8.

86.1K 3.8K 395
                                    

🔞

Pagi harinya, Rain terbangun dan terkejut saat melihat wajah Rayner tenggelam di dadanya. Laki-laki itu sepertinya masih tidur, karena deru nafasnya begitu tenang. Kedua tangan Rayner juga melingkar di pinggangnya.

Rain berusaha melepaskan diri, tapi Rayner semakin memeluknya erat dan semakin menekan kepalanya di dadanya. Ditambah kini satu kaki laki-laki itu menindih kakinya.

"Bangun, Rayner." kata Rain sambil mengguncang bahu laki-laki itu. "Kamu pikir aku guling? Ray, kaki kamu berat banget. Ini juga kepalanya minta di tampol."

"Abis empuk." gumam Rayner setengah sadar.

"Empuk, empuk. Bantal kamu juga empuk. Modus aja." kata Rain. "Misi dong. Mau pipis! Aku laper juga, butuh asupan makanan. Emang kamu mau nanti aku jadi kurus kering gara-gara ga sarapan? Ngga kan."

"Ngga bakal jadi kurus kering cuma gara-gara skip sarapan sehari, Rain." kata Rayner lalu menjauhkan tubuhnya. "Kamu kalo ngomong masih suka aneh-aneh deh."

Rain beranjak dari kasur dan meraih scrunchie-nya. Ia mengikat asal rambutnya dan pergi ke kamar mandi tanpa membalas ucapan Rayner.

Begitu nyawanya terkumpul, Rayner menyusul Rain yang hendak menyikat giginya. Ia masuk ke kamar mandi dan buang air kecil. Setelah itu bergabung bersama Rain.

"Ahu nemwu di lahi, uat ahu ha." (Aku nemu di laci, buat aku ya)

Maksudnya, sikat gigi yang Rain pakai ia temukan di laci. Sikat gigi itu adalah persediaan Rayner.

"Iya, ambil aja, ambil." kata Rayner sebelum menyikat giginya.

Mereka selesai bersamaan, karena Rain selalu terlalu lama jika berhubungan dengan membersihkan diri. Apapun itu.

"Wanginya masih sama kayak aku." kata Rayner setelah menghirup leher Rain.

Kedua lengan laki-laki dengan kaus abu-abu itu memeluk Rain dari belakang. Kepalanya diletakkan di bahu Rain dengan posisi miring menghadap leher Rain.

"Sabun kamu kayaknya abis setengahnya gara-gara aku." Rain terkekeh.

"Pantes."

"Pantes apa?"

"Tadi aku timang-timang botol sabunnya, jauh lebih enteng." Rain tertawa mendengarnya.

Hidung Rayner menempel di kulit leher Rain membuatnya bergidik. Kemudian bibir laki-laki itu menyusul, mengecup ringan di sana. Tidak hanya satu atau dua kecupan, tapi banyak kecupan-kecupan yang Rayner berikan.

"Ray, stop." lirih Rain.

"Kenapa?" tanya Rayner dengan deep voice-nya. "Aku tau kamu suka." lanjutnya dan kembali memainkan bibirnya di permukaan kulit Rain.

Rain menggigit bibirnya dan memiringkan sedikit kepalanya membuat Rayner lebih leluasa. Ia tidak bisa berbohong, apapun yang Rayner lakukan, ia selalu menyukainya.

Tangan Rayner bergerak pelan mengelus perut Rain dan bergerak ke pinggangnya. Kedua tangannya meremas pelan pinggang ramping Rain. Bibirnya semakin naik menuju telinga Rain yang mana adalah titik sensitif gadis itu.

"Emhh." gumam Rain sambil terus memperhatikan gerakan Rayner dari cermin.

Rain memekik saat Rayner tiba-tiba memutar tubuhnya dan mengangkatnya ke atas wastafel. Ia berpegangan erat pada bahu laki-laki itu. Belum sempat Rain protes, bibirnya sudah dibungkam oleh bibir Rayner. Tempo ciuman yang pelan tapi intens itu membuatnya terlena.

Tangan Rayner tentu tidak mungkin diam saja. Ia meremas pelan apapun yang ia dapat. Lengan, paha, atau pinggang Rain. Sampai ia berhenti di bawah lekukan payudara gadis itu.

RaynerainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang