30.

61.8K 3.1K 561
                                    

Setelah memarkirkan mobilnya di pelataran kantor Rain, Rayner menoleh. Ia menatap wanitanya yang sedang merapihkan rambutnya yang padahal sudah rapih. Kemudian mengecapkan bibir berbalut lip matte itu untuk memastikannya tidak hilang. Ketika Rain menoleh, ia tersenyum.

"Pretty as always." ucap Rayner yang sudah hapal tabiat Rain.

Wanita berkemeja satin itu terkekeh. "Serius kan? Ga cuma mau buat aku seneng aja?"

"Beneran. Selalu cantik. Even without make up or hair style."

Rain menyengir. Ia memasukkan cermin yang dibawanya. "Aku emang selalu cantik sih. Makanya kan banyak yang demen, termasuk kamu kan?" katanya percaya diri.

Bola mata Rayner berputar malas. Begitulah Rain kalau sudah dipuji. Ia masih betah menatap Rain yang sekarang sedang mengecek isi tasnya.

"Okay, udah lengkap semua. Aku kerja dulu yaa. Pulangnya kayak biasa kalo ngga lembur. Terus—"

"Kalo gabisa jemput bilang ya, biar aku ga nungguin." lanjut Rayner membuat Rain tertawa.

Rayner mendekat, mengecup kening, kedua pipi Rain, dan bibirnya. "See you. Chat aku bales ya."

Rain mengangguk semangat sebelum mengecup punggung tangan Rayner. "Dahh."

Rain keluar dari mobil. Melambai singkat pada bagian kemudi lalu melangkah menuju gedung kantornya. Ia naik ke lantai tempatnya bekerja menggunakan lift dan sialnya bersamaan dengan Emely.

Keduanya tidak bertegur sapa sampai Emely mengeluarkan suaranya. Menanyakan hal yang cukup sensitif bagi Rain akhir-akhir ini.

"Udah isi, Mbak?" tanyanya lembut. "Udah jalan tiga bulan kan ya?"

Memang waktu secepat itu berlalu. Rasanya baru kemarin ia dan Rayner honeymoon di Maldives dan menghabiskan waktu berdua di rumah. Eh, sekarang pernikahannya sudah berjalan tiga bulan saja.

Pertanyaan apakah ia sudah hamil atau belum sering ia dapatkan. Ntah dari teman sekantor, keluarga, dan tetangga dan Rain cukup lelah menjawabnya. Ia belum hamil. Padahal dalam seminggu, bisa dua sampai tiga kali ia dan Rayner melakukan hubungan intim. Rain sebenarnya begitu sedih, takut ia bermasalah dan mengecewakan Rayner.

"Mbak? Kenapa malah melamun? Udah kah?"

Rain melirik Emely melalui pantulan dinding lift. Senyum manis terbentuk di wajahnya. "Belum."

Emely pura-pura syok, padahal ia sudah mendengarnya kemarin ketika Sandra juga menanyakan hal itu kepada Rain.

"Biasanya kerabatku baru sebulanan udah isi lho, Mbak."

Kedua bahu Rain terangkat acuh, berbeda dengan kondisi hatinya yang sudah tidak karuan. Dulu, Xaviera setelah hampir dua bulan menikah dengan Xabiru juga langsung diberi Xelina. Sandra juga bercerita, setelah sebulanan menikah langsung diberi Paris, anaknya. Juga Rere, yang kurang lebih dua bulan setengah sudah diberi anak yang kini masih di dalam kandungan.

"Saya juga ngga tau. Apa kurang sering ya, berhubungannya?" Rain melirik Emely yang raut wajahnya berubah. "Padahal saya udah dua sampai tiga kali dalam seminggu lho berhubungan."

Ting.

Sebelum Rain keluar, Emely akhirnya mengatakan kalimat menyakitkan itu. "Jangan-jangan Mbak bermasalah."

Rain tidak menjawab dan melenggang begitu saja. Matanya sudah berkaca-kaca. Jujur ia takut. Takut ternyata memang ia yang tidak bisa memberi anak untuk Rayner.

Seharian Rain hanya diam. Meski matanya selalu fokus menatap layar komputer, tapi tidak dengan pikirannya yang melayang-layang.

RaynerainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang