|Chapter 9| Berubah•

12.5K 1K 8
                                    

Jangan lupa tinggalkan jejak, biar nanti nggak kesesat.

-Happy Reading All-

Setelah menempuh perjalanan kurang lebih 30 menit kini Papa, Mama dan Yuno sudah berada di mansion mereka. Arsen dan Faira menyambut kedatangan kedua orang tuanya dan juga adiknya itu dengan senang.

Sedari tadi pula, Yuno hanya diam dalam gendongan Papa-nya dengan kepala yang bertumpu pada pundak kiri Papa-nya. Setelah menyapa kedua anaknya, Endra beranjak ke lift menuju lantai 2 untuk mengistirahatkan tubuh kecil orang digendongan nya itu.

Ting

Cklek

Ditidurkan nya Yuno di atas kasur king size nya. Yuno belum tidur, matanya juga belum terpejam. "Tidur dulu Baby, nanti makannya biar Papa yang antar." Ucap Endra yang duduk disamping Yuno.

"Yuno kangen Ayah, Papa." Lirih Yuno namun masih bisa didengar jelas oleh Endra.

Tanpa mengatakan apapun, Endra keluar dari kamar Yuno. Sedangkan Yuno hanya menatap kepergian Papa-nya dengan sedih. Apa ia salah berkata seperti itu? Namun tak lama pintu kembali terbuka dan menampakkan Endra dengan ponsel ditangannya.

"Bicaralah dengannya." Ucap Endra sambil memberi ponselnya ke Yuno. Yuno mengambil ponsel itu, dilihatnya layar yang terdapat sambungan video call itu.

"Tuan muda Yuno." Sapa orang itu.

Senyum Yuno mengembang ketika mendapati sang ayah yang berada dalam sambungan itu. "Jangan panggil Yuno begitu, Ayah."

"Apa kabar?" Tanya Randi tanpa mengindahkan ucapan tak suka dari anaknya yang sekarang berstatus sebagai tuan mudanya.

"Baik Ayah, kabar Ayah juga gimana disana?"

"Saya juga baik."

"Ayah kok ngomongnya formal sih, biasa aja dong."

"Saya tidak bisa tuan."

"Ayah!" Kesal Yuno dengan cemberut.

"Tolong jangan panggil saya dengan sebutan Ayah lagi tuan muda. Anda bisa memanggil saya dengan panggilan nama."

"Kok gitu, itu namanya ndak sopan."

"Tolong panggil sesuai permintaan saya tuan, saya akan merasa sangat berterima kasih sekali dengan anda."

"Huft, iya deh iya. Tapi tunggu dulu deh, itu pipi ay- emm Om Randi kenapa?" Tanya Yuno saat melihat sebuah sayatan sedikit memanjang di bagian pipi Randi.

Randi sedikit terkejut dengan pertanyaan Yuno. Dengan cepat tangganya menutupi luka tersebut kemudian tersenyum. "Saya terpeleset saat baru tiba disini tuan. Saya tidak apa-apa."

"Mangkanya hati-hati dong Om, lukanya sudah diobati?"

"Sudah tuan. Em.. mohon maaf tuan, saya ada keperluan mendadak. Saya izin memutus sambungan."

"Yahh kok udahan sih Om." Ucap Yuno sedikit kecewa lantaran ia belum puas melepas rindu walau banyak perubahan dari orang itu.

"Randi ada keperluan sayang, biarkan dia pergi. Jika ada waktu senggang, Papa akan menyambungkan panggilan kepadanya lagi." Saut Endra yang sedari tadi diam menyimak.

"Yaudah deh, ini!" Ketus Yuno yang langsung memberi ponsel itu kepada Papa-nya. Endra mengambil ponselnya kemudian memutus panggilan itu secara sepihak. Endra terkekeh mendapati Yuno yang sedang ngambek itu.

"Kamu istirahat dulu disini, biar Papa yang bawain makanan kamu kesini." Ucap Endra sambil mengecup pipi Yuno kemudian beranjak dari kamar Yuno.

Yuno yang masih dalam mode ngambeknya itu hanya diam tak membalas ucapan Papa-nya. Dia menoleh keatas nakas dan menemukan ponsel Endra yang tergeletak disana. Diambilnya ponsel itu kemudian menekan-nekan tombol yang ada di ponsel tersebut. Perlu kalian ketahui, Yuno itu termasuk golongan orang yang gaptek (gagap teknologi).

"Wihh kok ada Yuno disitu!"
Seru Yuno melihat dirinya sendiri tampak dilayar.
Jari-jarinya sembarang menekan tombol itu hingga terdengar pintu kembali terbuka.

Cklek

Yuno menegang ketika tau siapa yang telah membuka pintu itu.

•••

Brum brum brum

Suara mesin motor memenuhi jalanan yang tampak sepi namun tak sepi. Banyak sekali pemuda-pemuda bahkan gadis-gadis pun berada disana.

Rafa mendekati garis start yang disana juga sudah ada lawan balapannya nanti. Ya, Rafa akan melakukan balapan liar sekarang.

"Nyali lo oke juga ternyata." Sinis orang itu kepada Rafa.

"Justru nyali lo yang oke, tapi awas nanti kena mental." Tak kalah sinis, Rafa membalas ucapan orang itu dengan bisikan diakhir kalimat.

"Rafa!" Panggil Fatah dari pinggir lapangan sambil melambaikan tangannya.

Rafa mendekat kearah Fatah dan teman-temannya dengan berjalan kaki. "Apa?" Tanya Rafa sambil menaikkan satu alisnya.

"Lo harus hati-hati sama dia. Dia pasti udah siapin banyak jebakan di lintasan nanti." Nasehat Fatah dengan serius.

"Gue tau." Balas Rafa.

"Kalau memang lo kena jebakannya, jangan diterusin dan langsung hubungi kami. Gue denger denger dia belum pernah kalah dan bakal lakuin apa aja biar dia menang." Kini Yandra yang memberi petuahnya.

"Hm." Singkat Rafa kemudian ia kembali beranjak menuju motornya lagi.

Ting

Notif di ponselnya menghentikan langkahnya. Ia merogoh saku hoodie nya dan mengambil ponsel untuk mengubah notifikasinya menjadi senyap.

Pergerakan jarinya terhenti kala melihat notif itu berasal dari grup keluarga besarnya dan pengirimnya adalah papanya sendiri. Ditekannya notif itu dan otomatis ia masuk kedalam grup itu.

Senyum tipis di bibirnya terbit begitu saja melihat foto yang dikirim papanya.
"Lucu"

Dan tanpa sadar ia mengucapkan kata itu.

"Woi!! Cepet!" Teriak orang itu dengan kerasnya.

Mendengar teriakan orang itu, wajah Rafa kembali datar. Disimpannya kembali ponselnya kedalam saku hoodie nya, kemudian melanjutkan langkahnya yang tertunda tadi.

Brum brum brum

Seorang perempuan dengan rok selutut berdiri didepan dengan tangan yang memegang kain berwarna merah.

"Ready?!! One, two, three, go!!" Seru perempuan itu sembari melempar kain merah ditangannya keatas.

Seperkian detik setelah aba-aba itu, Rafa dan pemuda itu segera melajukan motornya. Motor yang mereka kemudikan saling salip-menyalip dan kini Rafa berada diposisi kedua.

"Let's start this game."
Guman Rafa dibalik helm hitamnya.

-To Be Continue-

YULANO || SelesaiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang