Perempuan Aceh

31 7 0
                                    

Dahulu, Aceh pernah mengalami masa kejayaannya, pada zaman pemerintahan Sultan Iskandar Muda. Pada waktu itu, Aceh adalah pusat perdagangan di Asia. Para pedagang yang ingin pergi dari Timur ke Barat atau sebaliknya harus terlebih dahulu singgah di Aceh. Pada masa ini juga dibangun sebuah Masjid yang besar dan kokoh, yaitu masjid raya Baiturahman.

Masjid ini dijadikan pusat segala-galanya. Pusat keagamaan, pusat ibadah, dan pusat ilmu pengetahuan. Semua orang dari segala penjuru datang ke Aceh hanya untuk belajar. Bahkan Aceh sampai mendatangkan guru-guru terbaik dari Timur Tengah.

Inilah yang menjadi pesatnya kemajuan Aceh pada zaman itu, sehingga menciptakan banyaknya orang-orang kaya dan berilmu tinggi. Semua ini tidak selamanya baik, tentu ada permasalahan yang terjadi. Salah satunya pemimpin negeri Aceh harusnya orang yang kuat, kalau tidak bisa jadi pemberontakan-pemberontakan yang dipimpin oleh orang-orang kaya.

Ini terbukti ketika masa pemerintahan Sultan Iskandar Thani. Bahkan diperparah ketika sang sultan wafat. Sultan tidak berhasil menempatkan orang yang layak menjadi penerusnya, sehingga menyebabkan pemberontakan terjadi dimana-mana. Bahkan sampai menyebabkan beberapa wilayah kekuasan Aceh lepas, seperti Johor, Pahang, dan Minangkabau.

Kestabilan politik di Aceh baru kembali ketika ada seorang pemimpin perempuan, bernama Sultanah Safi'atuddin. Meskipun tak bisa mengembalikan kejayaan Aceh seperti sebelumnya, tetapi Sulanah mampu meredam pemberontakan di Aceh. Aceh terus dipimpin oleh sultan perempuan lainnya sampai 60 tahun atau 4 sultan perempuan yang berkuasa di Aceh, sebelum akhirnya jabatan sultan kembali dikuasai oleh laki-laki.

"Itulah yang menjadi kenapa perempuan Aceh begitu kuat dan perkasa," tutup perempuan itu.

Cut : Perang Dalam DendamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang