MS_34

46 5 0
                                    

Nastha melirik ponselnya yang bordering lima menit lalu. Nastha sengaja tidak menjawab karena ia tahu si penelpon adalah Nathan.

Nastha kembali meletakkan ponselnya di atas nakas lalu beranjak keluar dari kamarnya.

“Kemana?” Farga yang baru saja turun bertanya melihat Nastha sudah dengan pakaian rapi.

“Jalan-jalan bentar kak” Farga mengangguk.

Farga tidak bertanya banyak sejak kejadian kemarin dimana Nastha menolak mentah untuk membahas Nathan. Farga bingung ia harus dipihak siapa, Nastha adalah adiknya sedangkan Nathan adalah sahabatnya. Ia tidak bisa bohong ketika melihat tatapan Nathan saat meminta permohonan maaf darinya. Laki-laki itu benar-benar tulus kepada adiknya. Hanya saja cara semesta mendekatkan mereka sangat menyaktikan.

Farga dengan cepat langsung menelpon seseorang di seberang sana.

“Ke taman deket rumah” Farga berdeham dan mematikan sambungannya setelah mendapat jawaban Nathan.

Farga juga tidak tega melihat kondisi Nastha sekarang. Adiknya itu sangat terpukul mengetahui kenyataan. Tapi, ia juga melihat ada kasih sayang di mata Nastha untuk Nathan. Hanya saja Nastha masih belum bisa menerima kenyataan yang menimpanya.

***
Nastha langsung menatap tidak suka ketika melihat Nathan berjalan ke arahnya.

Nastha hendak beranjak pergi tetapi tangannya dengan cepat dicekal Nathan.
“Aku minta maaf” Nathan langsung memeluk Nastha dari belakang.

Nastha memejamkan matanya mencoba merasakan hangatnya pelukan Nathan dan laki-laki itu benar-benar tulus.

Nastha dengan cepat melepaskan pelukan Nathan saat mengingat kembali kelakuan Nathan padanya.

“Lepasin gue!” hentak Nastha dengan kasar.

“Aku minta maaf” Nathan kembali ingin memeluk Nastha tapi dengan cepat Nastha mendorong Nathan.

“Jauh-jauh dari hidup gue mulai detik ini! Gue kecewa banget sama loe” Nastha berlalu meninggalkan Nathan yang masih melongo dibuatnya.

“Dia udah gak mau sama gue” batin Nathan sembari terduduk lemas di bangku taman.

Hari sudah mulai malam tapi Nathan masih tetap berada di taman. Entah apa yang ia pikirkan tapi ia mau Nastha yang menjemputnya pergi dari sana. Udara juga semakin dingin membuat siapa saja yang berada diluar bisa menggigil kedinginan.

Farga yang baru pulang dari supermarket memicingkan matanya ketika melihat seorang lelaki yang duduk di sebuah taman sembari menikmati tetesan air hujan yang jatuh membasahi tubuhnya.
Farga membelalak menyadari siapa yang ada disana.

“Loe gila yah” Farga menghampiri Nathan yang masih terduduk diam.

“Biarin gue kayak gini, Ga. Gue udah bersalah banget sama Nastha. Mungkin dengan gue nyiksa diri gue kayak gini rasa sakit Nastha bisa sembuh secara perlahan” Farga menggeleng pasrah melihat Nathan yang sudah pucat pasi.

Tanpa persetujuan Nathan Farga langsung membopong tubuh Nathan dan membawa ke rumahnya.

“Kak Farga darimana aj-“ Nastha spontan diam.

Nastha membulatkan matanya melihat Farga yang membawa Nathan dalam keadaan tidak sadarkan diri. Sekitar 5 jam Nathan berada di luar sambil hujan-hujanan selepas nastha meninggalkannya pergi. Nastha berpikir bahwa Nathan akan pergi setelah dirinya pergi, ternyata tidak. Ia salah.

Nastha tidak bisa menolak untuk tidak khawatir pada Nathan. Apalagi dengan kondisi nathan yang tidak berdaya itu. Mereka langsung membawa Nathan ke atas kamar Nastha untuk segera dirawat.
Farga yang mengerti akan situasi sekarang langsung meninggalkan Nathan dan Nastha berdua.

Nastha menatap Nathan sendu. Ia tidak menyangka Nathan akan berbuat nekat seperti ini. Farga sudah menceritakan semuanya maka dari itu Nastha merasa iba. Tetapi ia juga masih kecewa dengan perbuatan Nathan. Sekarang dirinya hanya merawat Nathan sampai besok pagi, lalu setelahnya ia akan menyuruh Nathan untuk pulang.

“Arghhh” erang Nathan yang masih merasa pusing di kepalanya.

Nathan tersenyum sangat tipis saat dirinya bangun ia melihat gadisnya, Nastha.

“Jangan tinggalin aku, sayang. Aku menyesal” kata Nathan dengan suara parau.

Nastha masih dengan pendiriannya untuk tidak meladeni Nathan.

“Makasih Sayang” Nathan tersenyum sangat manis.

Nastha tidak menjawab. Walau ucapan Nathan sangat mengganggu pergerakan jantungnya tetapi Nastha tetap diam.

Nastha menyodorkan makanan yang dibawanya untuk Nathan.

“Suapin dong yang” titah Nathan memasang wajah memelasnya.

“Nggak usah manja. Punya tangan kan?” kata Nastha dengan ketus lalu meninggalkan Nathan setelah meletakan makanannya di meja.

Sabar. Nathan menyemangati dirinya untuk tetap sabar menghadapi sikap Nastha yang sangat dingin kepadanya. Ini salah dirinya kalau dari awal dia jujur mungkin ini tidak akan terjadi.

Nathan terpaksa makan dalam kesendirian. Mau tidak mau ia harus makan sendiri. Coba kalau mereka berdua tidak ada masalah mungkin sekarang ia sudah bergelut manja dengan Nastha.

__________________________________________________________

tbc

MY SENIORTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang