"Lho??? Kok ngilang? Ini ceweknya pada kemana?!" tanya Haechan menoleh kanan-kiri dengan panik.
"Gue tadi denger suara Naya bilang ketemu, sumpah! Tapi, sekarang gak ada!" kata James sambil memeluk lengannya.
"Yang setan itu Susan bukan Naya! Yang bener aja.."
"Lat, lo jangan diem aja, dong!" omel James mengguncang lengan si jangkung yang hanya berwajah datar tersebut.
"Heh, cowok! Kalian kebanyakan yang maju, ogeb!" suara Susan membuat mereka bertiga menoleh kebelakang. Dan syukurlah gadis itu memang ada wujudnya disana.
Mereka langsung mendekat kearah Susan dan Naya.
"Dasar bego!" cibir Susan sinis.
Haechan mengalihkan pandangannya, James sendiri sudah mencebikan bibir. Dan Galih, ia masih setia dengan ekspresi datarnya.
Naya membaca kertas ditangannya. Gadis itu menatap teman-temannya. "Temukan ruangan 21 A."
"Udah, itu aja?" tanya Susan memastikan.
Naya menganggukkan kepalanya.
"Ruangan 21 A, apaan anjirr??" tanya Haechan gemas.
"Mungkin kita harus ke gedung nomer 21??" celetuk James menyuarakan pikirannya.
"Gedung disini pake simbol huruf!"
"O-oh iya, ya.. Hehehe.."
"Ruangan ke 21 kali itu maksudnya," sahut James.
Haechan mengernyit. "Berarti harus ngitungin pintu sampe 21?"
"Ya, gak mungkin sesederhana itu!" Susan memprotes.
"Terus apa? Waktu kita cuma satu jam lagi," peringat Galih.
"Mungkin kita harus ke gedung A, cari ruangan nomer 21!" usul Naya.
"Emang ada ruangan 21?" tanya James. "Seinget gue, gedung A cuma aula," ujarnya.
"Hm, anak basket sering lewat sana," Haechan mengangguk, menyetujui ucapan Galih dan James.
"Mungkinkah emang di aula?" tanya Susan.
"Aula lebar, Sus! Ya kali.."
"Karena itu lebar, pasti muat buat 21 orang bahkan lebih!" kata James. "Ck, gak ada setan kalo itu yang lo takutin, Chan!!!!" decaknya jadi gemas.
"Hm, ya udah, ayo buruan ke aula!"
"Heh?? Beneran mau kesana?!" Haechan menatap teman-temannya itu satu-persatu.
"Udah, gak papa," bujuk Naya.
Haechan meneguk ludah, melirik kanan kiri. "Disana gelap anjirr, ser-WHOAAA.. ANJIRRR!!!" teriak Haechan kaget sambil mendorong wajah James yang sudah tertawa terbahak-bahak.
Haechan jatuh terduduk, memegangi dadanya yang berdebar keras karena terkejut akibat James yang dengan sengaja meletakkan senter dibawah dagu sehingga wajahnya terang seperti hantu.
"Anjir lo, Jem!! Bgst emang!!" umpat Haechan misuh-misuh.
Naya kembali menepuk-nepuk bahu Haechan yang merengek kesal. Pemuda itu bahkan menggerak-gerakkan kakinya seperti anak kecil.
"Dih, najisin kek bocah!" cibir James.
Susan menghela nafas lelah. "Udah, ini ayo cepetan! Keburu keluar beneran nanti setannya!"
Haechan sontak berdiri tegak. Ia menahan lengan Susan. "Jalannya gandengan anjirr, ini kaki gue gemeter," pintanya dengan wajah memelas.
Susan menggigit bibir gemas. "Jadi satu baris!" perintah gadis itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
X-3: Ineffable [Tak Terlukiskan] ✓
Teen FictionKelas sepuluh, baru masuk SMA. Jaman dimana kita masih suka ngeluh karena pelajaran yang jauh berbeda dari SMP. Tapi mana tau kalo ternyata kelas sepuluh bisa seseru mereka? Bukan kelas unggulan, bukan kelas idaman, bukan kelasnya adek ganteng da...