44. Mental Breakdown

49 9 0
                                    

"Eh, ya ampun.. Itu motornya bukan, sih??" suara bisikan itu membuat Susan mengangkat kepalanya.

Dan hal itu sukses membuat matanya terpaku. Didepannya, motor Amir baru saja menyalip angkot yang dia naiki.

Setelah tadi Yuki bilang kalau dia sudah jalan. Susan jadi harus naik angkot menuju sekolah.

Sekarang bahkan sudah terlambat.

Ditambah pemandangan Amir membonceng cewek diatas motor yang jelas bukan teman kelasnya seperti yang cowok itu bilang membuat Susan menghela nafas.

Sepertinya dia sudah dipermainkan. Tidak ada lagi kejujuran!

Beberapa saat kemudian, angkot yang Susan tumpangi sampai didepan gerbang. Sudah banyak murid yang berbaris. Walaupun bukan pak Purwaji yang piket tetap saja Susan kesal.

Ia agak takut kalau nanti malah disuruh pulang. Apalagi pagi ini adalah mata pelajaran guru killer dikelasnya.

"Yang baru dateng berdiri, nak!!"

Susan menurut, berdiri dibarisan depan dengan kepala tertunduk. Satu persatu, murid mulai ditanya alasan mengapa mereka terlambat.

Setelah itu mereka dihukum memunguti sampah disekitar lapangan.

"Ciyeee... Telat mulu lo, neng?? Mau abang jemput gak besok?" sebuah suara yang masuk ke pendengarannya itu membuat Susan mendengus.

"Sableng!" umpat Susan. "Lo aja telat, sok-sok nawarin jemputan!"

"Mulut lo ya, astaga! Kebanyakan main sama Atheo!" gerutu Yuta.

"Salah! Theo yang kebanyakan main sama gue!" ralat Susan.

Yuta mendengus pelan mendengar ucapan gadis itu. Tapi dalam hati langsung membandingkan kelakuan Susan dan Atheo.

"Serius ini gue, lo kok telat?"

"Kesiangan."

"Ya kesiangan itu artinya telat, Susano'o!! Maksud gue karena apa?!" tanya Yuta geram.

Mereka masih mengobrol sambil berbisik dengan tangan memunguti sampah daun disekitar mereka.

"Karena gue gak berangkat pagi," jawab Susan lagi-lagi membuat Yuta naik darah.

Kalau saja tidak ada guru yang melihat, Yuta pasti sudah mencak-mencak. Atau setidaknya, pemuda itu pasti sudah melemparkan sampah daunnya pada gadis disebelahnya itu.

"Mau gak gue jemput?" tawar Yuta lagi. Tak mau melanjutkan yang tadi.

Susan menoleh, menatapnya dengan kening berkerut walau ekspresinya datar. "Lo suka gue, ya?!" tudingnya langsung.

Yuta menganga. Mengerjap beberapa kali sebelum tangannya menarik rambut Susan.

"Kotor, ih!"

"Lagian elo, gue tuh baik. Nawarin bantuan!"

Susan memutar bola mata. "Kalo gue terima juga gak bakal ada perubahan kalo berangkat sekolah sama lo!" cibirnya.

X-3: Ineffable [Tak Terlukiskan] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang