya.




STEMORATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang