"Rain, projek baru. Gedung hotel Lion yang baru jadi itu, kamu yang pegang. Pemiliknya laki-laki, nanti saya kirim kontaknya ke kamu. Kita adakan meeting dengannya. Lalu, seperti biasa kamu yang lanjutkan dan beri tahu saya perkembangannya."
"Baik, Pak."
"Data dengan rinci apa yang klien mau dan perkiraan biayanya. Klien kali ini orang yang lumayan berpengaruh, jadi kamu jangan sampai salah."
"Baik, Pak."
Pak Tama mengangguk lalu mempersilahkan Rain untuk keluar dari ruangannya. Rain menunduk sopan sebelum berjalan keluar dari ruangan bosnya.
"Baru lagi, Rain?" tanya Sandra, teman sekantornya yang umurnya tiga tahun di atasnya.
"Hmm. Lumayan gede lagi. Hotel."
"Yang kemaren udah kelar emang?"
"Udah mau peresmian."
"Lo banyak juga dapetnya ya, Rain. Yang satu baru kelar, udah dapet lagi."
Rain mengangkat bahunya. "Tau Pak Bos. Gue mah iya-iya aja."
"Semangat deh."
"Thanks, San."
—
Meeting dengan Pak Delon, pemilik hotel yang akan menjadi project Rain, berjalan lancar. Pria yang kira-kira seumuran dengan papanya itu tidak begitu ribet dalam menentukan design-nya dan malah menyerahkan semuanya ke Rain. Yang terpenting terlihat elegan dan berkelas.
Sepertinya Rain pernah melihat Pak Delon di suatu tempat, tapi ia lupa pernah melihat dimana. Wajah pria itu terlihat familiar. Apa mungkin dari majalah bisnis yang suka Awan baca? Atau majalah sosialita yang suka Hera baca? Ntahlah.
"Rain, meski Pak Delon tidak menyulitkan, kamu tetap harus memberikan yang terbaik." ucap Pak Tama sebelum keluar dari ruang meeting.
Rain mengangguk mengerti. Ia juga tidak akan menyepelekan hal ini. "Baik, Pak."
Waktu sudah menunjukan jam makan siang saat Rain duduk di kursinya. Sandra sudah tidak terlihat di mejanya, mungkin sudah pergi makan terlebih dahulu. Rain menatap layar komputernya sambil berpikir menu apa yang akan menjadi makan siangnya.
Pilihannya jatuh kepada restoran ramen yang hanya berjarak tidak lebih dari satu kilo dari kantornya. Rain segera meraih pouch-nya yang berisi dompet, ponsel, dan beberapa barang penting lainnya.
Sejak sekolah sampai sekarang, Rain terbiasa melakukan apa-apa sendirian. Jadi ia tidak begitu peduli saat berjalan sendirian ke restoran ramen di dekat kantornya.
"Rain?"
Sontak Rain menoleh mendengar panggilan tersebut. Ia menunduk sopan sambil tersenyum saat menyadari kalau yang memanggilnya adalah klien-nya, Pak Delon.
"Selamat siang, Pak. Ingin langsung pulang?" tanya Rain basa-basi.
"Saya ingin makan siang dulu. Kamu juga? Gimana kalau bareng?" Delon tersenyum kebapakan. "Sekalian membahas detail-detail interior hotel saya." lanjut Delon.
Rain yang merasa tidak bisa menolak mengangguk. "Boleh, Pak."
"Kita makan di resto ramen aja?"
Kebetulan sekali. "Baik, Pak."
"Santai aja, Rain. Anggap saya ini Papamu. Kurang lebih pasti saya seumuran Papamu kan?" Rain hanya bisa mengangguk.
Mereka berjalan bersama menuju restoran ramen sambil mengobrol. Lebih tepatnya, Delon yang terus berbicara dan Rain hanya mengangguk dan tersenyum.
KAMU SEDANG MEMBACA
Raynerain
RomanceRayner and Rain season 2. 21+ Rain pikir, perasannya untuk Rayner sudah hilang setelah hampir enam tahun tidak berhubungan. Nyatanya, ketika ia tanpa sengaja bertemu kembali dengan laki-laki itu, jantungnya masih bereaksi sama seperti dulu.