34. Camping

52 8 0
                                    

"ELO TUH GAK TAU DIRI BANGET, YA!! UDAH DI TEBENGIN JUGA!" teriak Giselle sebal karena Haechan.

"Ya elo bawa barangnya kurang banyak, njirr.. Mau kemah apa pindah?! Tau gitu gue bareng Rendi tadi!" dengus Haechan.

"BA-"

Giselle jadi menggantungkan ucapannya saat sebuah mobil hitam besar berhenti didekat mereka.

Dan sosok Sean, si kakak kelas yang dijuluki paling tampan di angkatannya muncul lebih dulu.

Disusul oleh Atheo, si ketua OSIS yang selalu tegas dan datar. Kemudian muncul Amir, si bos tawuran yang membuat mereka terkejut juga terheran-heran.

KOK ANAK BANDEL BISA BARENG ANAK PANUTAN?!?!?!

Kalau cuma Sean dan Atheo saja, mereka oke! Keduanya memang terkenal cukup dekat, apalagi satu organisasi OSIS. Tapi ada Amir disini?!

Bukannya kabar yang beredar, Atheo dan Amir itu musuhan? Dikelas saja, katanya mereka perang dingin.

Tapi, ada satu yang paling mengejutkan. James turun dari kursi depan samping kemudi.

Ngapain???

Bentukan James Alimin kenapa geng nya bagus banget?!?!?!

Sampai akhirnya seorang gadis muncul, menutup pintu mobil dengan wajah datar.

Susan berjalan mendekat, gadis itu memakai jaket hitam oversized dengan lambang EXO Tempo di bagian dada juga terdapat nama Sehun dengan nomor 94 tertulis dibelakangnya.

Giselle dan Haechan masih membeku, tak percaya dengan apa yang mereka lihat.

Seorang pria paruh baya keluar dari kursi pengemudi, berjalan kearah bagasi, mulai mengeluarkan barang bawaan dibantu Sean.

Atheo sendiri jadi mengulurkan pada ketiga orang yang hanya diam. Kecuali Susan, saat hendak menerima ranselnya. Benda itu lebih dulu direbut oleh Amir.

"Biar gue aja," katanya.

Susan hanya menurut saja, kemudian mulai diam. Tak mempedulikan tatapan heran orang disekitar mereka.

Berbeda dengan James yang melambaikan tangan menyapa Haechan dan Giselle setelah menerima tasnya.

"Udah semua, kan? Ayah pulang ya, kak," Pak Harun menatap Sean.

Sean mengangguk. "Ayah hati-hati!"

"Jaga diri ya, dek! Inget, jangan deket-deket api unggun nanti!" pesannya pada Susan.

Susan manggut-manggut, kemudian maju. Merengkuh tubuh sang ayah membuat pak Harun tersenyum sambil mengelus rambutnya.

"Kaya mau pisahan lama pake pelukan segala!" sebuah cibiran mengacaukan suasana.

Susan menoleh sinis, berusaha menghiraukan ucapan James. Amir yang ikut mendengar tak segan memukul kepala belakang pemuda itu agar James diam. Pak Harun sudah terkekeh pelan.

"Makasih, om, udah ngasih tebengan," kata Amir.

"Gak papa, nanti kalo pulang bilang, ya, biar ayah jemput lagi."

"Jangan, Yah, ngerepotin nanti. Theo telpon papa aja nanti," jawab Atheo sungkan membuat Amir mendengus malas.

Cari muka sekali dia, cihh..

"Emang papa lo bisa jemput??" tanya James lagi-lagi membuat keempat orang disana menghela nafas keras.

Atheo mendelik, ingin rasanya melempar ransel ditangan pada pemuda tak jelas itu.

X-3: Ineffable [Tak Terlukiskan] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang