Frans dan teman-temannya tiba di Aceh saat situasi sedang genting-gentingnya. Begitu sampai, tak ada waktu istirahat bagi mereka. Mereka diperintah harus segera bersiap, karena pasukan Teuku Umar sudah menunggu dibalik benteng untuk melakukan serangan habis-habisan. Satu yang menjadi keuntungan Belanda, pasukan Aceh tak tahu persis jumlah tentara Belanda, yang bertambah, karena ada bala bantuan, sedangkan Belanda tahu persis jumlah pasukan Aceh.
"Frans, apa yang kau lakukan?" tanya Albert yang melihat tingkah aneh Frans yang terus menerus menyiramkan badannya dengan air.
"Aku tak kuat pak Tua. Disini sungguh panas, seperti di neraka," jawab Frans.
"Apa kau pernah ke neraka, nak?" ledek Albert yang tertawa terpingkal-pingkal melihat kelakuan aneh Frans.
Frans yang mendengar itu buru-buru menyiram Albert dengan air. Sialnya, Kapten Loudon yang ternyata berada di dekat situ, terkena cipratan air dari Frans.
"Apa yang kau lakukan?" tanya Kapten Loudon dengan wajah sinis.
"Dia tak kuat dengan panasnya, kapten. Katanya disini seperti di neraka," ledek Albert yang tak tahu tempat dan waktu, meledek Frans di depan kapten.
"Eeehhhh tidak kapten, maaf," hanya itu kata-kata yang keluar dari mulut Frans yang salah tingkah.
Kapten Loudon menatap wajah lembek Frans dan berkata, "Ini belum ada apa-apanya. Jika kau menghadapi iblis-iblis Aceh itu, kau akan merasakan neraka yang sesungguhnya."
"Apa kapten sudah pernah ke Aceh sebelumnya?" tanya Albert heran.
Kapten menggeleng perlahan, yang membuat Albert dan Frans makin heran dengan ucapan kapten sebelumnya.
"Tetapi teman-temanku yang kembali dari Aceh hanya dalam tiga bentuk, tinggal nama, cacat, atau gila."
KAMU SEDANG MEMBACA
Cut : Perang Dalam Dendam
Historical FictionCerita ini hanyalah fiktif belaka, berlatar belakang perang Aceh tahun 1873 - 1913. Namaku adalah Cut Keumala. Kehilangan ayah dan ibuku, sebagai pejuang perang Aceh membuat diriku memiliki dendam yang dalam kepada orang-orang Belanda. Tanpa ayah da...