42.

49.7K 2.4K 336
                                    

Rain terbangun dengan oversize hoodie di tubuhnya, ia menoleh ke samping dan tidak mendapati Rayner di sebelahnya. Kemudian ia beranjak dari kasur untuk menyegarkan wajahnya.

Setelah tidak lagi merasa ngantuk dan mengecek setiap sudut kamar untuk memastikan tidak ada Rayner, Rain keluar dari kamar luas itu masih dengan hoodie kebesarannya. Ternyata, di luar pun tidak ada Rayner. Seharusnya pada Minggu pagi ini, Rayner berada di belakang dengan treadmill kesayangannya.

Rain berdecak sebal. Ia akhirnya duduk di pinggir kolam dengan kedua kaki ia celupkan. Rain tidak mood untuk sekedar minum air putih, apalagi susu khusus untuknya yang telah Rayner siapkan di atas meja makan.

Tangan kanan Rain mengelus-elus perut buncitnya. Memang sih belum buncit-buncit banget, karena kandungannya masih berada pada minggu ke-11. Kalau yang tidak memperhatikan dirinya pasti tidak akan sadar kalau dirinya tengah hamil.

Saat sedang asik melamun sambil memikirkan nama-nama lucu yang akan ia berikan pada anaknya nanti, suara langkah kaki terdengar dari belakangnya. Tanpa perlu menoleh pun ia tahu siapa yang datang dan kini menghampirinya.

"Rain, ngapain?" suara lembut Rayner menyapanya dan laki-laki itu berjongkok dengan satu lutut menghadapnya. "Susunya belom diminum, kenapa?"

"Nyariin suami yang pagi-pagi udah ilang aja ga pake ngasih pesan atau apalah, cuma ninggalin segelas susu. Kamu liat ga, suami aku kemana?" Rain menoleh dengan wajah judesnya membuat Rayner menggigit bibir dalamnya gemas.

"Ga liat ya? Huft, emang ya cowok, kalo udah dapet enaknya aja kabur tanpa kabar." dengus Rain lalu kembali menghadap depan.

Rayner akhirnya terkekeh. Ia memajukan kepalanya dan mengecup sekilas rahang Rain. Kemudian tanpa mengatakan apapun, ia kembali masuk ke dalam membuat Rain semakin kesal.

Namun, tak lama kemudian, Rayner kembali dengan segelas susu di tangannya. Ia menyodorkan gelas tersebut pada Rain agar segera diminum.

"Minum, Sayang."

Rain hanya meliriknya lalu membuang wajahnya, pokoknya dia ngambek sama Rayner.

"Aku abis nyari mangga. Semalem katanya mau mangga? Sebelum kamu tidur gara-gara kecapekan kan sempet bilang."

Wajah Rain melunak. Ia meraih gelas tersebut dan segera menandaskan isinya. Kemudian ia menoleh dan memasang raut wajah menagih.

"Mana mangganya? Aku mau." katanya.

"Mau dibawa kesini?"

Rain mengangguk-angguk cepat.

"Tadi pas bangun ngga mual?" tanya Rayner sambil mengupas mangga yang tadi ia ambil.

"Ngga. Soalnya udah bete nyariin kamu ngga ada dimana-mana." jawab Rain.

"Emang ada hubungannya?" tanya Rayner bingung sambil menyodorkan piring yang sudah berisi beberapa potong mangga dengan dua garpu kecil.

"Ngga tau, tapi mangganya enak, manis. Beli dimana? Emang pagi-pagi gini udah ada tukang mangga ya?" jawab Rain tidak nyambung sekaligus bertanya.

Kening Rayner berkerut mendengar ucapan Rain. Laki-laki dengan kaus hitam dan celana pendek denim itu bergeleng pelan. Rain kan memang sedikit aneh.

"Ada pokoknya. Yang jelas aku ngga nyolong mangga orang."

Rain manggut-manggut. Kedua kakinya yang daritadi tercelup di dalam air kini dinaikkan. Hoodie yang ia kenakan menutupi hingga setengah pahanya saat ia duduk bersila di depan Rayner.

"Ngga dingin? Udah pake underwear kan?" tanya Rayner saat melihat paha mulus Rain terpampang di depan matanya.

Sambil menusukkan satu potong mangga dan memakannya, Rain menggeleng. Ia mengangkat hoodie-nya membuat Rayner tersedak air liurnya sendiri. Bagaimana tidak? Rain tidak memakai apapun lagi di balik hoodie tersebut.

RaynerainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang