Haechan meletakkan pena diantara hidung dan bibir atasnya. Hal itu terus dilakukannya sejak beberapa waktu yang lalu.
Ia sungguh merasa jenuh dan bosan. Ditambah lagi dengan keadaan yang sunyi membuatnya semakin lesu.
Sebenarnya suasana saat itu sedang tenang karena fokus mengerjakan tugas kelompok. Tapi Haedar Dwi Chandra ini kan anaknya gak bisa tenang. Jadi, suasana tenang sebentar saja sudah dibilang sunyi.
Pena yang terjatuh membuat Haechan mendecak. Pemuda itu kembali mengulangi kegiatannya namun baru saja pena menempel, sebuah tangan dengan sadisnya menepuk mulutnya sampai pena tersebut terasa sedikit menusuk.
Haechan mengumpat. Melotot kearah Galih yang juga menatapnya dengan datar.
"Sakit, Lalat!"
"Makanya bantuin mikir, njing! Sebelum itu pena gua jejelin ke mulut lo, ya!" ancam si jangkung.
"Ck, gue juga lagi mikir ini!"
"Sejak kapan lo bisa mikir?!"
"Ya kalo lo tau gue gak bisa mikir, ngapain lo nyuruh gue mikir!" Haechan mendengus. Kemudian menopang dagu. "Enak bener Yaya, Yujin, sama Aji, dapet dispen jadi gak belajar," keluhnya.
Ya, mengingat Festival Olahraga antar Sekolah yang semakin dekat membuat beberapa ekskul olahraga mengambil dispen pelajaran untuk latihan.
Membuatnya harus sekelompok dengan Galih untuk tugas kali ini. Harusnya dengan teman sebangku, tapi karena Yaya dan Yujin tidak ada ya jadilah mereka berdua. Sebenarnya ada satu lagi anggota kelas yang absen.
Lioni.
Kalian gak lupa kan kalau Cinderella kita ini juga ikut futsal. Jadi, ya.. Lioni juga dispen. Membuat Karina mau tak mau harus sekelompok dengan Chelo.
Sayang sekali ekskul basket tidak. Kenapa? Karena ketua ekskul basket tahun ini adalah anak IPA. Dimana tahun-tahun sebelumnya selalu didominasi oleh anak IPS.
"Lo ngomong dong di grup ekskul. Biar kita bisa dispen juga! Tertekan gue disini gak bisa fokus belajar."
"Elo emang gak niat belajar!" sahut Susan membuat Haechan balas mencibir.
Galih memutar bola mata, tak menghiraukan keluhan Haechan. Kalau ditanya ingin dispen? Jawabannya tentu saja mau!
Tapi karena Wisnu yang merupakan anak kelas 11 IPA 1 sekaligus ketua ekskul basket. Hal itu tak mungkin terjadi.
Harus nunggu Wisnu stres sama segala rumus di IPA baru mereka bisa dispen.
"Lat!"
"Ogah, njirr... Serem gue liat kak Wisnu!" tolak Galih mentah-mentah.
"Emang si Wisnu tuh anjir! Harusnya tuh dia jadi kapten aja biar si Bobby yang jadi ketua!" gerutu Haechan.
"Apa bedanya? Bobby sama Wisnu sama-sama anak IPA," Galih mulai jengah.
"Bedaaaa!!!! Bobby tuh gak taat peraturan kaya Wisnu. Dia bisa diajak santai. Lah, Wisnu? Lu kaga pemanasan aja bisa kena tatapan laser."
Tapi detik selanjutnya pemuda itu tersentak. "Eh, tapi kalo mau sering bolos pelajaran mendingan Amir sekalian, ya??"
"Lo berdua bisa diem gak, sih?! Kalo mau ribut pergi yang jauh sana!"
"Sante, dong! Ngegas mulu lo kek LPG!"
Susan melengos. Fokus mengerjakan tugasnya kembali. Berusaha tak memedulikan dua makhluk didepannya itu!
Galih memutar tubuhnya, menatap gadis dibelakangnya itu kini sudah sibuk mencatat.
KAMU SEDANG MEMBACA
X-3: Ineffable [Tak Terlukiskan] ✓
Teen FictionKelas sepuluh, baru masuk SMA. Jaman dimana kita masih suka ngeluh karena pelajaran yang jauh berbeda dari SMP. Tapi mana tau kalo ternyata kelas sepuluh bisa seseru mereka? Bukan kelas unggulan, bukan kelas idaman, bukan kelasnya adek ganteng da...