Hanya Berdua

46 6 0
                                    

Druaaak, tiba-tiba terdengar suara pintu rumah terbanting. Pintu yang terbuat dari kayu membuatnya langsung patah ketika didobrak. Ibu dan Keumala berpelukan takut, ketika melihat tentara Belanda masuk dari pintu dengan membawa senapan panjang. Tentara itu memandang bengis kepada Keumala dan ibunya.

"Apakah kalian melihat pasukan Panglima Polim?" tanya tentara Belanda dengan nada mengancam.

Ibu menggeleng perlahan, sementara Keumala hanya memeluk ibunya ketakutan.

"Leugenaar (Pembohong)!!! Serahkan mereka pada kami," bentak tentara itu.

Semenjak kekalahan pasukan Aceh oleh Belanda dan ditahannya Sultan, Pasukan Panglima Polim melakukan gerilya. Terkadang mereka bersembunyi di rumah-rumah warga untuk mengihindari kejaran pasukan-pasukan Belanda.

Masyarakat Aceh yang senantiasa mendukung tentaranya dengan rela menyembunyikan pasukan Panglima Polim di rumah-rumah mereka dan mengeluarkannya ketika pasukan Belanda tak curiga. Inilah yang membuat pasukan Belanda geram dan sering kali berpatroli membuka paksa rumah-rumah warga untuk mencari jejak dan keberadaan pasukan Panglima Polim.

"Kami hanya berdua, Tuan!" ucap ibu lirih.

Sebetulnya ibunya Keumala bukanlah perempuan pengecut, dengan gagah berani pasti dia akan melawan tentara-tentara ini, meskipun nyawa yang menjadi taruhan. Tetapi kali ini kondisinya berbeda, Keumala ada bersamanya yang membuatnya tak bisa melawan dan terpaksa untuk mengalah.

"Kami hanya berdua, Tuan!" ucap ibunya Keumala lagi, berharap tentara ini segera beranjak pergi dari rumahnya.

Dua tentara itu saling bertatapan dengan mata bengis, merencanakan sesuatu hal buruk pada Keumala dan ibunya. Tak lama berselang, mereka berjalan mendekat. Keumala semakin erat memeluk ibunya, bahkan sampai membuat ibunya kesulitan bernafas. Perlahan demi perlahan, kedua tentara itu semakin dekat dengan Keumala dan ibunya.

Mereka terdiam ketika jarak hanya meninggalkan satu langkah. Keumala makin menenggelamkan wajahnya pada pelukan ibunya. Meskipun tak melihat, tetapi dia merasakan gerakan tentara itu yang semakin mendekat. Sementara itu, Ibu Keumala menatap tajam wajah dua tentara itu. Hilang sudah ketakutan di wajah ibunya. Dia merasa sesuatu yang buruk akan terjadi.

Benar saja dua tentara itu mencengkram tangan Keumala dan ibunya. Satu menarik tangan Keumala dan satu lagi menarik tangan ibunya, mereka berusaha memisahkan keduanya. Pelukan erat keduanya tak ada apa-apanya dibandingkan kekuatan kedua tentara Belanda. Tak perlu usaha, mereka berhasil memisahkan Keumala dan ibunya. 

Cut : Perang Dalam DendamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang