27 - Hwall

3K 328 59
                                    

Cuaca cerah di awal hari ini memang tidak membuat siapapun dapat memprediksi hujan pada sore hari, termasuk kamu. Kamu, yang merupakan seorang siswi tahun terakhir di SMA yang baru saja pulang sekolah dan harus bergegas ke tempat bimbel malah terjebak di sebuah halte sendirian karena hujan lebat.

Kamu melirik arlojimu berkali-kali dan mendesah pelan. Bimbel dimulai pukul 6, tetapi saat arlojimu menunjukkan pukul 5.30, hujan masih setia bahkan turun semakin deras. Kamu tidak boleh membolos bimbel, orang tuamu akan sangat marah akan hal itu.

“Ya Tuhan, kapan hujannya berhenti sih?!”

Entah decakan keberapa yang terdengar dari mulutmu barusan. Kamu meruntuki kebodohanmu pagi ini karena meninggalkan payung biasanya kamu bawa di rumah hanya karena firasatmu tidak mengira akan hujan.

Kamu mengeluarkan jas hujan tas lalu memakaikannya kepada tasmu, berpikiran untuk menerobos hujan. Tak apa kalau seragammu basah, yang penting buku-bukumu tetap kering. Dan juga tentu saja kamu terbebas dari omelan pedas orang tuamu karena membolos bimbel.

“Persetan, yang penting nggak diomelin!”

Kamu menaikkan hoodie jaketmu dan mulai berlari menjauhi halte. Rintik hujan yang dingin dan deras menghantam tubuhmu bertubi-tubi, membasahi hoodie dan seragammu yang tersembunyi di baliknya. Kamu tidak peduli. Seragammu bukanlah prioritas nomor satumu.

Staminamu mulai menipis ketika kamu sudah berlari sekitar 10 menit. Dengan napas yang sudah sangat terengah-engah, kamu mencoba memaksakan diri untuk berlari.

“Dek, Dek!”

Suara asing yang kamu kira memanggilmu itu berhasil membuatmu menoleh. Meskipun belum tentu yang ia panggil adalah kamu, tetapi kamu tetap menoleh ke belakang, menatap si pemilik suara.

“Iya, kamu!” serunya sambil berlari lalu berhenti di hadapanmu. Kamu mengerutkan dahi. Ck, kenapa segala ada halangan lagi sih?

Daripada kamu hujan-hujanan gitu, mending pake payung saya aja! Nanti kamu sakit, lho. Tenang aja, saya bawa dua kok.Laki-laki asing berambut kemerahan itu tersenyum. Tangannya yang menganggur mengulurkan sebuah payung.

Eh?Matamu mengerjap. Tangamu terulur untuk menerima payung yang di arahkan kepadamu sambil membungkuk secara non-formal. “M-makasih, Kak...”

“Sama-sama.”

Laki-laki itu membungkuk balik ke arahmu dan meninggalkanmu sendirian. Kamu yang sudah sangat terburu-buru langsung membuka payung tersebut, dan kembali berlari menuju tempat bimbelmu tanpa menyadari sesuatu yang terlupa.

Kamu sampai di tempat bimbelmu tepat 5 menit sebelum pukul enam sore. Dengan napas terengah-engah kamu mendudukkan diri di kursi tempatmu. “Akhirnya sampai juga, hah, hah.”

Namun, perasaan lega itu seketika lenyap ketika kamu menyadari sesuatu yang terlupa. Kamu menepuk keningmu kuat. Kembali meruntuki diri sendiri atas keteledoranmu.

“Ini payung dibalikin ke orangnya gimana?!”

🌹🌹🌹

Sore ini kamu kembali ke tempat kemarin, tempat di mana seorang laki-laki asing yang berbaik hati meminjamkan salah satu payungnya untukmu. Kamu menggenggam erat payungnya. Otakmu dipenuhi pikiran negatif kalau ia tidak lewat sini hari ini, atau bahkan kemarin adalah satu-satunya hari di mana ia melewati jalan ini.

Kamu mendecak. Kalau benar begitu, bagaimana caranya payung ini bisa kembali ke pemiliknya?! Batinmu mengomel.

Sore ini tidak hujan. Namun, langit sepertinya sudah mulai menunjukkan tanda-tanda akan menangis, terlihat jelas dari langit yang berwarna kelabu. Untung saja kali ini kamu membawa payungmu sendiri.

One Shots [𝑻𝑯𝑬 𝑩𝑶𝒀𝒁]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang