"Laper.." ucap Susan seraya memegang perutnya.
"Ya, makan atuh," balas Helena mengernyit.
"Pengen makan mie."
"Ck, makan mie teroos!!!" cibir Lioni memutar bola mata jengah.
Sudah lelah, berulang kali mengingatkan Susan agar tidak terlalu sering makan mie. Tapi, tetap saja tak dihiraukan oleh cewek ngegas itu.
"Enak tau!" sungut Susan.
"Bikin usus buntu!"
"Kalo buntu ya tinggal dikasih pintu biar bisa lewat. Kok ribet!" kata Susan keras kepala.
Naya yang daritadi diam jadi geleng-geleng kepala. "Kata Mama gue gak baik lho Sus makan makanan cepat saji terus," nasehatnya.
Hal yang membuat Helena langsung memutar tubuhnya menghadap Susan.
"Masak batu aja sana! Kan penyajian nya lama," celetuknya membuat Susan tertawa sarkas.
"HAHA LUCU!" Susan menatap Helena sengit. "Yang ada batunya gue lemparin ke elo!" katanya jadi sewot.
Helena mencibir, kembali merebahkan tubuhnya diatas kasur. Sibuk dengan HP nya.
Jika kalian bertanya mereka dimana. Tentu saja bukan disekolah jawabannya!
Mereka ada dirumah Naya, tempat perkumpulan mereka selain bertemu disekolah.
Alasannya? Karena rumah Naya yang paling dekat dengan sekolah. Susan? Lumayan sih jaraknya, tapi dia selalu bilang kalau rumahnya berisik karena ramai dengan keluarganya yang sering dirumah.
Iya, Sean walaupun banyak temen begitu hobinya diem sama makan tidur dirumah. Makanya Susan selalu bilang kalau kakaknya sama sekali gak punya pesona kalo dirumah.
Kini mereka tengah berada dikamar Naya, sibuk masing-masing. Susan yang tiduran disebelah Helena sambil menonton film yang menyala di laptop.
Helena sibuk dengan HP, Lioni duduk di karpet sambil mengelus kucing peliharaan kakak Naya. Dan si empunya kamar tengah sibuk didapur mengambil cemilan.
Rumah Naya sendiri merupakan rumah dinas ayahnya yang berprofesi sebagai tentara. Hanya ada empat orang disini.
Orang tua Naya, dan kakaknya. Jam segini, ayahnya selalu bertugas dikantor depan kompleks. Ibunya merupakan guru di SMP Swasta, dan kakaknya tidur.
Susan yang awalnya fokus pada film jadi melirik kearah Lioni. Gadis itu bergidik geli.
"Lama-lama gue pengen lempar tuh kucing keluar!" katanya sambil menatap tajam kucing berbulu hitam dan putih yang masih dielus oleh Lioni.
Malah kini tengah memejamkan mata dipangkuan temannya itu yang terlihat santai.
Helena yang mendengar itu menoyor kepala Susan gemas. "Itu peliharaan orang, bege!"
Susan mendengus. "Geli tau!! Lagian Lioni dielus-elus kek gitu. Awas aja deket-deket gue kalo lo kena bengek!" katanya.
"Ya tinggal minum obat kalo bengek, kok ribet," balas Lioni cuek.
Susan mendecak, membetulkan posisi berbaringnya menghadap laptop lagi.
Tapi ia merasakan ada sesuatu dibelakang kepalanya. Susan mendongak, detik berikutnya matanya melebar.
"WHOAA ANJIRR!!!" jerit Susan langsung bangun melihat kucing berbulu orange diatas kasur.
Susan refleks menendang kucing itu dengan kakinya membuat Lioni dan Helena juga ikut memekik kaget.
KAMU SEDANG MEMBACA
X-3: Ineffable [Tak Terlukiskan] ✓
Teen FictionKelas sepuluh, baru masuk SMA. Jaman dimana kita masih suka ngeluh karena pelajaran yang jauh berbeda dari SMP. Tapi mana tau kalo ternyata kelas sepuluh bisa seseru mereka? Bukan kelas unggulan, bukan kelas idaman, bukan kelasnya adek ganteng da...