maaf...
Sambil bersenandung pelan, Rain mengusap-usap perutnya yang semakin membuncit di minggu ke-15 ini. Rayner yang sedang mengemudikan mobilnya menuju kantor Rain hanya diam dan sesekali menoleh pada ibu hamil itu.
"Sshh." Rain tiba-tiba mendesis saat merasakan perutnya kembali nyeri.
Rayner menoleh khawatir dan segera menepikan mobilnya. Ia mengelus perlahan perut Rain dengan tangan kirinya. "Nyeri lagi?" tanyanya khawatir yang diangguki oleh Rain.
Kemarin, Rain juga merasakan hal yang sama. Keduanya pun langsung menuju dokter kandungan malam harinya dan katanya hal tersebut adalah wajar bagi kehamilan minggu ke-15. Katanya, pada kehamilan minggu ke-15 ini, rahim akan semakin membesar membuat ibu akan merasakan nyeri pada area perutnya.
"Tetep mau kerja?"
"I'm okay." kata Rain yang artinya ia tetap akan pergi bekerja. Ia membiarkan tangan Rayner yang lebih besar itu mengelus perutnya dan itu benar-benar membuatnya nyaman.
Kemudian Rayner kembali melajukan mobilnya sambil mengelus perut Rain. Ketika Rayner sudah akan berbelok menuju area gedung kantor Rain, tiba-tiba wanita itu nyeletuk.
"Gajadi deh, males, mau ke kantor kamu aja."
Rayner tersenyum paksa apalagi setelah mendengar klakson mobil-mobil di belakangnya yang pasti menyumpahinya karena labil. Akhirnya Rayner tidak jadi berbelok dan lurus terus menuju kantornya.
"Izin apa bolos?" tanya Rayner ketika keduanya telah sampai di basement kantor Rayner.
"Izin dong. Nanti aku dimaki-maki atasan kalo bolos tiba-tiba." jawab Rain sambil memeluk lengan kiri Rayner manja.
"Tapi beneran gapapa perutnya?"
Keduanya berjalan beriringan menuju lift yang akan membawa mereka ke lantai ruangan Rayner. Beberapa karyawan menyapa Rayner dan dibalas anggukan dan senyuman singkat.
"Beneran kok." Rain mengangguk.
Tidak lama kemudian keduanya telah sampai di ruangan Rayner yang lumayan luas. Rain duduk di sofa yang ada di dalam ruangan tersebut, sedangkan Rayner langsung menuju meja kerjanya.
Rain hanya bersandar nyaman sambil membaca artikel-artikel tentang parenting di ponselnya yang nantinya juga akan ia berikan pada Rayner untuk dibaca. Berbeda dengan Rainy yang santai dengan ponsel, Rayner sudah pusing membaca email-email yang masuk. Proyek ini belum selesai, proyek itu kekurangan dana, dan lain-lain sebagainya.
Sedang fokus membaca artikel, Rain merasa ada yang mengalir dari hidungnya. Ia mengernyit, karena merasa kalau ia sedang tidak ingusan. Kemudian tangannya meraba cairan tersebut dan terkejut melihat cairan berwarna merah pekat di tangannya.
Rain mencampakkan ponselnya begitu saja. Ia meraih berhelai-helai tisu untuk menyeka darah yang belum berhenti mengalir itu. Bahkan kini mengotori kemeja kerjanya.
"Rayner, Rayner." panggil Rain yang membuat laki-laki itu menoleh.
Sekejap mata, Rayner sudah duduk di sebelahnya dengan khawatir. Laki-laki itu membantu Rain menyeka darah yang keluar dari hidungnya.
"Ke dokter." titah Rayner langsung dan hendak mengangkat tubuh Rain.
"Ngga usah. Ini normal, aku tau." balas Rain sambil dengan tenang membersihkan kemejanya dengan tisu basah.
"Tau darimana? Kemaren dokternya cuma bilang nyeri perut, nyeri kepala, sama kram kaki doang yang normal."
"Aku sering baca-baca tentang kehamilan juga, Rayner, dan ini normal di minggu-minggu ini. And i'm okay. Aku panggil kamu bukan maksudnya bikin khawatir, maaf. Cuma mau kamu bantuin aku nyeka darah-darah ini." jelas Rain.
KAMU SEDANG MEMBACA
Raynerain
RomanceRayner and Rain season 2. 21+ Rain pikir, perasannya untuk Rayner sudah hilang setelah hampir enam tahun tidak berhubungan. Nyatanya, ketika ia tanpa sengaja bertemu kembali dengan laki-laki itu, jantungnya masih bereaksi sama seperti dulu.