Epilog

31 5 2
                                    

Pada suatu sore, Dien yang sedang bersantai di tempat persembunyiannya, tiba-tiba mendapat serangan dari tentara Belanda. Mereka yang merasa aman, karena tempat persembunyiannya jauh di dalam hutan, terkaget-kaget menerima serangan yang begitu tiba-tiba. Apalagi jumlah pengikut Dien yang sudah tak banyak membuat perlawanan terhadap Belanda tak ada apa-apanya.

Satu per satu senapan dari tangan pengikut Dien dilemparkan ke tanah, tanda menyerahnya mereka, tetapi tidak dengan Dien. Dien yang seumur hidupnya telah menghabiskan waktu dan tenaga untuk melawan Belanda tidak akan menyerah semudah itu, dia buru-buru mengambil rencong yang terletak tak jauh darinya. Rencong ini adalah pemberian suaminya, ketika mereka berdua terpaksa berpisah, sebelum suaminya akhirnya mati di tangan Belanda.

Dien merasa rencong ini, sebagai bentuk perlindungan terakhir suaminya terhadap dirinya. Dengan rencong ini pula, dia menghadapi Belanda dengan sekuat tenaganya. Tentu perlawanan itu sia-sia. Dien, seorang perempuan paruh baya, tentunya tak akan sanggup menghadapi gempuran tentara Belanda yang perkasa. Hingga akhirnya Dien tertangkap.

Dien dibawa ke Kutaraja untuk diadili. Pengadilan Belanda memutuskan untuk membuangnya ke tanah Jawa, Sumedang. Jauh disana, Dien menghabiskan waktu hingga akhirnya dia meninggal beberapa tahun kemudian, meninggal dalam kerinduan yang dalam pada suami, tanah kelahiran, dan perjuangannya.

Bersama dengan tertangkapnya Dien, berakhir pula perlawanan terhadap Belanda di tanah Aceh. Setelah itu, banyak Uleebalang yang menyerahkan diri pada Belanda.

***

Frans akhirnya dibebaskan setelah mengkhianati Dien. Tentu Belanda menyambut baik tawaran yang diberikan oleh Frans. Menangkap seorang pemberontak besar, hanya dengan biaya yang kecil, melepaskan seorang pelarian tentara. Frans yang bebas buru-buru menghampiri anaknya, Maryam yang telah dititipkan pada tetangganya.

Beberapa hari berselang, mereka dijemput tentara Belanda dan dikawal ke sebuah kapal. Menyebrangi laut dan mengungsi ke Batavia. Maryam yang amat bersyukur telah bertemu kembali ayahnya, memilih untuk diam dan tak banyak bertanya.

Di Batavia, Frans yang berstatus sebagai pelarian tentara ditolak bekerja di tempat pelayanan publik. Akhirnya dia hanya bisa melakukan satu-satunya hal yang bisa dia lakukan, yaitu melukis. Salah satu karya terindahnya adalah sebuah lukisan istrinya yang sedang menahan tembakan peluru Belanda.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 13, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Cut : Perang Dalam DendamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang