42 - Kevin

741 82 20
                                    

"Kevin di mari, ada Kevin jangan lari."

Kamu memutar matamu kesal. Mendengarkan ocehan dari laki-laki yang lebih muda darimu di hari yang lelah sepulang kerja bukanlah hal yang menyenangkan, tetapi tidak bisa kamu hindari. Kevin bersandar pada pagar besi yang baru saja kau tutup, menyodorkanmu sebuah es cappucino cincau padamu sembari cengar-cengir. "Gue beli buat lo, Mbak."

"Makasih, Kevin. Tapi gue gak minta."

"Emang gak. Inisiatif gue aja itu." Kevin mengedipkan satu matanya. "Gas Valo."

"Valo mulu, noh skripsi kerjain!" cibirmu lalu melenggang masuk ke dalam pagar rumahmu, melewatinya.

"Mbak gak sabar gue lamar ya makanya nyuruh gue skripsi mulu," ujar Kevin dengan kedua tangan terlipat di belakang kepalanya. Ia tersenyum miring. Mengingat dirinya sering sekali menggombal dengan kalimat, "Mbak nanti kalau gue udah lulus gue mau lamar lo."

"Gak. Maksud gue nyuruh lo skripsian mulu tuh biar lo cepet-cepet pergi dari kosan emak gue. Gue muak kudu ngeliat lo tiap saat."

"Jangan gitu, Mbak. Nanti gue pulang lo kangen." Senyuman miringnya masih setia bertengger di bibir tipisnya, menbuatmu mendesis kesal.

"Terserah lo, Kev. Gue capek baru pulang kerja, mau tidur."

"Oke, sweet dream, Mbak," kata laki-laki dengan kupluk biru langitnya sambil melambaikan tangan, menatapmu masuk ke dalam rumah yang berbeda bangunan dengan kosannya. Kamu tidak membalas lambaian tangannya dan menutup pintu.

Bundamu menangkap sosokmu dari ujung matanya, berujar begitu beliau melihat ekspresi kesalmu. "Kevin kenapa lagi?"

Kamu menghela napas. "Biasalah, Bun. Ngajakin main game. Nih, dari dia." Diletakkan olehmu sebuah es cappucino cincau pemberian Kevin di atas meja.

"Dia bucin sama kamu, lho. Masa kamu gak suka sama dia."

"Bun, yang bener ajalah. Kevin belum lulus. Skripsinya aja mangkrak udah berbulan-bulan lamanya. Masa iya Bunda mau aku sama orang kayak dia?"

Bundamu hanya mengangkat bahu. "Ya, nggak apa-apa. Anaknya ganteng kok. Sering bantuin Bunda juga, bahkan lebih sering daripada kamu bantuin Bunda," sindir beliau sambil melirikmu dengan senyum miring.

"Aku sibuk kerja juga buat Bunda," protesmu yang hanya dibalas elusan di kepala oleh bundamu.

"Pokoknya saran Bunda, jangan galak-galak sama Kevin."

🌹🌹🌹

"Mbak!"

Kamu mendesah pelan. Pagi hari seharusnya menjadi waktu paling menyenangkan untukmu, terlebih lagi sekarang akhir minggu. Setidaknya kamu ingin terbebas dari laki-laki yang selalu menggunakan kupluknya itu.

"Apa, Kevin?"

"Mau lari pagi? Ikut dong!"

Helaan napas terdengar dari mulutmu. Walau begitu, kamu tetap mengangguk. Seruan senangnya terdengar jelas beberapa saat sebelum ia ikut berlari kecil di sebelahmu.

"Tau nggak, Mbak? Kemaren gue main Valo, losstreak tahu. Entah kenapa kalau gak main sama Mbak pasti kalah."

"Berarti lo mengakui kalau gue jago banget?"

"Nggak juga. Tergantung mindset sih, Mbak."

Kamu mendengkus. "Tinggal jawab iya doang."

"Mbak mau bubur ayam nggak? Gue beliin." Kevin tiba-tiba berhenti di depan tukang bubur ayam yang langsung sumringah melihatnya. Kamu menggeleng, tetap berlari dan berniat meninggalkannya di sana.

One Shots [𝑻𝑯𝑬 𝑩𝑶𝒀𝒁]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang