Menghadapi serangan mengerikan yang tak ada henti-hentinya, akhirnya mereka menyerah. Diawali oleh satu orang yang berlari lalu diikuti oleh puluhan, bahkan ratusan orang menuju kembali ke arah pelabuhan. Jenderal Kohler yang telat menyadari akhirnya terlambat kabur, membuatnya menjadi sasaran empuk bagi penembak jitu pasukan Aceh.
"Duaaar," suara tembakan dibarengi dengan rebahnya tubuh Jenderal Kohler.
Suara itu membuat semua orang menoleh, melihat ke arah asal suara. Sebuah peluru bersarang di antara kedua matanya. Suara bisingnya perang, butiran peluru yang kelaur dari moncong-moncong senapan dan suara besi yang beradu ketika kelewang di hunuskan, tak lebih bising dibandingkan suara ketakutan di hati setiap tentara Belanda ketika melihat Jenderalnya tumbang.
Tiga ratus tahun Belanda di tanah Hindia, mereka tidak pernah dipermalukan seperti ini. Kekalahan telak Belanda yang dialami hanya dalam satu hari, bahkan Jenderalnya pun ikut terbunuh.
"Retraite!!!" teriak salah seorang tentara Belanda meminta teman-temannya untuk menyelamatkan diri.
Tanpa teriakan itu pun mereka sudah lebih dulu lari menuju Pelabuhan Ulee Lheue yang sebelumnya telah mereka kuasai. Keputusan ceroboh sang Jenderal untuk membakar masjid menjadi awal dari malapetaka ini. Mereka seperti menyalahkan api, membangkitkan monster yang bersemayam di jiwa masyarakat Aceh.
Jika sebelumnya mereka siap mati untuk bertempur melawan Belanda, tetapi setelah pembakaran masjid raya mereka bukan hanya siap mati, tetapi tentara-tentara Belanda itu harus ikut mati bersama mereka. Ketika melihat tentara Belanda berlari tunggang langgang, pasukan Aceh tentunya tak membiarkan saja.
'Para kafir itu harus mempertanggung jawabkan perbuatannya,' pikir pasukan Aceh.
Tentara Belanda terus berlari menyusuri jalan yang sama waktu mereka datang. Pasukan Aceh bersama masyarakat Aceh lainnya terus mengejar. Bukan hanya dari belakang, tentara Belanda dikejar dari kiri dan kanan, mengepung mereka. Jika tidak sempat sampai di pelabuhan, maka riwayat mereka akan habis.
Senjata-senjata ditanggalkan, meriam ditinggilkan, tentara Belanda berlari sekuat mungkin, berusaha menyelamatkan nyawa mereka masing-masing.
"Tunggu!!!" teriak salah seorang tentara Belanda yang tertangkap pada temannya.
Malam datang bersama dengan kemenangan. Pasukan Aceh berhasil mengusir maling dari rumahnya, parasit dari tubuhnya, untuk merdeka di atas tanahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cut : Perang Dalam Dendam
HistoryczneCerita ini hanyalah fiktif belaka, berlatar belakang perang Aceh tahun 1873 - 1913. Namaku adalah Cut Keumala. Kehilangan ayah dan ibuku, sebagai pejuang perang Aceh membuat diriku memiliki dendam yang dalam kepada orang-orang Belanda. Tanpa ayah da...