Frans berada dalam kebimbangan, moral yang telah dipelihara lama olehnya, sekarang dipertaruhkan. Kepercayaan bahwa Belanda datang ke Hindia untuk tujuan yang baik, perlahan mulai memudar. Kekejaman yang dilakukan tentara Belanda pada perempuan dan anak-anak di negeri ini membuatnya makin bimbang. Ucapan Keumala yang mencap mereka sebagai maling telah membuatnya kembali memikirkn apakah dia berada di pihak yang benar atau tidak.
"Apa kah kau yakin bahwa kerajaanmu membawa kemajuan bagi negeri ini, bukan sebaliknya?" tanya Keumala lagi.
"Apa kau tak tahu negeri kami telah lama berlayar melintasi Samudera Hindia bahwa sebelum nenek moyangmu berani untuk melintasinya?" tambah Keuamala.
Frans tak menjawab, dia kehabisan jawaban dari pertanyaan bertubi-tubi yang ditanyakan oleh Keumala. Dia tidak menyangka perempuan ini begitu cerdas dan mengerti kondisi negerinya bahkan negeri lain di sekitarnya. Gambaran orang-orang di Belanda, menyatakan bahwa orang-orang di negeri ini begitu terbelakang, bar-bar, percaya takhayul, dan tak mengerti sama sekali dengan ilmu pengetahuan, baik itu laki-laki dan apalagi perempuannya.
Disini berbeda, begitu berbincang dengan Keumala, dia merasa pandangannya tentang Hindia berubah total. Mereka bukan manusia bar-bar yang butuh Belanda untuk menyongsong kemajuan negerinya, mereka telah maju dan justru Belanda lah yang menyebabkan kemunduran manusianya.
Perang yang terus-menerus, perbudakan, dan kerja paksa, menjadi butki kemunduran yang disebabkan oleh Belanda pada negeri ini. Bahkan Belanda telah menyebarkan sebuah penyakit yang bernama korupsi yang telah merajalela pada setiap pejabat daerah Hindia.
"Kenapa kau diam saja?" tanya Keuamal lagi melihat Frans terdiam sedari tadi. "Apa yang ku katakan salah? Atau sebaliknya, justru yang ku katakan benar?"
Frans kembali tak menjawab dia meninggalkan Keumala di dalam ruangan itu sendiri tanpa jawaban. Dia kembali merogoh sakunya, melihat kotak cerutunya yang hanya tersisa satu, yang sengaja dia tinggalkan untuk nanti perjalanan pulang ke Belanda.
Selama beberapa bulan di sini, Frans mengalami beban yang begitu besar. Bukan hanya beban fisik, melainkan beban mental yang dia terima. Dia mulai kehilangan kepercayaan pada diri dan negerinya. Bahkan yang lebih parah lagi dia telah kehilangan tujuan, menyalahi dirinya sendiri yang percaya pada propaganda dan kebodohannya yang menyebabkannya bisa datang ke neraka ini.
Sebenarnya tak ada yang salah dari kekejaman yang ditunjukkan Belanda. Pihak penyerang pasti akan menunjukkan kekerasan yang luar biasa pada pihak yang diserang. Itu terjadi di penjuru dunia manapun, tak terkecuali di sini. Tetapi Frans berbeda, hati dan nuraninya tak sanggup melihat semua yang terjadi.
'Apa yang harus ku lakukan ibu?' tanya Frans pada angin, yang berharap pesan suaranya itu sampai pada ibunya yang terletak puluhan ribu kilometer dari tempat ini.
'Kau selalu mengajarkan aku untuk hidup berguna dan menolong manusia lainnya. Katamu manusia paling berharga adalah manusia yang paling berguna bagi lainnya. Tetapi disni, aku justru membunuhi manusia lainnya, ibu.'
'Lalu apa yang harus aku lakukan?'
Dalam perang musuh yang paling berbahaya bukanlah musuh nyata yang jelas-jelas dihadapi, tetapi musuh tak nyata yang bisa berbentuk sebuah keraguan dan ketidakpercayaan. Inilah yang dialami oleh Frans sekkarang ini. Keraguan dengan tujuannya dan ketidakpercayaan pada negaranya.
Dia melihat lagi kotak-kotak cerutu itu, menimbang-nimbang apakah dia harus menghisapnya atau tidak. Angin yang cukup kuat membuat aroma tembakaunya tercium hingga ke hidungnya, menggoda dia untuk menyalakannya.
'Lagi pula tak ada yang bisa memastikan aku akan bisa kembali ke Belanda,' pikir Frans sambil menyalakan cerutu terakhirnya itu.
'Semoga cerutu ini bisa membuatku kembali berpikir jernih dan menunjukkan keputusan yang benar untuk ku pilih.'
KAMU SEDANG MEMBACA
Cut : Perang Dalam Dendam
Tarihi KurguCerita ini hanyalah fiktif belaka, berlatar belakang perang Aceh tahun 1873 - 1913. Namaku adalah Cut Keumala. Kehilangan ayah dan ibuku, sebagai pejuang perang Aceh membuat diriku memiliki dendam yang dalam kepada orang-orang Belanda. Tanpa ayah da...