Rain tidak lagi menghitung sudah berapa bulan sejak pernikahan mereka dan ia belum juga hamil. Rayner yang terus men-support-nya, berada di belakangnya, membuatnya lama-lama terbiasa. Ia sudah tidak lagi ambil pusing dengan omongan orang-orang dan kembali menjadi Rainy Abigail yang cerewet.
"Kamu gapapa sendiri? Masih lemes?" Rayner berjongkok di sisi kasur, menatap Rain yang sedang sakit. Wanita itu baru saja selesai muntah.
"Gapapa kok. Bentar lagi juga ilang lemesnya. Kan tadi udah minum obat, udah dicium juga hehe. Udah, kamu berangkat aja. Katanya ada meeting? Tapi nanti pulangnya bawain makanan yaa, yang enak pokoknya."
Hari ini Rain cuti karena ia sakit. Sudah dua hari Rain terlihat lemas dan sedikit hangat. Kemarin Rain memaksa untuk tetap bekerja, tapi hari ini, Rayner yang memaksa Rain untuk tetap berada di rumah.
"Kemaren aku cium, kamu ngga sembuh." Rayner menggerutu.
"Udaahh deh, Rayner, berangkat sana, nanti telat. Lagian juga ada Bibi-Bibi di sini. Nanti kalo aku butuh sesuatu tinggal teriak atau telpon kamu deh, janji." Rain menyodorkan jari kelingkingnya.
Rayner menautkan jari kelingkingnya. "Janji ya?"
"Iyaaa. Udah sana berangkat. Oh ya! Jangan lupa bawa kue. Kita ulang tahun loh hari ini."
"Iya, Jelly. Kamu udah ngomong gitu berkali-kali." Rayner mencubit gemas pipi Rain.
Sebelum benar-benar berangkat kerja, Rayner memberikan pesan-pesan yang langsung diiyakan oleh Rain. Beberapa saat setelah Rayner berangkat, pintu kamar diketuk dari luar. Bi Cici membawakan sarapan untuk Rain.
"Dihabisin ya, Nya, nanti Bibi yang diomelin." katanya.
Rain terkekeh. "Siap, Bi."
"Nyonya butuh sesuatu?"
"Ngga, Bi, makasih."
Setelah Bi Cici keluar, Rain memakan sarapannya dengan semangat. Nasi mentega dengan fillet ayam tepung menjadi sarapannya kali ini dan Rain begitu menyukainya.
Piring yang telah kosong itu ia letakkan kembali ke atas nakas. Rain memilih untuk memainkan ponselnya saja, membuka media sosialnya untuk mengusir bosan.
Tiba-tiba Rain merasa pinggangnya sedikit pegal. Ia menghembuskan napasnya merasa tanggal bulanannya semakin dekat. Namun kemudian, Rain mengerjapkan matanya merasa sesuatu yang janggal. Hari ini merupakan ulang tahunnya yang artinya pertengahan bulan, sedangkan tanggal bulanannya harusnya awal bulan.
Rain membuka kalender di ponselnya dan ia baru sadar kalau ia telat datang bulan. Rain mencoba menenangkan pikirannya.
"Pernah kok telat menstruasi." kata Rain santai, tapi beberapa detik kemudian ia meringis. "Tapi ngga sampai lewat dari seminggu lebih gini."
"Gimana dong? Sakit apa ya, Rain?" matanya sudah berkaca-kaca. "Huhuhu, bilang Rayner ngga? Bilang? Ngga? Ahh, mandi dulu deh!"
Rain beranjak merapihkan kasur dan pergi ke kamar mandi. Wanita itu mandi sambil memikirkan berbagai penyakit yang mungkin ia derita. Mual, lemas, tubuh hangat, pinggang pegal, dan telat datang bulan, penyakit apa yang memiliki gejala seperti itu?
Ketika sedang memakai baju, Rain terpikir satu hal. "Hamil? Masa iya?" Rain menatap pantulan tubuhnya di cermin dan menyentuh perutnya. "Halo, ada dedek bayi di sini?" kemudian ia tertawa menyadari keanehan dirinya. Ntahlah, mood-nya sedang aneh beberapa hari ini.
"Gimana kalo bener?" jantung Rain kini berdetak cepat.
Kakinya melangkah lebar-lebar menuju nakas samping tempat tidur, dimana Rayner menyimpan banyak alat tes kehamilan di sana dengan berbagai macam merk.
KAMU SEDANG MEMBACA
Raynerain
RomanceRayner and Rain season 2. 21+ Rain pikir, perasannya untuk Rayner sudah hilang setelah hampir enam tahun tidak berhubungan. Nyatanya, ketika ia tanpa sengaja bertemu kembali dengan laki-laki itu, jantungnya masih bereaksi sama seperti dulu.