Setelah bertemu dengan Dien mereka kembali ke kehidupan normalnya. Maryam kali ini telah berumur tiga tahun dan sudah bisa memanggil ayah dan ibunya, meskipun begitu Frans tetap memanggilnya Maria, lidahnya terlalu kelu untuk menyebutkan Maryam dengan jelas. Mereka bertiga hidup dengan tenang, menganggap inilah hidupnya sampai mereka tua dan ajal menjemputnya, tetapi bencana itu datang begitu cepat.
Frans lupa bahwa dirinya adalah pelarian tentara Belanda. Bagi seorang tentara, apalagi ketika sedang perang, lari atau berkhianat artinya adalah hukuman mati. Jika dia sampai tertangkap, maka dia akan dibawa ke Batavia untuk diadili dan sudah dapat dipastikan dia pasti akan dihukum mati. Inilah yang dilupakan oleh Frans, ketika dia melalui masa-masa bahagia dengan Keumala dan anaknya.
Pagi itu, matahari tertutup awan yang begitu tebal. Udara yang sejuk membuat banyak orang memilih untuk berdiam diri di rumahnya, kecuali para petani yang mau tak mau harus pergi mengurus tanaman dan ternak mereka. Di pagi itulah, di saat Keumala sedang pergi ke pasar meninggalkan Frans yang menjaga anaknya, sebuah ketukan digubuk mereka terdengar begitu nyaring, mengalahkan desiran angin yang begitu kencang, yang menjadi tanda bahwa akan datangnya hujan.
"Is er iemand? (Apakah ada orang?)" tanya salah seorang dari balik pintu.
'Tentara Belanda? Apa yang mereka lakukan disini? Apakah untuk menangkapku?' pikir Frans.
Frans yang sedang bersama putrinya jadi tak tenang, apalagi tak ada Keumala disini. Jika tentara itu membawanya, maka putrinya akan tinggal sendirian di rumah ini.
"Apa ada orang di dalam?" tanya tentara Belanda itu sekali lagi, kali ini dengan bahasa Melayu yang bercampur dengan logat Belanda yang kental.
Frans masih tak menjawab, khawatir dengan keselamatan dirinya dan putrinya. Sementara itu hujan di luar mulai turun rintik-rintik, yang menjadi penyebab Keumala pulang terlambat dari pasar.
Saat itulah demi menyelamatkan diri dan putrinya, Frans menggendong putrinya lari dari pintu belakang rumah. Hujan yang semakin lama semakin deras membuat tentara Belanda tak menyadari ada seseorang yang kabur. Frans terus berlari masuk ke dalam ladang-ladang, bergerak perlahan-lahan menjauh dari rumahnya.
Sial bagi Keumala yang tak mengetahui apa yang terjadi, dia kaget ketika sampai di rumahnya. Dia melihat kerumunan tentara Belanda yang mengerubungi rumahnya. Dia menjadi semakin khawatir ketika tak melihat suami maupun anaknya.
"Apa yang kalian lakukan di rumahku?" tanya Keumala dengan nada yang cukup tegas.
Meskipun Belanda telah berhasil menguasai hampir seluruh Aceh, tetapi mereka harus tetap waspada pada orang-orang Aceh, termasuk perempuannya. Mereka masih memendam dendan yang bisa sewaktu-waktu dituntaskan, dengan hunusan belati ataupun tembakan dari senapan. Itulah yang membuat para tentara Belanda itu, sedikit menjaga jarak dari Keumala.
"Kami sedang mencari seseorang bernama Frans Pauwels. Dia adalah pelarian tentara Belanda," jawab tentara Belanda itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cut : Perang Dalam Dendam
HistoryczneCerita ini hanyalah fiktif belaka, berlatar belakang perang Aceh tahun 1873 - 1913. Namaku adalah Cut Keumala. Kehilangan ayah dan ibuku, sebagai pejuang perang Aceh membuat diriku memiliki dendam yang dalam kepada orang-orang Belanda. Tanpa ayah da...