9.

81.1K 4K 589
                                    

yang berharap ada bagian rayner siap" kecewa😄

Sejak hari itu, Rayner seperti menjauhinya. Laki-laki selalu diam, yaa Rayner memang selalu diam jika Rain terus berceloteh, tapi yang kali ini terasa berbeda.

Setelah pelepasannya datang dan Rayner meminta gilirannya, Rain pura-pura tertidur. Ia takut. Belum siap lagi melihat milik Rayner yang ntah sudah sekeras apa waktu itu. Berakhir Rayner mengalah dan menyelimutinya. Sepertinya Rayner melakukannya sendiri di kamar mandi. Siang harinya, Rayner langsung mengantar Rain pulang tanpa sepatah kata terucap dari mulutnya. Dan itu terjadi sampai sekarang.

"Ray, aku punya sesuatu buat kamu." seru Rain langsung setelah masuk ke dalam mobil Rayner.

Laki-laki yang seperti biasa dengan kemeja yang sudah tidak beraturan dan dasi yang sudah melonggar itu menoleh. Tatapannya terlihat biasa, tidak ada tatapan datar ataupun teduh. Rain menghela napas pelan melihatnya.

Sebuah permen lolipop berwarna jingga ia keluarkan dari tasnya dan menyodorkannya ke arah Rayner. Senyum lebar menghiasi wajah Rain, meski hari ini termasuk hari yang sangat melelahkan untuknya. Pak Tama lagi-lagi dengan sesuka hatinya, melempar pekerjaan karyawan lain kepadanya.

"Pas makan siang tadi, aku ke minimarket. Terus aku liat permen. Aku pikir akhir-akhir ini kamu kurang senyum karena kurang yang manis-manis. Jadi aku beli aja buat kamu. Awalnya aku mau beli yang warna pink, tapi inget kamu gasuka stroberi, jadi aku beli yang oren." jelas Rain dengan mata yang selalu berbinar jika menatap Rayner.

Rasanya seperti ada pisau tak kasat mata menggores hatinya saat Rayner hanya diam dan mengabaikannya. Laki-laki itu melajukan mobilnya keluar dari area gedung kantor Rain.

Binaran matanya meredup. Ia menurunkan uluran permen itu dan menggenggamnya erat di atas paha. Tidak ada air mata, karena Rain bukan gadis yang mudah menangis.

"Aku taro di sini yaa?" Rain meletakkan permen tadi di atas dashboard. "Maaf kalo aku ada salah. Makasih udah jemput." Rain masih memasang senyumnya sampai ia turun dari mobil Rayner.

Tanpa menoleh lagi, Rain melangkah memasuki gedung apartemennya. Ia ingin cepat-cepat mandi lalu tidur. Melupakan apa yang terjadi hari ini dan semoga besok Rayner sudah kembali seperti Rayner-nya.

Saat memasuki apartemennya, ia terkejut melihat Hera dengan balutan dress berwarna merah muda duduk santai di ruang tengah apartemennya. Ia segera menghampiri wanita yang telah melahirkannya ke dunia ini.

"Bunda ngapain? Kok Bunda ga bilang-bilang kalo mau ke sini?"

Hera menoleh dan berdecak. "Anak ini! Kamu lupa kalo malem ini Bunda ngajak kamu ke ulang tahun temen arisan Bunda? Malah pulang malem-malem."

"Ha?" Rain melongo dengan tampang bodoh. "Kapan Bunda bilang? Ga pernah tuh."

"Pernah. Udah sana cepetan mandi, pake dress yang udah Bunda siapin ya. Temen Bunda ini sampe nyiapin dress sama kemeja buat tamunya loh. Orang kaya banget ini orang. Jadi kamu harus cantik pokoknya."

"Rain capek, Bundaaa." rengek Rain lalu duduk di kursi dapur menghadap bundanya. "Lagian udah jam setengah delapan ini. Bunda juga ga pernah bilang kok kalo mau ajak Rain ke acara temennya Bunda."

"Bilang, Rain." sabar Hera. "Kamu emang selalu lupain semua hal yang Bunda bilang. Makanya kalo Bunda ngomong tuh dengerin. Jangan cuma nyenyenye aja kamu. Udah sana cepetan."

"Capek beneran deh, Bunbun. Pak Tama tadi—"

"Lagi ga pengen denger cerita kamu ah. Buruan ish! Acara cuma sampe jam sepuluh." Hera menghampiri Rain dan menarik lengan anak gadisnya ke kamar.

RaynerainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang