Rain

58K 3.5K 198
                                    

Happy reading
Sorry for typo

Hujan membasahi bumi yang dipijak saat ini rasa sakit di relung hati begitu menyayat hati, tak bisa lagi digambarkan dengan apapun bahkan bumi pun ikut menangis.

Air mata membasahi pipi tak kuat lagi menahan derasnya air yang terus ingin mengalir.

"ALVERO!" Teriakan dari sang bunda begitu menyayat hati.

Seorang remaja laki-laki kini sudah menyatu dengan dinginnya tanah lembap, meninggalkan sebuah pusara sebagai tanda bahwa dia pernah menginjakkan kaki di bumi fana ini.

"Bunda, ikhlaskan Vero. Dia pasti sedih melihat bunda seperti ini," ucap Clovis, si sulung menenangkan sang bunda yang masih menangis histeris di kuburan sang adik bungsunya.

Tak menghiraukan ucapan putranya, Arin malah semakin hanyut kala mendengar nama putranya yang telah berpulang. Ia mengingat kenangan-kenangan manis bersama Vero, begitu hangat.

Tiba-tiba pikiran Arin terhenti saat ia mengingat satu wajah seorang bayi yang sangat familiar. Arin berdiri kemudian ia mencengkram erat lengan sang suami, Gilbert.

"Kita harus mencari anak itu, a- aku yakin sekali dia masih hidup"

Gilbert menatap istrinya bingung. "Anak siapa yang kau maksud?"

"Kembaran Vero," balas Arin lirih. Kepalanya tertunduk takut.

"Bunda sadarlah, dia sudah mening–"

"Dia tidak meninggal waktu itu. Bunda memalsukan kematiannya." Ucapan Dante, sang putra kedua terpotong karena perkataan lantang Arin.

Gilbert melepas paksa cengkraman istrinya dan menampar pipi Arin dengan sangat kencang. "APA MAKSUDMU?!" Suara Gilbert meninggi.

"Hiks maafkan aku." Tubuh Arin luruh. Ia menyesal karena dahulu telah membuang bayinya sendiri.

"Atas dasar apa kamu membuang bayi yang tak bersalah itu HAH!" Gilbert kembali membentak Arin yang sudah menumpahkan air matanya.

"Maafkan aku, aku khilaf aku takut dia cacat karena dia memiliki kelainan. Aku tak mau nama keluarga kita tercemar hanya karena anak yang memiliki kekurangan," lirih Arin dengan napas yang tersengal sengal menahan sesak di dada dan tangisan.

PLAK

satu tamparan lagi di layangkan Gilbert membuat ujung bibir Arin mengeluarkan darah segar.

"Maksud bunda apa? Aku nggak nyangka bunda sekejam itu aku kecewa dengan bunda," timpal Clovis.

"Akh..." Dante menjambak rambutnya sendiri melepaskan rasa kesal dan kecewa dalam dirinya.

Bunda yang selama ini dia puja-puji yang selama ini dia hormati tapi dengan tega membuang anaknya sendiri tanpa satu orang pun yang tau bunda macam apa itu.

"Pergi," lirih Gilbert.

"Tidak sebelum aku menemukan anak itu, tolong beri aku kesempatan kedua, aku mohon Gilbert." Arin memohon di kaki Gilbert sang suami supaya memberikan kesempatan kedua untuknya.

"PERGI!" Gilbert mendorong Arin hingga terjatuh.

"Tak ada kesempatan kedua untukmu, aku bukan Tuhan yang bisa memaafkan kesalahan sebesar ini!"

"Tap–"

"PERGI! sebelum timah panas di pistolku menembus jantungmu"

Arin pergi dengan luka yang sangat menyayat hati tak terbayangkan olehnya akan serumit ini dan sesedih ini.

BABY/I ELTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang